Hati Yang Penuh Kekuatiran
Kalau kamu sendiri dalam keadaan yang begitu minim, apakah kamu masih mau memberikan persembahan? Hari ini kamu mempunyai begitu banyak uang dan masih kuatir besok tua miskin. Itu adalah dosa kelebihan yang belum pernah Kamu usir dari rumahmu. Tuhan yang kelihatan kejam, berkata kepada janda itu untuk memberikan Elia makan. Janda itu taat, mengambil minyak, tepung dan membuat makanan untuk Elia, dan berkata, “Sesudah ini, saya dan anak saya akan mati.” Tuhan kelihatan kejam, bukan? Tetapi setelah memberi makan Elia, mau mati, ketika melihat botol kosong itu, ternyata botol itu tidak kosong, masih ada lagi minyak. Kadang-kadang Tuhan mau Kamu habis-habisan baru menambah sesuatu kepadamu. Tuhan tidak melihat gudangmu penuh, atau depositmu begitu banyak angka nol, lalu Tuhan menambah imanmu. Tidak. Kadang-kadang Tuhan kelihatan kejam. Itu karena kita tidak mengerti cara Tuhan.
Yesus berkata jangan kuatir akan apa yang kamu makan, minum, pakai. Berimanlah, hai kamu yang kecil imannya. Maka kita mendapatkan suatu dalil; Di mana kekuatiran bertambah, di situ iman berkurang. Di mana iman berkurang, disitu kekuatiran bertambah. Sebaliknya, dimana kekuatiran berkurang, disitu iman bertambah. Ketika kita kuatir, Tuhan menggeleng-gelengkan kepala dan bertanya, benarkah kamu percaya kepada-Ku? Benarkah kamu menyerahkan hidupmu kepada-Ku? Benarkah kamu tahu Aku mahakuasa? Mengapa Aku terus dicurigai tidak bisa memeliharamu? Jikalau kita setia, jujur, rajin, tekun, dan menjalankan tugas kita sebagai manusia, Tuhan tidak mungkin membuang kita. Tuhan tidak mungkin membiarkan kita.
Beberapa kali ketika saya mengatakan saya akan berhenti dari sebuah pelayanan, saya telah mengetahui kehendak Tuhan dengan jelas. Seumur hidup hanya dua kali saya mengatakan saya undur diri dari sebuah pelayanan. Kalau saya sudah katakan, pasti akan saya jalankan. Saya tidak setuju dengan hamba Tuhan yang sembarangan berkata akan mundur tapi tidak jadi. Orang demikian tidak akan dapat memiliki kuasa dalam khotbah di mimbar karena sembarangan bicara. Ketika saya berkata saya akan mundur dari sebuah gereja satu tahun di depan, majelis datang ke rumah saya agar saya berubah pikiran. Tapi saya tidak berubah pikiran karena saya tahu pimpinan Tuhan dengan jelas. Tahun depan bulan ini hari ini. Ada 1 tahun untuk kita berdoa supaya Tuhan kirim orang melayani mengganti saya. Tidak lama kemudian saya berkata, bulan depan tahun depan saya akan tinggalkan SAAT, dan saya tahu kehendak Tuhan. Saya tidak akan memulai satu hal dengan sembarangan, tapi akan sampai matang betul-betul mengetahui pimpinan Tuhan. Saya tidak akan memindahkan satu langkahpun kecuali pimpinan Tuhan jelas di dalam diri saya. Mereka menahan saya, tapi karena kehendak Tuhan. Saya hampir tidak pernah memutuskan sesuatu sembarangan, itu sebabnya saya hampir tidak pernah menyesal sebagai hamba Tuhan. Saya meninggalkan Surabaya, kemudian meninggalkan Malang, datang ke Jakarta tanpa uang, dan dengan tidak tahu akan tinggal di mana. Dengan iman, dan bersama Tuhan, saya tidak kuatir. Yang menjadi istri saya perlu ketaatan dan iman yang cukup juga.
Yesus berkata, jangan kuatir akan apa yang kamu makan, minum, pakai. Bukankah Bapamu yang di sorga yang memelihara burung, bunga, rumput, juga memelihara kamu? Bukankah hidupmu jauh lebih bernilai daripada segala sesuatu itu? Masakan Bapamu meninggalkan kamu? Yesus berkata, carilah Kerajaan Allah dan Kebenaran-Nya terlebih dahulu, yang kamu butuhkan akan ditambahkan (bukan diberikan) kepadamu. Kalau kamu mencari Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, maka Tuhan akan menambah yang kamu perlukan lebih dari sekedar cukup saja. Saya melihat dengan mata saya sendiri, orang yang sungguh-sungguh ikut, taat, dan percaya Tuhan, bukan saja diberikan cukup, tapi juga diberikan lebih, karena Tuhan tidak buta. Tuhan bukan Tuhan yang melupakan anak-anakNya. Dia menepati janji, Dia tidak pernah merugikan manusia yang sungguh-sungguh mencintai-Nya.
Jika Tuhan melatih, itu adalah kasus khusus. Pada saat semua anak Ayub diambil jiwanya oleh Tuhan, diizinkan terbunuh mati semua pada satu hari bersamaan dengan semua hewan yang dimiliki Ayub, maka itu adalah kasus khusus yang sangat jarang terjadi dalam sejarah. Itu membuktikan bahwa Tuhan kadang melakukan hal yang melampaui hikmat manusia, tetapi Dia tetap tidak bersalah. Di situ iman menyanyi di dalam malam yang gelap. Iman memuji di dalam latihan ujian yang sangat sengit. Faith sings in the darkest night, my Lord is merciful, my Lord is good. Akhirnya Tuhan memberikan dua kali lipat dari apa yang pernah diambil, karena Tuhan tidak membuang manusia.
Belajar untuk tidak kuatir itu tidak mudah. Orang yang kuatir tidak mau mengaku bahwa mereka kuatir. Mereka berdalih, “Saya banyak berfikir.” Orang yang takut selalu tidak mengaku takut, hanya mengaku mereka berbijaksana. Peribahasa Tionghoa berkata, “bu pa yi wan, zhi pa wan yi” yang artinya saya tidak takut sepuluh ribu, hanya takut di dalam sepuluh ribu terjadi satu kali. Waktu pesawat China Airlines meledak, orang bertanya kepada saya, apakah saya masih mau memakai China Airlines? Masih. Kalau sudah meledak, berarti dalam beberapa tahun lagi pasti tidak meledak, itu pikiran saya. Tidak ada yang hari ini meledak, besok meledak, setiap hari meledak. Kalau hari ini China Airlines meledak, besok yang meledak mungkin United Airlines, bukan China Airlines. Bali meledak, semua tidak pergi ke Bali. Setelah meledak, cepat pergi karena murah. Orang yang habis meledakkan tidak mungkin hari kedua bulan kedua di situ lagi, dia pasti pindah tempat. Kalau kamu berkata. “Saya dicopet di Grogol.” Besok pergi lagi, karena pencopetnya besok tidak beraksi di Grogol tapi pindah ke Pondok Indah. Lusa ke Medan.
Kuatir Vs Cemas
Kita terlalu kuatir. Tapi yang kita kuatirkan sering kali tidak terjadi. Yang rugi ialah kita sendiri kalau kita terus diikat oleh kekuatiran. Sebenarnya kekuatiran dibagi menjadi dua jenis yang utama : worry (kekuatiran) dan anxiety (kecemasan). Yang disebut worry adalah kekuatiran seperti yang kita tahu, yang kita alami, dan yang kita mengerti sebagai sesuatu yang atasnya kita tidak berkuasa sehingga kita merasa takut secara mendetail. Anxiety (Angst dalam bahasa Jerman) berbeda dengan worry. Di dalam filsafat eksistensialisme, orang-orang seperti Jean Paul Sartre, Albert Camus, Unamuno dari Spanyol, Berdyaev, dan Heidegger berbicara mendetail sekali mengenai “angst.” Tetapi keseluruhan yang mereka bicarakan itu mempunyai satu ciri khas, yaitu kekuatiran total. Ini berbeda dengan kekuatiran mendetail, misalnya, saya kuatir tidak ada makanan, kuatir suami dipukul, atau kuatir akan satu sektor, atau kuatir akan sesuatu dari bagian hidup yang kecil-kecil itu adalah worry. Tetapi yang disebut angst atau anxiety bukan kekuatiran yang mendetail, melainkan kekuatiran yang merupakan totalitas dari semua kuatir. Di dalam eksistensialisme, angst adalah “saya tidak pernah tahu apa itu mati sekarang harus menghadapi kematian.” Ketakutan yang total, bukan lagi tentang makanan, minuman, pakaian, anak, politik, atau masyarakat, melainkan ketakutan my existence in facing nonexistence (aku yang ada sedang menghadapi kondisi menjadi tidak ada; aku yang sekarang hidup menghadapi kondisi kematian). Orang demikian sedang menghadapi sesuatu yang tidak diketahuinya sama sekali apa yang akan terjadi kemudian. Itulah yang mengakibatkan ketakutan yang luar biasa, total worry atau anxiety. Existence facing nonexistance. Yang sekarang ada mengahadapi kondisi menjadi tidak ada.
Kalau saya memberikan kertas dan menyuruh kamu menuliskan cara mati yang paling kamu takuti, lalu dibacakan. Itu akan menjadi sangat menarik. Ada yang takut mati ditusuk, ada yang takut mati ditabrak mobil, ada yang takut cacat, takut ini, dan takut itu. Setiap orang punya ketakutan cara mati yang berbeda. Kalau suatu hari ada yang mengatakan kamu pasti mati dalam beberapa waktu lagi, maka saat itu kamu akan mengalami sesuatu yang belum pernah kamu alami sebelumnya di dalam hidup. Tahun 1984, saya divonis oleh dokter yang kurang pintar atau kurang teliti bahwa saya mendapat kanker lever dan pasti akan mati dalam satu tahun. Setelah memeriksa saya, dia memberitahukan hasilnya pada keesokan harinya. Jadi, saya mendengar khabar tersebut melalui telegram setelah saya di Hong kong. Kakak saya langsung menelepon istri di Malang. Apakah saya menangis? Yang saya ketahui adalah bahwa saya masih ada 1 tahun, itulah optimisme. Masih ada 1 tahun. Maka saya langsung merencanakan bagaimana melayani Tuhan, dan memimpin kebaktian. Jangan sampai sudah tidak kuat baru berkata, saya mau melayani-Mu. Bagaimana setelah saya tahu bahwa saya hanya ada 1 tahun? Setelah saya tahu, saya langsung berdoa, “Tuhan, sekarang berilah kekuatan kepada saya untuk mengatur bagaimana saya melewati satu tahun terakhir ini, karena saya milik-Mu. Saya orang yang beriman kepada-Mu. Saya bukan milik saya sendiri, saya mau atur baik-baik. Berilah saya hikmat untuk menghitung hari-hari saya di dalam tangan-Mu.” Saya berdoa, tenang hati saya. Saya mulai merencanakan sesuatu.
Tetapi di dalam jiwa sedalam-dalamnya, ada satu suara, benarkah saya harus pergi sekarang? Saya baru berusia 40 tahun lebih. Benarkah saya harus pergi tahun ini? Hidup begitu pendek? Hidup begitu serius? Ampunilah saya kalau dulu banyak waktu yang saya buang, atau kurang rajin, kurang setia, dan kurang mencintai Engkau. Oh Tuhan ampunilah saya jika di dalam hal-hal yang harus saya kerjakan, saya telah membuang banyak banyak waktu. Sekarang berilah kekuatan kepada saya supaya say mengatur kembali waktu saya. Saya bersyukur dokter salah mendiagnosis. Kalau dia berkata, “Engkau masih bisa hidup 100 tahun.” Maka mungkin khotbah saya hanya sedikit. Tapi karena dagnosis salah itu, saya mulai merencanakan untuk mengadakan dua kali SPIK (Seminar Pembinaan Iman Kristen) pada tahun 1984. SPIK itu saya tempuh dari Malang ke Surabaya dengan Mobil, lalu naik pesawat ke Jakarta. Khotbah satu kali lalu besoknya pulang lagi. Minggu depan terbang lagi, dan terbang lagi. Ternyata semua ini merupakan persiapan bagi saya yang sekarang terbang setiap hari.
Jadi, cara Tuhan bekerja itu baik sekali. Karena Tuhan tidak pernah salah. Kesalahan manusia pun di dalam tangan Tuhan menajdi berkat besar. Kalau tahun itu saya mati, maka sekarang kamu bertemu hantu. Saya tidak mati, malah semakin lama semakin sehat. Saya hampir tidak pernah kuatir. Saya memeriksa darahpun hanya untuk mengetahui perkembangan. Selama 18 tahun, hasil pemeriksaan terus sama. Sama berarti tidak mundur, berarti puji Tuhan. Saya sampai membaca buku setebal 700 halaman mengenai sakit lever. Setelah itu saya tanya dokter, dan saya baru tahu ada dokter-dokter yang setelah lulus tidak pernah membaca buku lagi. Hal-hal yang saya mengerti, ada yang tidak mengerti karena dia tidak membaca lagi. Sama seperti ada orang Kristen yang terus membaca buku rohani dan buku theologi, tetapi yang lulus sekolah theologi, tidak pernah membaca buku lagi, setelah lulus akan lebih tidak tahu daripada orang awam.
Tidak kuatir, tapi terus melayani, dan setiap tahun pelayanan semakin bertambah. Tahun lalu adalah tahun yang paling sibuk dalam 46 tahun pelayanan saya. Selain berkhotbah di Amerika, saya juga berkhotbah di lima negara setiap minggunya. Sepanjang tahun demikian, masih melayani juga di Selandia Baru, Amerika, Roma, Prancis, dan mengadakan kebaktian, SPIK, retret, dan kebangunan rohani di 25 kota. Kuatir? Tidak perlu. Heran sekali, bulan lalu ketika diperiksa terakhir SGPT/SGOT saya normal kembali seperti orang biasa. Heran sekali, selama 18 tahun tidak pernah bertambah. Kalau dulu saya terus kuatir, untuk apa? Orang yang terus kuatir belum tentu lebih sehat, mungkin malah lebih sakit.
Artikel Terkait :
- Kekuatiran Orang Kristen (Bagian I)
- Simpati Sejati (Bagian III)
- Simpati Sejati (Bagian II)
- Simpati Sejati (Bagian I)
- Keinginan Orang Kristen (Bagian II)
- Kecemburuan Ilahi (Bagian II)
- Kecemburuan Ilahi (Bagian I)
- Kerohanian Dan Luka Hati (Part 4)
- Kerohanian Dan Luka Hati (Part 3)
- Kerohanian Dan Luka Hati (Part 2)
- Kerohanian Dan Luka Hati (Part 1)
- Kasih Yang Sempurna (Bagian II)
- Kasih Yang Sempurna (Bagian I)
- Ketakutan Yang Benar (Bagian III)
- Ketakutan Yang Benar (Bagian II)
- Ketakutan Yang Benar (Bagian I)