God and Man

Apakah yang Allah taruh dalam diri manusia sehingga manusia itu disebut sebagai makhluk beragama? Di dalam diri manusia sebagai makhluk yang beragama terdapat:

1. Sifat Kekekalan.

Waktu menciptakan benda-benda dan hewan, Allah cukup mengeluarkan firman-Nya. Tetapi ketika menciptakan manusia, Allah menghembuskan nafas-Nya sendiri. Dengan karya-Nya sendiri, Allah menjadikan manusia, bahan pertama pembentuk manusia adalah bahan materi. Bahan kedua adalah bahan sifat agama. Bahan pertama adalah badan dari benda, bahan kedua adalah jiwa atau roh yang berpeta teladan Allah.

Doktrin trikotomi berpendapat bahwa binatang mempunyai jiwa, tetapi tidak mempunyai roh. Sedangkan manusia mempunyai tubuh, jiwa dan roh. Ini terdengar indah. Tetapi sebenarnya di dalam Pengkhotbah, istilah “roh” juga dipergunakan untuk binatang. Pemakaian istilah “jiwa” dan “roh” dalam Alkitab, kadang-kadang dapat dipertukarklan (interchangeable). Pengkhotbah 3:21 mengatakan: “Siapakah yang mengetahui, apakah nafas (Ibrani: ruah=roh) manusia naik ke atas dan nafas (ruah=roh) binatang turun ke bawah bumi?”

Manusia mempunyai jiwa sebagaimana binatang mempunyai nyawa. Baik jiwa, nyawa atau roh semuanya bersifat spiritual atau rohaniah. Beda antara jiwa manusia dengan jiwa binatang adalah: Jiwa binatang adalah jiwa yang tidak mungkin bereaksi kepada wahyu Allah, tetapi jiwa manusia adalah jiwa yang bisa bereaksi kepada wahyu Allah! Jadi, yang membedakan jiwa manusia dan jiwa binatang, bukanlah karena binatang hanya mempunayi jiwa tetapi tidak mempunyai roh. Manusia mempunyai baik jiwa dan roh, tetapi peta dan teladan Allah yang ada di dalam diri manusialah yang tidak dimiliki binatang. Jiwa binatang dan jiwa manusia sama-sama bersifat rohaniah, tetapi jiwa binatang tidak tidak dicipta menurut peta teladan Allah seperti yang dimiliki manusia. Di dalam jiwa binatang tidak ada unsur-unsur agama, dan sifat agama yang pertama dan paling penting dalam diri manusia adalah sifat kekekalan.

Soren Abye Kierkegaard, filsuf abad ke-19 dari Denmark mengatakan bahwa jikalau orang Kristen hidup hanya sementara di dalam dunia ini saja tanpa kehidupan kekal, orang Kristen jadi lebih kasihan daripada mereka yang tidak mengenal Allah. Biarlah pengharapan kita ditujukan kepada hal kekekalan dan bukan hanya di dalam dunia ini yang sementara. Dalam dunia yang sementara ini kita harus hidup baik-baik, tetapi dunia ini bukan tujuan terakhir, dan dunia ini bukan satu rumah yang kekal bagi kita. Dunia adalah tempat di mana kita melewati hidup selama beberapa puluh tahun dan setelah itu kita menuju kepada kekekalan yang bibitnya sudah kita miliki dalam diri kita masing-masing.

Menjadi manusia yang utuh, yang mempunyai tanggung jawab yang tuntas dan menyeluruh adalah manusia yang memiliki konsep bahwa hidup bukan hanya di dunia ini, tetapi sampai kekekalan! Dengan menggabungkan pengertian akan hidup di dunia dan hidup setelah hidup di dunia, barulah kita akan mengerti siapakah diri kita.

Dengan adanya sifat kekekalan dalam diri manusia. Tidaklah mengherankan jika agama-agama timbul dan sistem-sistem agama dibuat oleh manusia. Agama-agama merupakan suatu konklusi setelah manusia memikirkan, merenungkan, menghayati dan akhirnya mengumpulkan seluruh pengalaman di dalam bereaksi kepada Allah.

Orang Kristen tetap tidak boleh melupakan hidup yang sekarang ini atau hidup di dunia ini. Orang yang tidak memikirkan hidup di dunia ini, tak pernah bekerja dengan beres. Tetapi, jikalau seseorang hanya memikirkan hidup yang di dunia saja tanpa memikirkan hidup yang kekal, ia tidak pernah memiliki iman yang sungguh kepada Tuhan. Tuhan ingin agar kita memiliki hidup yang seimbang di antara dua dunia yang berbeda ini.

Filsafat eksistensialis mengajarkan supaya manusia memegang sekejap apa yang bisa kita pegang pada waktu ini, tidak perlu mempedulikan waktu yang lain. Dengan kebebasan yang mutlak manusia menguasai diri, mempergunakan diri, dan hidup di dalam momen yang sekarang ini. Inilah ekstistensialis. Ini adalah satu hal yang sangat penting, tetapi bagaimana kita mengenal makna kesementaraan? Bagaimana kita mengerti makna dari momen yang sekarang ada pada kita? Keadaan relativitas yang bersifat saling mempengaruhi, dari yang sementara menembus kepada kekekalan dan dari kekekalan melihat kepada yang sementara itu harus kita miliki sebagai seorang Kristen. Jika kedua hal ini menjadi interaksi mutual yang seimbang dalam diri kita, maka kita akan menjadi manusia yang kuat.

Jadi pada waktu mengerjakan sesuatu, kita pun memikirkan hubungan dan pengaruhnya dalam kekekalan, bukan hanya memikirkan menyelamatkan pekerjaan untuk kesementaraan. Dengan pemikiran demikian, kita tidak akan menjadi orang yang sembarangan dalam mengambil keputusan. Sebaliknya, dari sudut pandang kekekalan kita pun dapat melihat dan menetapkan hal yang penting yang harus kita utamakan.

Begitu banyak hal yang tidak bernilai kekal, tetapi justru kita kerjakan dengan amat sibuknya. Pada akhirnya kita membuang lebih dari 90% tenaga, talenta dan waktu yang Tuhan berikan kepada kita untuk hal-hal yang tidak bernilai. Kita harus mempunyai penilaian yang sesuai atas apa yang kita kerjakan dalam dunia sementara dan menyeimbangkannya dengan rencana Allah yang kekal. Karena dengan kehendak Allah-lah, manusia diciptakan sebagai makhluk beragama.

Keseimbangan antara konsep kekekalan dan kesementaraan dan kesementaraan ini sangat mempengaruhi cara hidup kita! Jika kita berharap dan menganggap bahwa hanya hidup di sorga yang paling penting dan hidup di dunia ini tidak penting. Orang-orang yang memegang konsep hidup seperti itu, selalu memikirkan akan kedatangan Yesus yang kedua kali dalam pengertian yang salah. Karena Yesus akan datang, maka mereka menyangkal bahwa hidup di dunia boleh sembarangan.

Ada ajaran yang menggembar-gemborkan kedatangan Kristus pada bulan Oktober 1992. Faktanya, Tuhan Yesus tidak datang bukan Oktrober 1992. Ajaran itu sesat dan kita harus meneguhkan ajaran yang benar.

Kalau Yesus segera datang, mengapa kita wajib bekerja mati-matian di dl dalam dunia ini? Untuk apakah? Bolehkah kita hidup tanpa mempedulikan kewajiban hidup di dunia karena Yesus segera datang? Agustinus berkata: “Walaupun Yesus Kristus datang besok, hari ini saya tetap akan menanam padi, meskipun besok belum tumbuh.”

Padi yang ditanam hari ini akan menghasilkan panen beberapa bukan selanjutnya. Tetapi padi harus tetap ditanam, karena itu adalah tugas hidup manusia! Pemikiran semacam itu sudah mencapai keseimbangan antara hidup ini dengan hidup yang akan datang.

Kebudayaan dan agama di daerah tertentu, menandakan bahwa hidup di dunia ini kosong dan tidak berarti, akhirnya mempunyai pengikut yang hidup sembarangan. Orang semacam ini tidak pernah mempunyai satu sumbangsih faktual bagi perkembangan dunia dan masyarakat. Sebaliknya, orang yang hanya mementingkan dunia ini dan tidak percaya dunia sana, berpikir bahwa diri merekalah yang paling bersumbangsih bagi dunia. Komunisme yang mempunyai konsep seperti itu akhirnya gagal total. Agama bukanlah soal kecil.

Jangan menganggap bahwa dunia sudah modern, tidak memerlukan agama. Sikap reaksi kepada Allah di dalam sifat agama menentukan dalam hidup pribadi maupun hidup seluruh umat manusia. Bahagia atau bahaya ditentukan oleh agama.

Karena sifat kekekalan itu ada dalam diri manusia, maka manusia memikirkan tentang hidup sesudah mati. Pada waktu kita melihat diri yang semakin tua, kita sangat tidak rela. Pada waktu meihat anak-anak kita dalam proses pertumbuhan, kita kadang memikirkan arti hidup. Kita tidak mau hidup yang hanya untuk melewati beberapa puluh tahun saja tanpa memberikan arti. Dengan memikirkan arti hidup, kita memikirkan untuk memberikan pengaruh terhadap generasi-generasi selanjutnya, dengan jasa kita atau tulisan-tulisan kita.

Reaksi sifat agama di dalam efek kekekalan dimanifestasikan dalam syair-syair yang digubah oleh pujangga-pujangga kelas dunia seperti Shakespeare, John Milton, Radhakrishnan, Lie Pai, Homer, Robert Browning adalah contoh di mana manusia berusaha agar karyanya tidak digeser oleh zaman. Manusia ingin menjadi satu contoh yang dipuji oleh generasai selanjutnya; manusia ingin memberikan sesuatu yang tidak dilupakan oleh manusia. Semua ini merupakan satu reaksi sifat agama di dalam aspek kekekalan. Orang Tionghoa menegakkan hal ini di dalam tiga aspek.

  1. Menegakkan teori yang tidak bisa digeser. Ini dapat kita lihat dalam hidup orang-orang seperti Adam Smith, Karl Marx, Robert Malthus, yang mempunyai teori-teori yang sampai sekarang masih diejek atau masih diterima. Diejek atau diterima membuktikan bahwa teori-teori mereka tidak digeser oleh zaman. Menegakkan teori, baik dalam filsafat, politik, sosial ataupun ekonomi adalah untuk mempengaruhi hidup selanjutnya. Ini disebut nilai yang melampaui waktu, bersifat kekekalan.
  2. Menegakkan Jasa. Kita masih ingat akan jasa besar dari orang-orang agung di dalam dunia. Meskipun orang-orang seperti ini belum tentu mempunyai teori yang kuat, tetapi apa yang sudah mereka kerjakan dan gumulkan, mempengaruhi ingatan manusia seterusnya.
  3. Mendirikan Contoh Hidup yang Bermoral Tinggi. Banyak sekali ibu-ibu yang waktunya banyak disita oleh pekerjaan-pekerjaan di rumah seperti mencuci piring, menggendong anak dan tidak bisa berkarier seperti pria, tetapi bisa menjadi manusia yang contoh hidup dan moralnya bisa mempengaruhi ratusan zaman. Ibu Agustinus yang bernama Monica, tidak mempunyai teori ataupun membangun jasa. Tetapi dia hidup beribadat dan mencintai anak dengan berdoa bagi anaknya yang hidup seksnya tidak karuan-karuan. Dengan moral ibunya yang tinggi, Agustinus akhirnya berubah dan bisa mempengharuhi hidup berpuluh-puluh generasi. Monica sudah menegakkan hidup moralitas yang berpengaruh.

2. Sifat Etika dan Moral.

Apa yang kita kerjakan dan perbuat adalah satu reaksi kita terhadap Tuhan, di dalam kewajiban moral. Orang yang menolak suap adalah orang yang sadar bahwa dirinya makhluk beragama yang harus bertanggung jawab kepada Tuhan dalam moralitas. Zaman ini adalah zaman yang memperilah keuntungan dan menganiaya moral yang benar. Begitu banyak orang yang lupa bahwa dirinya manusia di saat mengalami keuntungan. Kalau ada keuntungan, orang Kristen sering lupa bahwa dirinya orang beriman, lupa bahwa dirinya orang Kristen dan lupa bahwa dia hidup di hadapan Allah dan bertanggung jawab kepada manusia lain.

Immanuel Kant menyebut hati nurani sebagai categorical imperative atau perintah yang tertinggi. Suara hati nurani itu keras. Kita semua pernah mengalami ada suara hati di dalam yang lebih keras suaranya daripada suara di luar. Orang yang hendak berbuat dosa, akan berdebar-debar hatinya. Bukan karena orang lain tahu, tetapi karena Tuhan menciptakan kita sebagai makhluk beragama.

Moralitas merupakan satu suara yang mengetuk pintu hati kita sehingga waktu kita akan mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu atau memikirkan tentang yang boleh dan yang tidak boleh, ada satu suara. Tetapi, suara itu sering kita tekan. Suara hati nurani sering ditekan dan ditindas, pada akhirnya membuat kita makin berani berbuat dosa, menghambakan diri menjadi alat setan dan menganggap suara Tuhan sebagai omong kosong.

Makin kita meremehkan agama dan menyombongkan diri sebagai manusia yang matang, dewasa dan modern, maka kita cenderung mengalihkan diri dari manusia yang beragama menjadi manusia yang tidak beragama. Waktu manusia sudah tidak lagi memegang unsur yang asasi dalam hidupnya yaitu agama, maka manusia akan hidup bagai binatang yang berpakaian.

Kalimat-kalimat dari setan yang membujuk orang beriman untuk berbuat dosa, seringkali mencairkan ketegasan kita untuk taat kepada suara categorical imperative itu. Tetapi puji Tuhan, karena karya Roh Kudus menolong, membenahi, menyucikan dan menormalisasi pikiran hati, sehingga hati nurani kita bersuara sesuai dengan suara Roh Kudus. Ini adalah pimpinan Roh, sehingga kita yang patuh kepada-Nya disebut sebagai anak-anak Allah.

Roma 8:14,16 mengatakan bahwa setiap orang yang dipimpin oleh Roh Kudus adalah anak-anak Allah dan Roh Allah bersama-sama dengan roh kita bersaksi bahwa kita adalah anak-anak Allah. Waktu Roh Kudus memimpin roh kita, barulah hati nurani kita dapat berbicara secara jujur dan benar, tidak menyeleweng dari kehendak Tuhan.

Janganlah bermain-main dengan diri. Biarlah hati dan suara kewajiban moral yang Tuhan taruh dalam hati kita dibawa kepada arah yang Roh Kudus pimpin menurut standar kebenaran firman Tuhan, sehingga kita hidup sebagai manusia yang bertanggung jawab kepada Tuhan.

3. Sifat Ibadat.

Manusia tidak mungkin tidak beribadat, manusia tidak mungkin tidak bereaksi kepada Allah sebagai Dirinya dari nilai itu sendiri. Apa sebab seorang remaja merasa sulit dikendalikan oleh orang tuanya?

Usia 13-16 tahun adalah satu masa di mana seseorang akan menjadikan orang lain sebagai pahlawan atau menjadikan diri sendiri sebagai pahlawan. Waktu-waktu itu adalah satu krisis yang penting. Jika pada usia sedemikian tidak ada satu kekuatan yang membawa remaja menuju kepada Pahlawan yang betul-betul, maka remaja akan menjadikan dirinya sebagai pahlawan. Pada saat-saat tertentu, pria-pria yang bijaksana dan orang-orang yang bakatnya luar biasa mungkin sekali akan menyeleweng.

Statistik memberikan satu pelajaran bagi kita yaitu: Orang cenderung lebih mudah menerima Yesus Kristus pada usia 9-10 tahun, lalu berhenti satu tahun pada usia 11 tahun. Usia 12-13 tahun, orang cenderung lebih mudah menerima Tuhan Yesus Kristus, lalu pada usia 14 tahun berhenti satu tahun. Usia 15-16, orang cenderung (walaupun prosentasenya lebih sedikit dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya) menerima Yesus Kristus dan pada usia 17 tahun berhenti lagi satu tahun. Pada usia 18-19 tahun orang mulai cenderung lebih mudah menerima Tuhan Yesus dan sesudah itu mulai sulit menerima Yesus.

Barangsiapa menerima Yesus pada usia lebih dari 20 tahun, ia sudah menerima sesuatu berkat yang luar biasa. Apalagi mereka yang masih bisa menerima Tuhan pada usia 40 atau 50 tahun. Orang-orang yang beranjak tua selalu merasa bahwa apa yang sudah mereka pikirkan selalu benar. Orang-orang yang masih muda, tidak terlalu berani memutlakkan dirinya.

Pada usia 14 tahun, ada kesulitan orang menerima Yesus. Pada masa itu anak-anak remaja suka mengidolakan pahlawannya, maka remaja akan takluk mati-matian kepada pahlawannya itu. Tetapi jika tidak ada yang bisa menjadi pahlawannya, maka dia sendiri akan menjadikan dirinya sebagai pahlawan dan dia mau orang lain takluk kepadanya.

Menghormati pahlawan merupakan satu distorsi dari reaksi manusia yang mempunyai sifat beribadat kepada Allah. Allah adalah Pahlawan Yang Tertinggi. Allah adalah Allah yang patut kita sembah sujud. Pada waktru manusia tidak memper-Allah-kan Allah, dengan sendirinya mereka akan mencari idola untuk menempati posisi sebagai Allah. Pahlawan yang asli dari tujuan manusia beribadah yaitu Allah. Kita menghargai, menghormati, mengapresiasi, kagum, mempelajari, taat, takluk, terpesona dan akhirnya menyembah sujud kepada Nilai Yang Tertinggi yaitu Tuhan Allah. Jika Saudara manusia, maka Saudara adalah manusia yang mempunyai kekekalan, moral dan ibadat.

DISTORSI DALAM AGAMA

Ketiga hal ini tidak terlepas dari seluruh hidup kita. Ketiga aspek ini terus berubah corak dalam menyatakan reaksinya kepada Allah pada setiap fase kehidupan kita, baik itu pada masa kecil, remaja, dewasa, sampai tua. Distorsi sifat moral dapat kita lihat dari kekaguman manusia kepada ayahnya, ibunya, pacarnya sampai akhirnya kepada orang lain yang dianggap paling hebat, yang cenderung disembah sujud dan menggantikan posisi Allah yang sebenarnya disembah.

Apakah kehendak Tuhan di dalam sifat agama yang diberitakan-Nya kepada kita? Allah menghendaki Saudara, yang bersifat agama mencari Dia! Ayub mengatakan: “Ah, semoga aku tahu mendapatkan Dia dan boleh datang ke tempat Dia bersemayam.” Kisah Para Rasul; 17:26b-27 mengatakan: “Ia telah menentukan musim-musim bagi mereka dan batas-batas kediaman mereka, supaya mereka mencari Dia dan mudah-mudahan menjamah dan menemukan Dia, walaupun Ia tidak jauh dari kita masing-masing.” Heran sekali bahwa setelah kitab suci mengatakan bahwa Allah menghendaki setiap orang mencari Dia, ternyata kitab suci juga mengatakan bahwa pada waktu Allah melihat dari atas kepada manusia, tidak ada seorang pun yang mencari Dia (Roma 3:10-12).

Sifat agama yang diberikan sebagai potensi di dalam diri manusia, dinilai sudah gagal total dijalankan di hadapan Allah. Di tengah-tengah kedua hal ini, yaitu antara kehendak Allah yang menghendaki orang mencari Dia dan kegagalan manusia, apakah yang terjadi? Bagaimana Tuhan melihat kepada manusia yang mempunyai sifat agama, tetapi tidak ada seorang pun yang mencari Dia? Sifat agama memang dimiliki manusia, tetapi agama ada dalam kegagalan. Kalau agama tidak berada dalam kegagalan, maka tidak ada seorang pun yang akan mengajukan keberatan kepada pemuka-pemuka agama dan orang-orang yang melayani agama.

Kita harus mencari jawaban akan kritikan-kritikan dan penilaian yang datang kepada gereja. Terjun ke dalam hal ini dan membuat satu kemunghkinan bagi kaum intelektual yang bereaksi terhadap sifat keagamaan untuk menemukan Tuhan, dan mendapatkan jawaban atas hidup manusia harus kita usahakan. Agama sudah gagal. Kalau agama-agama tidak gagal, Yesus tidak perlu datang ke dalam dunia.

Apakah dengan kedatangan Yesus, lalu agama Kristen yang didirikan-Nya menjadi satu-satunya agama yang tidak gagal? Apakah agama Kristen didirikan menjadi agama yang lebih baik dari agama yang lain? Dari aspek-aspek tertentu tidaklah demikian.

Tetapi, Yesus Kristus datang bukan untuk mendirikan agama! Yesus Kristus datang memberikan keselamatan. Jika gereja hanya berada di dalam aspek agama dan tidak berada di dalam aspek keselamatan dan kuasa baru dalam hidup yang diberikan oleh Tuhan, maka gereja akan gagal seperti agama-agama. Kita boleh memakai jubah yang paling suci, pakaian kebesaran yang paling hormat, upacara keagamaan yang paling menakjubkan, tetapi dibalik semuanya itu, mungkin tertimbun dosa-dosa, segala macam kejahatan, dan manusia menipu dirinya sendiri dengan meyakinkan bahwa dirinya sudah beragama,

Kita harus mempertanggungjawabkan ketiga hal berikut:

  1. Kekekalan kita memerlukan arah yang benar.
  2. Moral kita memerlukan standar yang benar.
  3. Ibadat kita memerlukan obyek ibadat yang benar.

Jika ketiga hal ini sudah benar, maka sifat agama kita tidak akan gagal. Jikalau kita mengetahui agama semata-mata, tanpa mempunyai keselamatan dalam Kristus, maka kita sedang ikut di dalam arus yang gelap. Pada waktu Tuhan mencari orang yang menjalankan kehendak-Nya, Dia tidak hanya mencari orang yang ada di luar umat beragama, tetapi juga mencari orang yang ada didalamnya. Mari kita menjadi manusia yang mengenal kehendak Allah dari sifat asasi manusia sebagai makhluk yang beragama, men as religious being.

Tetapi kita harus mengingat pula bahwareligion is corruptible until man regenerated by The Spirit of Jesus Christ.” Roh Yesus Kristus mengubah, memperanakkan dan membawa kita kepada arah yang benar sampai hidup yang kekal. Moral dengan standar yang benar mengakibatklan kita hidup seperti Kristus. Ibadat dengan obyek ibadat yang benar yaitu menyembah Allah di dalam Yesus Kristus melalui Roh Kudus menjadikan kita berjalan di dalam kehendak Allah.

Amin.
Sumber:
Nama Buku : Mengetahui Kehendak Allah
Sub Judul : Bab VI : Kehendak Allah Dalam Kebudayaan
Penulis : Pdt. DR. Stephen Tong
Penerbit : Momentum, 2010
Halaman : 83 – 100
https://www.facebook.com/Sola-Scriptura-354987984549661/