Sebab kedua yang mengakibatkan kita frustasi atau putus asa adalah karena konsep ilahi yang dicemarkan dan didistorsikan. Di dalam hal ini, saya tidak mencela kamu, tetapi mencela pengkhotbah-pengkhotbah yang tidak bertanggung jawab. Kalau pengkhotbah memberikan pengajaran yang tidak beres tentang Tuhan sehingga mengakibatkan kamu mempunyai sasaran yang tinggi dan mengharapkan sesuatu dari Tuhan Allah, tetapi sebenarnya ajaran itu sendiri bukan berasal dari Tuhan, maka kamu pasti putus asa. Saat itu, kamu akan mencela Tuhan.
Mengapa manusia kecewa terhadap Tuhan? Mengapa manusia mencela Tuhan? Karena dia menganggap Tuhan tidak menepati janji. Dia menganggap Tuhan tidak memberikan apa yang diinginkannya. Tetapi mengapa Tuhan harus memberikan apa yang diinginkannya? Mengapa Tuhan harus memberikan apa yang dianggapnya sebagai “janji”? Setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata sebenarnya itu bukan janji dari Tuhan, melainkan janji dari pendeta yang memalsukan nama Tuhan. Misalnya, pengajaran yang mengatakan “Berilah satu juta, Tuhan akan kembalikan sembilan juta.” Kalimat yang salah dan mengandung racun itu akan mengakibatkan orang yang mendengar mengira itu Firman Tuhan. Tetapi kalau itu bukan Firman Tuhan, Tuhan tidak bertanggungjawab, Tuhan hanya bertanggung jawab atas apa yang Dia katakan. Tuhan tidak bertanggungjawab atas apa yang tidak dia katakan. Kalau suatu pengajaran adalah salah pengertian akan Alkitab, atau salah interprestasi dari seorang yang disebut “hamba Tuhan” karena kamu gereja yang salah, mendengar khotbah yang salah, maka kamu akan dirugikan seumur hidup, bahkan sampai selama-lamanya.
Kita sering berfikir, “Katanya Tuhan mahakuasa, mengapa bisa begini?” Ini masalah salah pengertian tentang “mahakuasa.” Bukankah mahakuasa berarti apapun harus bisa, dan apapun harus dikerjakan? Kalau mahakuasa diartikan demikian, maka pembantulah yang paling cocok disebut mahakuasa, karena dia selalu mengikuti kesenanganmu. Kalau kemahakuasaan Tuhan diartikan harus menuruti kamu mengerjakan ini dan itu, bukankah berarti Tuhan yang mahakuasa dikuasai olehmu? Itukah mahakuasa? Mahakuasa tetapi harus menjadi pembantu yang menyenangkanmu? Tidak demikian. Mahakuasa berarti ketika Dia tidak mau mengerjakan, kamu harus diam. Kalau Dia tidak menyembuhkan, kamu harus taat. Karena Dia yang maha kuasa maka Dia berhak menyembuhkan, tetapi juga berhak tidak menyembuhkan. Kalau mahakuasa Tuhan dimengerti dan dituntut sebagai harus mengerjakan apapun yang kamu minta, maka Alkitab melawan definisi itu. Alkitab mengatakan Allah tidak menyesal, Allah tidak berbohong, Allah tidak memungkiri diri, Allah tidak ingkar janji, Allah tidak berbuat jahat. Allah tidak menjadikan gelap menjadi terang, atau sebaliknya, terang menjadi gelap. Maka dari ayat-ayat tersebut, dapat diindikasikan bahwa kemahakuasaan Allah tidak memiliki arti seperti yang banyak manusia pikirkan. Allah mahakuasa berarti semua kuasa kebajikan berasal dari Allah. Itu arti sesungguhnya Allah Mahakuasa. Kalau Allah yang mahakuasa mau menghentikan anugerah, Dia berkuasa. Kalau Allah yang mahakuasa mau menjadikan orang keras hatinya, Dia berkuasa. Dia mengeraskan hati Firaun, Allah melarang Paulus mengabarkan Injil di Bitinia. Allah memimpin Yesus Kristus dengan Roh Kudus-Nya ke padang belantara bertemu Iblis. Ini semua mahakuasa Tuhan. Mahakuasa Tuhan jangan dimengerti untuk mengisi ambisi manusia yang memerintah Allah. Itu bukan mahakuasa. Konsep “jika Allah mahakuasa, maka aku minta apapun pasti diberikan” berasal dari ajaran yang salah dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab, di antaranya Paul Cho Yonggi.
Demam Cho Yonggi sudah menurun drastis suhunya di Indonesia, padahal dua puluh tahun yang lalu orang Indonesia rela naik pesawat ke Korea untuk menerima pelajaran darinya. Dia mengajar : “Mintalah, kalau minta mobil, sebutkan mobil apa, warna apa, model apa, berapa cc, sampai nomor polisinya berapa, maka akan diberikan.” Ajaran seperti itu berdaya tarik besar luar biasa, sehingga seluruh orang pergi ke Korea karena menganggap dia adalah seorang nabi. Saya menggelengkan kepala, ajaran itu begitu berbahaya, itu bukan ajaran Alkitab. Bukankah ada ayat yang mengatakan :”Berdoa demi nama-Ku, maka apapun yang engkau minta akan diberikan kepadamu?” (Matius 7 : 7) bukankah itu kalimat dari Yesus sendiri? Bukankah asal demi nama Yesus, pasti diberikan? Di mana salahnya? Demi nama Yesus berarti hanya disetujui oleh Tuhan. Beranikah kamu mencairkan cek demi nama saya? Kalau saya mengatakan, “Demi namaku uangnya akan diberi bank kepadamu,” berarti demi namaku, mengharuskan aku yang tanda tangan. Itulah arti demi namaku.” Mengapa pendeta tidak jelaskan? Karena mereka sendiri tidak mengerti. Kalau bendahara gereja menandatangani sesuatu, maka itu hanya diakui oleh bank sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati tentang siapa yang berhak menandatangani, atau siapa yang boleh mengambil uang. Saat tanda tangan itulah artinya “demi namaku.” Saya minta kapal terbang demi nama Yesus untuk pekerjaan Tuhan, bolehkah? Dibandingkan dengan para pebisnis, bukankah saya lebih berhak memintanya? “Demi nama-Ku,” jadi pasti diberikan? Boleh saja minta. Tapi perlukah? Tidak perlu.
Konsep salah mengenai Tuhan Allah yang tertanam dalam dirimu mengakibatkan kamu akhirnya tidak bisa mencapai apa yang kamu inginkan. Kamu berkata, “Tuhan mengecewakan saya.” Sebenarnya bukan Tuhan yang mengecewakan kamu, tetapi pengajaran theologi yang salahlah yang telah mengecewakanmu. Maka pendeta yang memberikan konsep yang salah harus dipukul oleh Tuhan karena tidak mengajarkan kebenaran. Mengapa frustasi dan putus asa, bahkan putus asa kepada Tuhan? Mengapa? Karena konsep dan pengenalan akan Allah (doktrin Allah) salah. Kita harus memupuk kebenaran melalui pengertian akan Firman Tuhan yang sejati melalui penafsiran yang sejati oleh pendeta yang betul-betul mengabarkan Injil dengan motivasi sejati, dipanggil Tuhan dengan sejati, baru kamu bertumbuh. Kalau tidak, kamu bertumbuh di atas fondasi yang salah. Kamu berada di dalam hidup gerejawi yang berdasarkan pengertian Tuhan Allah yang salah. Akibatnya, walaupun kamu telah menjadi orang Kristen berpuluh-puluh tahun, semakin lama kamu semakin kecewa terhadap Tuhan karena konsep dasar yang salah.
3. Terlalu Percaya kepada Manusia
Ketiga, mengapa kita frustasi? Selain karena ambisi yang salah, dan karena konsep doktrin yang salah, kita juga bisa frustasi karena terlalu percaya kepada manusia. Manusia itu manusia, manusia bukan Allah. Jangan terlalu percaya kepada manusia, biarpun dia bosmu, suamimu, atau istrimu. Dia adalah manusia yang tidak mampu 100 persen melakukan apa yang dia janjikan. Janji yang diucapkan manusia jika tidak dibubuhi dua unsur, yaitu kejujuran dan kemampuan, maka janji itu akan menjadi janji kosong. Ketika orang berjanji kepada kita, kita senang sekali, tetapi janji tersebut harus diukur dengan dua hal: pertama, jujurkah? Kedua, mampukah? Yang jujur berjanji, tetapi karena tidak mampu, akhirnya tidak jadi. Yang mampu berjanji, tetapi jika tidak jujur, juga tidak jadi, karena dia berjanji dengan sifat menipu, hanya memikirkan keuntungannya sendiri, bukan keuntunganmu. Maka berhati-hatilah dan berbijaksanalah bergaul dengan orang yang hidup di luar Alkitab. Kita harus berbijaksana.
Kalau kamu tidak bijaksana dan tidak cerdik, lalu sembarangan bergabung dengan orang lain, sembarangan menerima janji, maka kamu akan kecewa luar biasa dan akan cepat putus asa. Membutuhkan jangka waktu yang lama untuk mengetahui seseorang itu jujur atau tidak, hatinya baik atau tidak. Kalau waktu tidak panjang, kita tidak bisa tahu hati orang itu benarnya sampai di mana. Kalau jalan tidak panjang, kita tidak bisa tahu tenaga kuda itu besarnya sampai seberapa. Orang yang baru bertemu dengan kamu langsung manis seperti madu, itu bahaya. Baru bergaul langsung manis seperti madu, bahaya. Konfusius berkata pergaulan antar orang kecil (small man) manisnya seperti arak yang sangat manis tetapi memabukkan, sedangkan pergaulan antar-orang agung (gentleman) tawarnya seperti air tetapi akan tahan lama sekali. Air rasanya tawar dan tidak enak, tapi siapa yang bosan dengan air? Pergaulan yang bisa bertahan dan sungguh-sungguh adalah kawan yang seperti air.
Ketika seorang laki-laki suka pada seorang wanita, ia berkata, “Kamu wanita tercantik di dunia.” Itulah yang ditunggu-tunggu para wanita, dikatakan tercantik, yaitu paling mutlak dan paling sempurna. Kamu menuntut (menginginkan) dirimu sempurna, sekarang bertemu dengan orang yang mengenal “kecantikanmu yang sempurna,” kamu langsung mengira dialah pangeranmu. Pangeran berkuda putih yang sedang datang melamar kamu. Suatu hari kamu baru tahu ternyata dia juga mengatakan kalimat yang sama itu kepada perempuan-perempuan yang lain. Kalimat yang terlalu manis itu jangan didengar, kesungguhan itu yang penting. Jadi kita belajar satu hal; seumur hidup suka mendengar kalimat yang benar, bukan suka mendengar kalimat yang enak. Kalimat yang enak tetapi tidak benar itu tidak bernilai, kalimat yang benar tapi tidak enak harus didengar, baru kita berbijaksana.
Selain kejujuran, lihatlah juga kemampuannya. Walaupun dia jujur, tetapi jika tidak disertai kemampuan, itu dapat membuatmu frustasi. Jadi, kita frustasi akibat janji-janji orang yang tidak jujur atau tidak mampu. Orang yang jujur tetapi tidak mampu itu masih bisa diampuni. Tapi kalau dia mampu tetapi tidak jujur, itu harus dikutuk karena merupakan penipuan.
4. Terlalu Percaya Diri
Keempat, kita putus asa dan frustasi karena terlalu percaya diri (overconfident). Ini penyakit yang besar. Ketika manusia overconfident, menganggap diri lebih dari seharusnya, dia akan memasang suatu jerat untuk hari depannya sendiri. Di dalam tiga tahun tiga kali saya mengatakan dengan serius kepada anak laki-laki saya satu-satunya, bahwa dia overconfident. Ketika anak-anak saya masih kecil, saya kumpulkan mereka dan saya tunjukan masing-masing sifat yang baik maupun kelemahannya, hal-hal yang harus diperhatikan, sementara yang lain mendengar dan belajar dari analisis seorang ayah terhadap anak-anaknya. Walaupun demikian, percaya diri anak saya tadi bukan percaya diri sembarangan, dia berani dalam 4 tahun mengambil 4 jurusan dan akhirnya keempatnya mendapat gelar. Dia seorang yang sangat percaya diri. Jarang ada pemuda seperti itu. Dalam sejarah di midwest (di Amerika Serikat), tidak ada yang mengambil lebih dari tiga jurusan dalam tahun yang sama, sehingga dia menjadi orang yang pertama mendapatkan 4 gelar dalam waktu yang bersamaan. Tetapi bagi saya, dia tetap terlalu percaya diri. Mengapa saya perlu menganalisis dan memperingatkan dia? Kalau terlalu percaya diri, pada suatu hari dia akan merugikan dirinya sendiri karena dia memasang sasaran terlalu banyak. Akibatnya, ketika tidak bisa mencapainya, dia akan frustasi. Itu frustasi yang tidak perlu dialami. Itu putus asa yang tidak perlu dirasakan. Tidak berarti saya mencegah atau menghentikan ambisi seseorang, tetapi saya harus melihat keseimbangan antara jiwa ambisi dan jiwa psikologi. Saya harap semua ini bisa menanamkan kestabilan yang sungguh-sungguh pada generasi muda.
Kadang-kadang kita menjadi terlalu percaya diri karena dua kemungkinan : 1) saya merasa saya seharusnya begini, dan 2) saya merasa saya mampu mencapai sampai tingkat ini. Menguji kemampuan sendiri itu perlu keberanian dan objektivitas yang cukup tinggi. Kita harus mengeluarkan kita dari diri kita, memisahkan dirimu dari dirimu, dan menilai dirimu oleh dirimu. Jadi diri menjadi subjek yang menilai sekaligus menjadi objek yang dinilai. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang bisa memisahkan diri dari diri, lalu menjadikan diri dari subjek menjadi objek. Dirimu sebagai subjek yang secara relatif menjadi penilai terhadap diri sendiri, yang coba dianalisis dan dinilai secara objektif oleh diri. Dari sini kita akan mendapatkan penilaian diri atau harga diri (self-esteem). Kalau kita menilai diri lebih dari yang seharusnya, itu berarti kita memberi peluang bagi datangnya frustasi. Kalau kita memberi evaluasi terhadap diri lebih dari yang seharusnya, itu memberi kemungkinan kita menjadi putus asa di kemudian hari.
…
Artikel Terkait :
- Frustasi dan Putus Asa (Bagian II)
- Frustasi dan Putus Asa (Bagian I)
- Kerohanian Dan Luka Hati (Part 4)
- Kerohanian Dan Luka Hati (Part 3)
- Kerohanian Dan Luka Hati (Part 2)
- Kerohanian Dan Luka Hati (Part 1)
- Kasih Yang Sempurna (Bagian II)
- Kasih Yang Sempurna (Bagian I)
- Ketakutan Yang Benar (Bagian III)
- Ketakutan Yang Benar (Bagian II)
- Ketakutan Yang Benar (Bagian I)
- Iri Hati (Bagian I)