Simpati Pada Sesama Orang Percaya

Pertama-tama, kita perlu memupuk belas kasihan kepada sesama saudara seiman kita. Kita perlu mulai menjalankan simpati kita kepada sesama orang Kristen. Banyak orang di dalam Gereja saling membenci, tetapi bisa begitu baik kepada orang di luar Gereja. Dia penuh kebencian terhadap sesama orang percaya, tetapi begitu giat melakukan diakonia kepada orang lain yang tidak seiman. Orang-orang seperti ini sulit sekali menolong saudara-saudaranya yang seiman, sulit mengulurkan tangan bagi saudara seimannya, tetapi begitu bermurah hati kepada orang-orang yang tidak seiman. Ini sikap yang melawan ajaran Alkitab, dan ini bukan sikap orang Kristen yang baik. Itu bukan berarti kita tidak mengasihi dan berbelas kasihan kepada sesama manusia secara umum. Alkitab mengajarkan kita untuk mengasihi sesama kita, baik orang percaya maupun orang yang belum percaya. Petrus mengajarkan kita untuk mengasihi semua orang, tetapi dimulai terlebih dahulu dari saudara-saudara seiman dulu, baru mengasihi semua orang. Ada urutan yang harus diperhatikan. Apabila orang Kristen sendiri yang berada dalam kesulitan tidak dijaga, tidak dipelihara, tidak digubris, dan memakai perpuluhan hanya untuk orang luar, maka rumah Tuhan akan sunyi senyap, serta selalu dihina oleh orang lain. Apakah kita saling memikul beban saudara kita? Apakah kita mau saling menghapus air mata saudara kita? Apakah kita mengerti beban berat yang ditanggung oleh saudara kita? Apakah kita menaruh belas kasihan kepada mereka?

Bagaimana Menaruh Belas Kasihan

Bagaimana kita bisa hidup sebagai orang Kristen yang menaruh belas kasihan kepada sesama? Selain naluri yang kita miliki, yang sudah diberikan oleh Tuhan sebagai sifat dasar manusia, semua orang diberikan oleh Tuhan fungsi hati nurani seperti demikian, saya percaya kita memerlukan beberapa pengertian lebih dalam lagi,

1. Ketaatan

Belas kasihan adalah prinsip dan ajaran Alkitab yang harus kita taati. Selain kita mengerti bahwa kita adalah manusia yang diciptakan Allah dengan fungsi hati nurani, kita juga harus mengerti bahwa berbelas kasihan adalah suatu prinsip hidup Kristen yang tidak dapat ditolak, suatu perintah Allah yang harus kita taati. Allah sudah memberikan Perintah-Nya supaya kita berbelas kasihan kepada orang lain, maka kita harus memiliki kemurahan hati kepada sesama sebagai bukti kita menaati Allah. Jika kamu mengatakan bahwa kamu kurang tergerak dan tidak mempunyai desakan dari Roh Kudus, maka saya berkata bahwa hal ini tidak perlu didiskusikan lagi, karena belas kasihan atau memberikan kemurahan kepada orang lain adalah perintah Tuhan yang harus kita jalankan.

Ada dua macam sikap dalam menjalankan perintah Tuhan ini : pertama, rela; dan kedua kurang rela. Apakah orang yang kurang rela melakukan perintah ini boleh tidak melakukannya? Tidak rela pun harus tetap melakukannya. Mengapa? Karena ini suatu perintah; perintah yang berasal langsung dari Tuhan Allah. Perintah Allah adalah perintah yang harus kita jalankan, karena Dia adalah Allah. Ketika Allah  menghendaki dan memerintahkan kepada kita agar hidup suci, maka sekalipun kita tidak suka hidup suci, kita harus hidup suci. Ketika Allah memerintahkan kita untuk mengabarkan Injil, sekalipun kita tidak suka mengabarkan Injil, kita harus tetap mengabarkan Injil. Dalam hal ini, sambil kita menjalankan, sambil meminta kepada Tuhan untuk menolong kamu dengan memberikan kelembutan dan kerelaan hati untuk melakukannya dengan ringan.

Hanya ada satu perbedaan antara orang yang rela dengan yang tidak rela menjalankan perintah Tuhan, yaitu : memikul salib yang tidak ada pahalanya atau tidak perlu  memikul beban kelebihan itu. Waktu kita rela melakukan perintah Allah ini, kita akan merasa bebannya ringan. Waktu kita tidak rela, maka kita merasa salib terlalu berat, dan saat itu kita sedang memikul beban tambahan yang tidak ada pahalanya. Orang seperti itu adalah orang yang bodoh, yang terus menerus menjadikan dirinya tersiksa. Lebih baik kita jangan membantah. Kalau kita diikat karena Tuhan sekarang sedang menghukum kita, maka sekalipun kita melawan, tidak mungkin ikatan itu lepas, sebaliknya kulit tangan kita akan teriris-iris karena kita melawan. Jangan bodoh, jika Tuhan sudah memberikan perintah, kita harus menjalankannya meskipun kita tidak rela. Hal yang perlu kita lakukan adalah memohon kepada Tuhan untuk memberikan kerelaan sehingga beban itu terasa lebih ringan saat kita menjalankan perintah-Nya.

2. Menghormati Orang Lain

Kita harus berbelas kasihan dan simpati, karena kita belajar menghormati orang lain. Kalau hidup kita sangat berharga, apakah hidup orang lain tidak berharga? Kita sering beranggapan bahwa orang lain tidak perlu seenak dan senyaman kita. Kita mengatakan; “Oh, bagi dia itu sudah cukup,” Dia itu siapa? Kamu itu siapa? Kita bersikap bagaikan kita yang berhak mendapatkan sebanyak mungkin, menikmati segala sesuatu, sementara orang lain tidak memerlukannya dan tidak perlu mendapatkan kecukupan. Kalau kita harus makan tiga kali sehari, orang lain hanya cukup satu kali sehari. Kita perlu belajar menghargai orang lain. Kita harus menghormati orang lain, sehingga kita boleh mengerti apa yang sepatutnya dia dapatkan, bagaimana dia seharusnya diperlakukan, dan memberi apa yang seharusnya bisa kita berikan kepadanya. Dalam hal ini, kita harus belajar dari Roma 13. Yang perlu dihormati, hormatilah dia. Yang perlu ditakuti, takutilah dia. Yang perlu diberi pajak, berikanlah kepada dia. Yang perlu diberi uang, berikanlah kepada dia. Ini adalah kewajiban manusia untuk menghargai manusia yang lain. Jika orang ini sepatutnya menerima kehormatan seperti demikian, saya menghormatinya tidak sampai pada taraf yang seharusnya, maka saya berutang hormat kepadanya, dan saya sedang berdosa. Secara umum, dosa selalu dimengerti sebagai perbuatan aktif yang jahat yang kita lakukan. Tetapi Alkitab melihat dosa sebagai target yang belum pernah dicapai. Inilah perbedaan konsep manusia dengan konsep Tuhan Allah. Seluruh dunia hukum diberbagai negara telah gagal karena hal ini. Mereka hanya mengatakan bahwa dosa adalah pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan yang sudah ditulis, perbuatan aktif yang bisa dibuktikan, tetapi yang belum dikatakan atau dilakukan tidak bisa dianggap dosa. Sama seperti penyelidik PBB membuktikan bahwa di Irak tidak ditemukan adanya senjata pemusnah massal, tetapi mereka menambahkan satu kalimat, mereka tidak mengartikan bahwa senjata-senjata itu tidak ada, hanya saja belum terbukti. Apa yang manusia pikir dan bisa lakukan berbeda dengan apa yang Allah pikirkan dan bisa lakukan. Manusia berfikir jika kita sudah melakukan dosa, maka kita berdosa, jika belum melakukan, maka belum berdosa. Tuhan Allah tidak mengatakan demikian. Bagi Tuhan, ketika kita belum mencapai apa yang seharusnya kita lakukan, kita sudah berdosa. Itulah arti asli kata “dosa” dalam bahasa Yunani; hamartia. Hamartia berarti  belum mencapai atau meleset dari sasaran yang Tuhan tetapkan. Sasaran Tuhan demikian tinggi, dan ketika kita belum mencapai sasaran itu, kita berdosa. Dosa, berarti kita gagal atau belum mampu mencapai tujuan atau target yang telah Tuhan tetapkan. Dosa bukan dihitung dari sekedar kelakuan buruk atau tindakan-tindakan yang aktif untuk melakukan pelanggaran.

Oleh karena itu, salah besar jika orang Krsiten berkata bahwa sejak dia tidak merokok atau tidak marah-marah, atau tidak memukul istri lagi, maka dia sudah tidak berdosa lagi. Banyak orang Kristen berpikir, kalau dia sudah tidak berjudi lagi, tidak bermain perempuan, tidak merokok, maka dia sudah cukup baik dan tidak berdosa lagi. Itu bukan pengertian yang benar tentang dosa. Itu bukan arti yang sesungguhnya dari hamartia. Kita harus mengerti dengan tepat bahwa hamartia melihat dosa secara jauh lebih dalam dan lebih tinggi daripada yang manusia pikirkan. Berdasarkan pengertian yang benar tentang dosa (hamartia), maka kita segera menyadari kebenaran pernyataan Firman Tuhan, bahwa kita sekalian telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah (Roma 3:23). Kita mengalami kegagalan, kehilangan, kekurangan kemuliaan Allah, karena kita gagal dan tidak mampu mencapai standar yang Allah tetapkan bagi kita.

Ketika kita kurang menghormati orang yang patut dihormati, maka kita telah jatuh ke dalam dosa. Ketika kita kurang mengasihi orang yang seharusnya dikasihi, maka kita sudah berdosa. Ketika kita tidak memberikan gaji yang patut pada orang yang seharusnya menerimanya, maka kitapun telah berdosa. Di dalam konsep ini, setiap hari kita semua sedang berbuat dosa karena melakukan kurang dari apa yang seharusnya kita lakukan. Dengan demikian kita menyadari bahwa kita harus belajar menghormati orang lain. Kemurahan hati dan belas kasihan bisa kita pelajari melalui menghormati orang lain sesuai dengan kepatutan kehormatan yang harus diberikan kepadanya.

3. Intropeksi Kesusahan Sendiri

Ketiga, kita belajar mengasihani orang lain dan mengerti kesusahan orang lain melalui merenungkan kembali semua kesusahan dan penderitaan yang pernah kita alami. Jikalau kita mengingat bahwa dahulu kita pernah sudah dan sekarang kita melihat orang lain mengalami hal serupa, maka dengan kesadaran pengertian dan pengalaman itu, maka kita bukannya tidak memedulikan orang lain yang sedang mengalami kesusahan, tetapi kita akan bersimpati, mengerti; dengan mengingat kesusahan sendiri, kita pun dapat menghargai orang lain. Banyak orang tua mengerti hal ini pada waktu mendidik anak-anaknya, tetapi anehnya terhadap sesama, mereka tidak selalu memakai cara yang sama.  Orang yang dipelonco tahu susahnya dipelonco, tetapi setelah selesai dipelonco, dia pun memelonco orang lain dengan cara yang lebih kejam lagi. Jarang ada orang yang dipelonco dan tahu penderitaan yang dia alami, lalu mulai memiliki belas kasihan dan tidak mau orang lain atau adik-adik kelasnya mengalami penderitaan yang dia alami, lalu mulai memiliki belas kasihan dan tidak mau orang lain atau adik-adik kelasnya mengalami penderitaan seperti yang dialaminya dulu. Kebanyakan orang menaruh dendam, ingin membalas, senang memberikan kesulitan dan kejahatan yang lebih besar kepada orang lain karena dia sendiri pernah mengalami kesusahan. Orang demikian adalah orang yang tidak baik. Apakah kita dulu pernah miskin luar biasa? Apakah sekarang kita mengatakan kepada anak kita bahwa, “Dulu papa makan nasi saja tanpa lauk, maka sekarang kamu pun harus makan beras jagung saja tanpa lauk?” Tidak demikian. Kebanyakan orang tua yang dahulu pernah hidup susah, dan sekarang sudah hidup enak, sekarang memberikan hidup yang seenaknya kepada anaknya sampai anaknya rusak, karena anaknya tidak pernah disiplin, dan tidak perlu mengalami kesusahan.

Sepuluh tahun yang lalu Ibu Mochtar Riady berbicara kepada saya dan menganjurkan agar kamar mandi anak tidak diberikan bathtub, karena anak kecil tidak boleh dibiasakan mandi tidur di dalam bak mandi. Kalau untuk orang dewasa boleh ada bak mandi sedemikian, tapi untuk kamar mandi  anak lebih baik pakai pancuran (shower). Dengan demikian anak tidak dibiasakan berlama-lama mandi. Begitu banyak orang tua yang pernah susah, ketika mereka sudah sukses dan hidup enak, mereka membeli apa saja untuk anak mereka sampai anak itu menjadi rusak.

Hai kalian anak-anak orang kaya, kalian dalam keadaan bahaya sekali. Ketika kamu menjadi dewasa mungkin kamu akan menjadi orang yang kejam, orang yang tidak berprikemanusiaan, orang yang sangat tidak mengerti akan kesulitan orang lain, karena sejak kecil kamu tahunya hanya hidup enak. Banyak orang-orang agung pernah hidup susah, tetapi yang menjadikan mereka agung bukan karena mereka memaksakan kesusahan kepada orang lain. Mereka menjadi agung karena mereka mengerti kesusahan orang lain. Pengalaman bisa berbicara dua macam. Pertama, kamu sudah mengalami kesusahan, biar orang lain lebih susah dari kamu supaya mereka juga mengalami apa itu kesusahan. Kedua, kamu sudah mengalami kesusahan, biar dengan demikian kamu mengerti kesusahan orang lain, tetapi juga mendidik mereka dengan baik. Apa yang menjadikan manusia agung? Apakah unsur-unsur yang menjadikan  seseorang itu menjadi agung? Apakah orang yang dilahirkan dalam keluarga kaya bisa menjadi agung? Bisa. Adakah orang yang dilahirkan dalam keluarga miskin bisa menjadi agung? Banyak. Adakah orang yang dilahirkan dalam keluarga miskin menjadi jahat? Banyak juga. Maka semua kembali harus dilihat bukan dari sekedar latar belakang keluarganya, tetapi tergantung bagaimana pengalaman itu berbicara di dalam dirinya.

Banyak anak yang menjadi yatim piatu karena orang tuanya meninggal dan setelah dewasa menjadi perampok atau menjadi orang jahat. Tetapi ada juga anak yang telah menjadi yatim piatu sejak kecil, namun setelah dewasa dia membuka rumah yatim piatu untuk menampung anak-anak yang tidak mempunyai ayah dan ibu. Orang seperti ini adalah orang yang agung. Apa sebabnya? Pengalaman berbicara.

Pada saat pengalaman berbicara di dalam dirimu, kamu harus memperhatikan prinsip apa yang menjadi dalil dan kunklusi untuk membentuk karaktermu. Pada saat kamu sedang menyendiri, ketika kamu bertanya kepada dirimu sendiri, itu akan menentukan seluruh masa depanmu. Jika pada suatu saat kamu mengalami sakit keras. Setelah selesai sakit, kamu dengan air mata berbicara kepada dirimu sendiri, bahwa begitu susah dan menderitanya manusia kalau sakit, lalu akhirnya kamu mulai benci Tuhan Allah yang membuat tubuh menjadi sakit. Maka, saat itu kamu telah menjadi atheis karena kamu telah berbicara kepada diri sendiri. Kalimat-kalimat akibat pengalaman kamu berbicara kepada diri sendiri itulah yang membentuk hari depanmu. Tetapi dipihak lain, ada orang lain yang sakit keras dan harus mencucurkan air mata karena sakit dan sangat menderita. Dia mengalami sendiri betapa menderitanya terkena penyakit. Setelah sembuh dia berdoa kepada Tuhan, minta diberi kekuatan untuk menolong orang-orang lain yang menderita karena sakit seperti yang pernah dialaminya dulu. Para janda, bagaimana kamu berbicara kepada dirimu? Orang-orang yang menderita sakit keras, yang cacat, yang diperlakukan tidak adil, yang diwarisi kesulitan  yang besar kepada dirimu? Dalam hal ini kamu harus berhati-hati agar jangan dipakai setan. Pada saat-saat kritis di mana kamu berbicara, mintalah kekuatan agar Tuhan campur tangan. Ketika Tuhan campur tangan dengan cinta kasih, menggerakkan kamu, merangsang kamu, dan mengubah kamu, maka kamu akan berani berbicara kepada dirimu dengan tepat, dan kalimat-kalimat di mana kamu berbicara kepada dirimu itu akan membangun masa depanmu.

Saya sudah menjadi anak yatim pada usia tiga tahun. Ibu saya menjadi janda dan kami sekeluarga hidup penuh dengan kesulitan. Saya pernah empat puluh hari tidak makan. Saya pernah mengalami kemiskinan yang luar biasa. Saya pernah tidak bisa bayar uang sekolah. Saya pernah diusir. Sebelumnya saya bukanlah orang miskin, karena ayah saya adalah salah satu orang paling kaya di Asia Tenggara. Kenapa menjadi begini? Karena Tuhan mau memakai saya menjadi pendeta. Untuk bisa menjadi hamba-Nya, saya harus dilatih di luar sekolah theologi.  Yang saya terima dari sekolah theologi hanya pengetahuan beberapa tahun. Tetapi pendidikan yang saya terima dari Tuhan Allah sendiri diberikan sejak kecil selangkah demi selangkah, dipukul, dihajar, didorong, dirangsang, dipacu, dan dibentuk dengan kesulitan luar biasa besar, itulah yang mengakibatkan saya memiliki karakter demikian.

Kita tidak boleh lupa bahwa pembentukan karakter sangat membutuhkan campur tangan Tuhan sendiri pada saat kita sedang berbicara kepada diri kita. Bagaimana kita dapat berbicara kepada diri kita sendiri dengan benar, dan pada waktu kita menentukan sesuatu, biarlah Tuhan sendiri yang campur tangan dalam pengalaman itu, membuat kita bisa menjadi orang yang mengasihi orang lain, bersimpati, penuh belas kasihan, penuh kemurahan kepada orang lain. Selain kita menjalankan perintah Tuhan dan kita menghormati orang lain, kita tidak boleh melupakan bahwa ada pengalaman pribadi yang di dalamnya campur tangan Tuhan mengubah kita untuk mengerti orang lain.

Penutup

Ada seorang jemaat saya yang menderita penyakit kanker yang ganas sekali. Dia harus mengalami perawatan yang membuatnya sangat menderita. Pengobatan yang dijalaninya begitu menyakitkan, dan membuat kesengsaraan di dalam hari-harinya. Tetapi bagi saya, dia adalah salah seorang wanita yang paling kuat menanggung kesakitan dan kesusahan, serta berusaha untuk bisa tetap ceria dan penuh sukacita. Setiap kali saya bertemu dengannya, mukanya sama, selalu penuh dengan pengharapan dan syukur. Suatu saat jemaat itu dipanggil oleh dokternya di Singapura, bukan disuruh untuk kontrol, tetapi diminta untuk memberitakan injil kepada seorang penderita kanker yang sudah putus asa. Dokter itu meminta bantuan jemaat itu untuk menguatkan pasien tersebut. Dengan demikian, jemaat yang sakit kanker ini telah menjadi berkat, bukan saja bagi dokter itu, tetapi juga bagi pasien-pasien lainnya. Orang melihat dia sebagai seorang Kristen reformed yang begitu tabah menghadapi kesulitan dan penderitaan dalam kehidupannya. Dia mempunyai kekuatan yang begitu ajaib, dan dengan demikian dia menjadi orang yang bisa menasihati pasien lain yang sudah putus asa. Itulah pernyataan kemuliaan Tuhan.

Dalam kehidupan, saya berusaha untuk mau mendengar firman yang diberitakan dengan keras, dan juga mau berusaha mengerti prinsip-prinsip Alkitab yang sangat ketat. Pada saat harus mengalami sakit, saya berusaha tidak mengeluh dan tidak mencela Tuhan. Semua pengalaman itu berbicara kepada diri saya. Pengalaman divonis empat kali penyakit kanker membuat saya semakin lama semakin kuat.

Setiap kita memiliki pengalaman yang berbeda-beda, dan pasti kita pernah mengalami pengalaman-pengalaman pahit tersebut tidak menjadi alasan bagi kita untuk menghina diri, membunuh diri, mengejek diri, atau menginjak diri. Pengalaman pahit  dapat menjadi  sarana untuk menguatkan, melengkapi, menyempurnakan, dan menggenapkan kehendak Allah dalam diri kita untuk  menjadi seorang yang agung. Di sini pengalaman pahit menjadi seorang suatu sharing yang manis bagi orang lain, dan kelemahan menjadi kekuatan untuk mendorong orang lain. Dengan demikian, kita belajar bagaimana mengasihi orang lain. Bukan saja demikian, kita harus belajar dari sejarah dan dari para teladan, khususnya Yesus Kristus, bagaimana menghadapi sesama ketika Dia berada di dalam dunia. Jika kita bisa bersimpati kepada orang yang berada dalam kesusahan, itu membuat kita menjadi agung. Simpati bukan berarti banyak bicara, tetapi memberikan kesadaran kepada orang yang mengalami kesusahan itu bahwa kita hadir bersamanya, dan kehadiran kita itu menjadi suatu pendampingan eksistensi yang tidak bisa digantikan oleh orang lain.

Ketika Ayub dicobai oleh iblis, yang sekaligus menjadi ujian Allah baginya, di seluruh tubuhnya tumbuh bisul. Sebelum itu, seluruh hartanya musnah, semua anak-anaknya meninggal, dan istrinya menghina dia dan memarahi dia, menganggap bahwa percuma mencintai Tuhan. Sulit bagi kita untuk membayangkan ada orang yang harus mengalami penderitaan sedemikian dasyat dalam hidupnya. Ini adalah suatu penderitaan eksistensial yang sulit ditandingi. Pada saat seperti itu, ketiga kawan Ayub datang. Mereka tidak memaki, tidak menghibur, tidak berbicara sepatah kata pun pada Ayub. Mereka datang dari tempat jauh dan duduk diam mendampingi dia selama tujuh hari tujuh malam tanpa berbicara. Saya kira, inilah sikap yang terbaik untuk menghibur orang lain. Saat seperti itu, tidak perlu kita terlalu banyak memarahi, menasehati, atau bahkan menghibur. Bukan anjuran yang dibutuhkan, bukan banyak bicara yang dibutuhkan, tetapi simpati yang sesungguhnya, tanpa kata. Dia merasakan kita mendampingi dia, merasakan penderitaannya, dan kita duduk bersamanya. Inilah simpati yang sesungguhnya. Kiranya Tuhan terus boleh menyucikan emosi kita, menjadi seorang Krsiten Reformed dengan simpati yang benar dihadapan Tuhan dan menjadi berkat bagi sesama.

Amin