Fulfillment“Lalu Aku berkata: Sungguh, Aku datang; dalam gulungan kitab ada tertulis tentang Aku untuk melakukan kehendak-Mu, ya Allah-Ku.” (Ibrani 10:7)

“Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.” Maka seorang malaikat dari langit menampakkan diri kepada-Nya untuk memberi kekuatan kepada-Nya.” (Lukas 22:42-43)

“Sebab Daud melakukan kehendak Allah pada zamannya, lalu ia mangkat dan dibaringkan di samping nenek moyangnya, dan ia memang diserahkan kepada kebinasaan.” (Kisah Para Rasul 13:36)

Terjemahan lain: “Daud pada zamannya, menjalankan kehendak Allah sampai selesai. Lalu tidurlah ia dipinggir nenek moyangnya.”-

“Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu.” (Ibrani 10:36)

—————————————————-

Seorang yang sudah tua berkata kepada saya: “Apakah saudara pikir sedemikian mudah untuk mengerti dan menggenapkan kehendak Allah, sehingga dengan mengkhotbahkannya selama tiga bulan dianggap sudah selesai?” Saya menjawabnya: “Memang tidak mudah, tetapi kita perlu mengerti dahulu prinsip-prinsip Alkitab tentang kehendak Allah.” Ia mengatakan: “Bagi saya, seumur hidup saya menuntut, mencari dan mau mengetahui kehendak Allah, tetapi sedemikian sulitnya.”

Memang tidak mudah untuk mengetahui kehendak Tuhan. Jika kehendak Tuhan tidak dinyatakan kepada kita dan kita tidak mempunyai kerelaan untuk taat, maka Roh Kudus tidak akan menyatakan kehendak Allah ke dalam hati kita masing-masing. Tetapi Roh Kudus akan memimpin kita melalui Kitab Suci yang sudah Tuhan wahyukan kepada kita. Kini kita akan melihat contoh bagaimana Kristus menjalankan kehendak Allah.

1. Seumur Hidup Berjalan dalam Kehendak Allah

Ibrani 10:7 mengatakan ketika Tuhan Yesus datang ke dalam dunia, Ia menegaskan bahwa korban bakaran dan korban penebusan dosa tidak diperkenan. Itu berarti bahwa seluruh korban itu tidak ada artinya lagi, karena seluruh Taurat hanyalah merupakan tambahan dan bukan rencana Allah yang kekal. Hanya karena manusia sudah berbuat dosa, maka perlu diberikan suatu pernyataan dan melalui pemberian Taurat manusia baru sadar kalau ia berada di dalam dosa.

Dengan pemberian Taurat, manusia tahu bahwa ia sudah melanggar dan tidak mungkin melakukan keadilan, kebajikan, serta kesucian Allah. Ketiga aspek ini merupakan tujuan utama Tuhan memberikan Taurat. Beribu-ribu tahun manusia telah menyembelih binatang, mengalirkan darah mereka dan datang kepada Tuhan untuk memperkenan Tuhan, untuk meminta pengampunan dari-Nya.

Sebenarnya ini bukan manfaat yang sejati. Tetapi, ada sesuatu yang sudah disediakan oleh Allah dari kekal sampai kekal, yaitu Yesus Kristus turun ke dalam dunia, berdaging dan berdarah, supaya tubuh-Nya bisa dipaku di atas kayu salib. Korban bakaran dan korban penebusan dosa yang asli bukanlah lembu, atau domba, atau burung, atau binatang-binatang yang mengalirkan darah, karena sesungguhnya darah binatang tidak mempunyai kuasa apa pun untuk mengampuni dosa manusia.

Tetapi darah Yesus Kristus adalah satu-satunya cara di mana Tuhan mau mengampuni dosa. Itu sebabnya, ketika Yesus datang ke dalam dunia, Ia berkata, “Ya Allah. Aku datang untuk menjalankan kehendak-Mu; Ya Allah. Segala sesuatu tentang Aku sudah tertulis di dalam gulungan kitab-Mu.” Ini berarti seluruh Perjanjian Lama sudah menunjukkan suatu pengharapan akan rencana penebusan Allah untuk dunia ini di dalam Yesus Kristus. Itu sebabnya, Yesus berkata bahwa Ia datang untuk menggenapkan kehendak Allah.

Yesus datang dengan satu tujuan: menjalankan kehendak Allah! Ini merupakan suatu contoh, suatu keutuhan arti hidup bagi setiap orang yang hidup di dalam Kristus. Jikalau kita mengatakan: “Kita di dalam Kristus,” tetapi kita tidak meneladani Tuhan kita, itu adalah omong kosong! Jikalau kita mengatakan bahwa kita milik Kristus, tetapi kita tidak menjalankan apa yang dijalankan oleh Yesus, itu bohong! Gereja dan setiap orang Kristen, hendaklah kita bangun. Kita mau melihat teladan yang paling sempurna, teladan manusia sejati, di mana di dalam Dia Allah berkenan. Allah berkata: “Lihatlah Hamba-Ku yang Ku-pilih, yang Ku-perkenan.” Di dalam Dia terdapat perjalanan kehendak Allah.

Di sini kita melihat Tuhan Yesus telah mengambil keputusan bahwa seumur hidup berjalan di dalam kehendak Allah. Alangkah indahnya jika suatu hidup berada di dalam tangan Tuhan, bahkan berada di dalam rencana Tuhan. Bukan saja mnengetahui rencana Tuhan, tetapi melakukan segala sesuatu sesuai dengan rencana Tuhan. Hidup seperti itu tidak akan sia-sia dan lenyap. Dunia akan lenyap serta segala nafsu yang ada di dalamnya. Tetapi mereka yang menjalankan kehendak Allah, akan selama-lamanya berada di dalam kemuliaan Tuhan.

2. Memprioritaskan Kehendak Allah

Ketika Tuhan Yesus mengajarkan murid-murid-Nya berdoa, Ia memberikan suatu hal yang sedemikian penting, yaitu memprioritaskan kehendak Allah! “Bapa kami yang ada di sorga, dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu” adalah doa tentang Tuhan, kesucian nama-Nya dan Kerajaan-Nya, yang merupakan penyembahan akan Tuhan dan status Tuhan. Kemudian Tuhan Yesus langsung melanjutkan dengan: “Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.”

Ini merupakan keinginan Tuhan, suatu hasrat yang begitu diutamakan oleh Kristus. Kehendak Allah tidak mendapat rintangan di sorga, kehendak Allah tidak mendapatkan hambatan di sorga. Semua malaikat harus menjalankan kehendak Allah, dan mereka pasti mau menjalankan kehendak Allah. Tetapi kehendak Allah ketika berada di dalam dunia, telah dirintangi oleh manusia, oleh saudara dan saya, orang-orang berdosa yang selalu mengeraskan hati, yang mengutamakan apa yang tidak seharusnya diutamakan.

Kita menghambat, menolak, memperlambat, bahkan menghentikan pimpinan Tuhan. Jika setiap orang Kristen tidak menghambat pekerjaan Roh Kudus, jika setiap orang percaya tidak merintangi kehendak Tuhan, maka akan lebih banyak orang melihat kemuliaan Tuhan di dunia ini. Tetapi kehendak Tuhan justru dihambat di dunia ini, Oleh karena itu, Tuhan Yesus mengajar kita berdoa: “Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.”

Bukan hanya Kristus menjalankan kehendak Allah. Kristus juga mengajar murid-murid-Nya agar kita mempunyai keinghinan supaya kehendak Allah terlaksana.

3. Tidak Menjalankan Kehendak Sendiri

Tuhan Yesus di dalam seluruh tutur kata, tingkah laku dan perbuatan, sama sekali tidak mau melakukan kehendak-Nya sendiri.

Terkadang kita bertemu dengan seseorang, kita ingin mengatakan sesuatu karena kita jengkel sekali dengan dia. Tetapi, tahan dulu! Seorang Pendeta mengatakan: “Jika mau marah, cepat minum air, tetapi jangan di telan. Pada waktu mau marah ingat ada air di mulut. Lalu telan sedikit air itu. Setiap kali mau marah, telan sedikit lagi, sehingga masih tersisa di mulut. Maka setelah telan tiga kali, tidak jadi marah. Terkadang kita berbicara terlalu cepat sehingga merusak hubungan, merusak kehendak Allah.”

Perkataan-perkataan itu perlu ditahan! Jika Saudara dapat menahan perkataan-perkataan Saudara dua menit saja, maka hidup Saudara akan lebih indah. Jika hal-hal yang kecil saja tidak bisa tahan, maka hal yang besar akan kacau! Banyak hal yang besar justru dikacaukan oleh karena ketidak-tahanan kita terhadap hal-hal yang kecil. Peribahasa mengatakan: “Rencana atau siasat yang besar, dikacaukan hanya oleh karena tidak tahan pada hal-hal yang kecil;.”

Dalam Yohanes 12:48-49, Tuhan Yesus mengatakan: “Barangsiapa menolak Aku, dan tidak menerima perkataan-Ku, ia sudah ada hakimnya, yaitu firman yang telah Kukatakan, itulah yang akan menjadi hakimnya pada akhir zaman. Sebab Aku berkata-kata bukan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang mengutus Aku, Dialah yang memerintahkan Aku untuk mengatakan apa yang harus Aku katakan dan Aku sampaikan.” Mengapa demikian? Karena tidak ada satu pun perkataan yang keluar dari mulut Tuhan Yesus yang merupakan perkataan dari kehendak-Nya sendiri, tetapi semuanya adalah perkataan yang disaring oleh kehendak Allah.

Kristus memiliki kemauan yang total, yaitu menjalankan kehendak Allah. Kristus mengajar orang Kristen berdoa supaya kehendak Allah yang jadi. Dari perkataan-perkataan Kristus, tidak ada satu pun yang dikeluarkan berdasarkan kehendak sendiri. Juga kelakuan-Nya, tidak ada satu pun yang dilakukan berdasarkan kehendak sendiri. Demikian pula halnya pada waktu Yesus mengalami kesusahan, kepicikan, dan pada waktu seolah-olah Ia mengalami kegagalan.

4. Taat Di dalam Pergumulan

Hidup itu ada pasang surutnya. Tidak ada hari-hari yang terus terang-benderang. Kadang-kadang matahari bersinar, kadang-kadang berawan gelap. Kadang-kadang hujan deras. Kadang-kadang angin ribut datang. Jangan mengira hidup kita lancar terus. Siapkan payung sebelum hujan. Kadang-kadang melayani Tuhan lancar sekali, kadang-kadang pelayanan kita seperti tidak digubris, tidak ada respon yang baik.

Jangan mengikuti teologi Sukses atau teologi Kemakmuran, yang mengatakan, “Barangsiapa yang diberkati Tuhan dan yang mencintai Tuhan, hidupnya pasti beres dan lancar. Barangsiapa yang sakit dan celaka, pasti dikutuk oleh Tuhan.” Itu bukan ajaran Alkitab! Alkitab mengajarkan, sebagian orang-orang yang paling rohani justru mengalami kesulitan yang paling besar! Ayub bukan orang yang tidak takut akan Tuhan. Ia seorang yang penuh ketaatan kepada Tuhan, namun ia mengalami kesulitan. Jangan kita mengukur berkat-berkat Tuhan dengan kekayaan atau dengan kelancaran. Jangan kita mengukur pimpinan Tuhan hanya berdasarkan kesuksesan seseorang. Kiranya kita kembali kepada prinsip-prinsip Alkitab.

Yesus Kristus menyatakan suatu kontras yang luar biasa. Pada waktu Ia mengirim ke-70 murid untuk pergi mengabarkan Injil. Ia membagi mereka dan setiap kelompok berisi dua orang, pergi mengelilingi kota dan desa. Seperti seorang rektor mengutus mahasiswa-mahasiswa teologinya untuk pergi ke desa-desa, ke kampung-kampung, untuk mengabarkan Injil. Lalu Yesus sendiri juga pergi seorang diri mengabarkan Injil.

Ada pemimpin yang menyuruh anak buahnya pergi, namun ia sendiri tidur. Tuhan Yesus tidak demikian, Ia bukan seorang yang pintar mengatur dan pintar bicara saja, tetapi Ia sendiri juga menjalankan. Hal ini sengaja dicatat dalam Alkitab. Ke-70 orang itu sukses, Yesus tidak!

Bagaimana dengan kita? Kalau murid kita sukses, tetapi kita gagal; semua murid sukses, gurunya yang tidak berhasil, secara manusia, hal ini memalukan sekali.

Ketika para murid kembali, mereka melaporkan: “O, Yesus, demi nama-Mu, setan telah kami injak-injak, penyakit-penyakit telah kami usir, setan takluk di bawah nama-Mu.” Mereka senang, “Puji Tuhan, setan kalah! Puji Tuhan, kesembuhan! Puji Tuhan, mujizat terjadi! Puji Tuhan, orang sakit disembuhkan!” Apakah waktu mendengar itu Yesus senang dan bertanya, “Siapa yang paling banyak menyembuhkan? Siapa yang paling banyak mengusir setan? Ia akan mendapat ijazah yang lebih tinggi.”

Respon Tuhan Yesus tidak demikian. Ia memberikan respons yang luar biasa stabilnya. Ia mengatakan: “Jangan bersukacita karena roh-roh itu takluk kepadamu, tetapi bersukacitalah karena namamu ada terdaftar di sorga.” Keseimbangan inilah yang kita perlukan di dalam Kekristenan.

Orang Kristen terlalu cepat dijerat di dalam suasana fenomena. Kelihatannya sukses, hebat dan dalam suasana kemenangan, tetapi tidak melihat apa yang bocor. Di dalam kemenangan-kemenangan kita, jikalau ada sesuatu yang bocor, dan prinsip-prinsip dikompromikan, di situ kestabilan kita mulai hilang. Gereja gagal bukan karena gereja tidak mempunyai bakat. Gereja gagal bukan karena gereja tidak mempunyai talenta atau karunia. Gereja gagal justru karena karunia-karunia itu berfungsi, tetapi lupa taat kepada Tuhan!

Gereja di Korintus adalah gereja yang paling bertumbuh dan berkembang, namun justru adalah juga gereja yang paling banyak persoalan. Sehingga Paulus menulis kepada mereka, harus beres, harus tertib, agar ada kestabilan di antara mereka. Di gereja Korintus, karunia-karunia dan bakat-bakat apa pun ada, tetapi keadaan di sana justru kacau balau. Paulus menulis tentang karunia lidah hanya pada satu buku, hanya kepada satu gereja. Apa sebabnya? Gereja yang mempunyai karunia lidah itu justru tidak beres dan kacau balau!

Bukan maksud Paulus agar surat 1 Korintus dipakai untuk pengobaran gerakan berbahasa lidah dan penerjemahan bahasa lidah. Justru kehendak Paulus dalam menulis surat 1 Korintus adalah untuk membatasi dan menghentikan kekacauan yang ditimbulkan oleh karunia-karunia itu.

Alkitab berkata dengan jelas bahwa di dalam kehendak Tuhan, Ia mau kita berjalan menurut pimpinan-Nya dan tidak mengkompromikan segala prinsip yang penting dengan kesuksesan yang hanya menjadi fenomena saja. The essence ia more important than the phenomena. Pada waktu kita melihat gereja pada zaman ini, kelihatannya meriah, sukses dan berkembang, tetapi perkembangan-perkembangannya hanya secara fenomena. Kita tidak tahu berapa banyak prinsip yang sudah dikorbankan. Itu sebabnya kita harus kembali kepada Alkitab.

Alkitab mengatakan bahwa Yesus tidak tertarik dengan kalimat: “O, Yesus, karena nama-Mu setan takluk. O Yesus, oleh karena nama-Mu banyakp penyakit disembuhkan. Karena nama-Mu kami sudah mengadakan mujizat dan tanda ajaib.” Yesus diam dan kemudian berkata kepada mereka, “Jangan bersukacita karena hal-hal itu terjadi, tetapi bersukacitalah karena namamu ada tercatat di sorga.”

Saya mempunyai pengalaman seperti ini. Pada umur 21 tahun, saya untuk pertama kalimya memimpin kebaktian kebangunan rohani. Penuh sesak. Banyak orang bertobat. Yang berkhotbah umur 21 tahun, yang mendengar ada yang berumur 50 tahun, 60 tahun. Mereka begitu kagum. Ketika berjabatan tangan dengan mereka di pintu gereja, seorang berkata, “Puji Tuhan! Sudah 30 tahun saya tidak mendengar khotbah yang begitu baik.” Saya baru berumur 21 tahun, tetapi ia sudah 30 tahun tidak mendengar khotbah yang baik. Orang yang lain berkata, ”Setelah zaman John Sung, tidak ada lagi yang berkhotbah dengan kuasa seperti ini.”

Untuk seorang yang berumur 21 tahun, mendengar hal seperti itu, hati rasanya seperti minum es krim. Saya berumur 21, tetapi sudah seperti itu. Saya merasa hebat. Sekalipun mulut berkata, “Jangan begitu.” Tetapi hati berkata, “Puji Tuhan! Umur 21 sudah sukses.” Malam itu ketika saya berlutut di hadapan Tuhan, Tuhan menggerakkan hati saya. Persis seperti apa yang Tuhan katakan kepada murid-murid-Nya, Jangan kira kau sukses. Jangan kira kau hebat. Kalau engkau mencuri kemuliaan-Ku, dan tidak mengembalikan kepada-Ku, Aku akan membuang engkau dan engkau akan menjadi garam yang tidak ada rasanya lagi.” Saya berlutut dan menangis, “Tuhan, beri kekuatan kepadaku. Pelihara saya seumur hidup di dalam kerendahan hati, taat kepada-Mu dan tidak menjadi senang karena dipuji orang.”

Sejak saat itu hingga sekarang, sudah berlalu 30 tahun lebih. Pujian banyak sekali. Kalau saya hendak mencari pujian, itu mudah. Tetapi saya sudah mati terhadap pujian. Dipuji bagaimanapun, saya tidak akan menggubris, saya tidak akan menjadi lebih percaya diri. Atau kalau tidak dipuji orang, saya menjadi menghina diri. Tidak! Karena saya sudah mati dengan Kristus, maka pujian orang adalah soal kecil. Yang penting, besok di “sana” Dia memuji saya atau tidak. Kalau di bumi ini dipuji banyak orang, tetapi akhirnya sampai di sorga Tuhan tidak memuji, itu tidak ada artinya. Tetapi, jika di dunia ini kita menjalankan kehendak Tuhan, meskipun orang tidak senang, sampai di sana Tuhan memuji, itulah berkat yang lebih besar. Belajarlah untuk tidak melihat muka orang, tetapi harus melihat muka Tuhan, karena Dia jauh lebih penting dari manusia.

 

SUMBER :
Nama Buku : Mengetahui Kehendak Allah
Sub Judul : Bab XIII : Penggenapan Kehendak Allah
Penulis : Pdt. DR. Stephen Tong
Penerbit : Momentum, 2010
Halaman : 199 – 215