Tentang apa itu Bentuk Usaha Tetap (BUT), perlakuan dan aspek perpajakannya telah dijelaskan dalam tulisan terdahulu yang dapat dibaca kembali pada link sebagai berikut :
- Perpajakan atas Representative Office (RO)
- Pengenalan Bentuk Usaha Tetap (BUT)
- Perpajakan atas Bentuk Usaha Tetap
- Penegasan Bentuk Usaha Tetap
- Abuse of Law atas Restitusi BUT Konstruksi dan KSO
- Penerapan Pasal 26 ayat (4) atas Bentuk Usaha Tetap
Dalam tulisan terakhir tentang penerapan Pasal 26 ayat (4) atas BUT dijelaskan bahwasanya BUT adalah kendaraan yang dipergunakan oleh Wajib Pajak Luar Negeri yang merupakan bentuk cabang dari suatu entitas yang berada di luar Indonesia dengan tanpa merubah bentuk usaha dari pusatnya. Atas laba setelah kena pajak dari suatu BUT yang dikirim ke pusatnya akan dikenakan pajak tambahan sebagaimana diatur dalam pasal 26 ayat (4) UU PPh. Jika Induk perusahaan dari Wajib Pajak BUT adalah Wajib Pajak dalam negeri dari negara yang telah mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda dengan Indonesia, besarnya tarif untuk menghitung Pajak Penghasilan adalah sebagaimana ditentukan Persetujuan Penghindaran Pajak yang berlaku. Namun, jika penghasilan neto tersebut ternyata tidak dikirim karena dilakukan penanaman kembali di Indonesia maka tidak ada kewajiban pemotongan PPh Pasal 26 ayat (4) tersebut. Adapun bentuk penanaman kembali dalam negeri tersebut dapat berupa :
- Penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri;
- Penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pemegang saham;
- Pembelian aktiva tetap yang digunakan oleh Bentuk Usaha Tetap untuk menjalankan usaha Bentuk Usaha Tetap atau melakukan kegiatan Bentuk Usaha Tetap di Indonesia; atau
- Investasi berupa aktiva tidak berwujud oleh Bentuk Usaha Tetap untuk menjalankan usaha Bentuk Usaha Tetap atau melakukan kegiatan Bentuk Usaha Tetap di Indonesia.
Penanaman Kembali
Banyak motivasi agar Laba setelah kena pajak atas suatu Bentuk Usaha Tetap tidak dikenakan Pasal 26 ayat (4) bisa untuk pengembangan usaha bisapula untuk tidak dikenakan Pasal 26 ayat (4) tergantung perspektif kita masing-masing. Namun, Kementerian Keuangan telah memberikan panduan untuk memberikan kepastian hukum mengenai perlakuan atas penanaman kembali penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak penghasilan dari suatu BUT melalui PMK 14/OMK.03/2011 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-16/PJ/2011.
Peraturan tersebut menyatakan dengan tegas bahwasanya, seluruh Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari suatu Bentuk Usaha Tetap yang ditanamkan kembali di Indonesia yang dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 26 ayat (4) , harus memenuhi persyaratan utama sebagai berikut:
- Penanaman kembali di Indonesia harus dilakukan paling lama pada akhir Tahun Pajak berikutnya, setelah Tahun Pajak diperolehnya penghasilan tersebut bagi Bentuk Usaha Tetap yang bersangkutan; dan
- Bentuk Usaha Tetap yang bersangkutan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai bentuk penanaman modal, realisasi penanaman kembali yang telah dilakukan dan/atau saat mulai berproduksi komersial bagi perusahaan yang baru didirikan, yang dilakukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
a. Penyertaan Modal Perusahaan Baru
Selain persyaratan utama di atas, juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- perusahaan baru yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia secara aktif telah melakukan kegiatan usaha sesuai akta pendiriannya, paling lama 1 (satu) tahun sejak perusahaan tersebut didirikan; dan
- Bentuk Usaha Tetap yang bersangkutan tidak boleh melakukan pengalihan atas penyertaan modal paling sedikit dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak perusahaan baru dimaksud berproduksi komersial.
Dan wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai saat mulai berproduksi komersial atau saat perusahaan yang baru didirikan tersebut telah mulai memproduksi barang untuk dijual bagi perusahaan manufaktur atau saat perusahaan mulai melakukan penjualan barang dan/atau jasa bagi perusahaan selain manufaktur. Dan ditetapkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap terdaftar atas nama Direktur Jenderal Pajak berdasarkan hasil penelitian Kantor Pelayanan Pajak, paling lama 6 (enam) bulan setelah Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap meyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai saat berproduksi komersial.
Juga ditambah dengan informasi mengenai perusahaan yang baru didirikan, meliputi :
- identitas perusahaan baru meliputi nama perusahaan, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), alamat perusahaan, dan jenis usaha perusahaan;
- nomor, tanggal dan nama notaris akte pendirian perusahaan, beserta foto kopi akte pendirian perusahaan dimaksud;
- jumlah penyertaan modal pada perusahaan baru;
- saat perusahaan aktif melakukan kegiatan usaha dan/atau saat perusahaan mulai berproduksi komersial .
b. Penyertaan Modal Perusahaan di Indonesia sebagai pemegang Saham
Selain persyaratan utama di atas, juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia mempunyai kegiatan usaha aktif di Indonesia; dan
- Bentuk Usaha Tetap yang bersangkutan tidak boleh melakukan pengalihan atas penyertaan modal paling sedikit dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak penyertaan modal.
Selain persyaratan tersebut diatas, juga ditambah dengan informasi mengenai :
- identitas perusahaan yang dilakukan penyertaan modal meliputi nama perusahaan, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), alamat perusahaan, dan jenis usaha perusahaan;
- nomor, tanggal dan nama notaris akte penyertaan modal, beserta foto kopi akte penyertaan modal dimaksud;
- foto kopi dokumen pendukung yang relevan apabila tidak terdapat akte penyertaan modal;
- jumlah penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan; dan
- saat perusahaan aktif melakukan kegiatan usaha.
c. Pembelian Aktiva dan Investasi
Selain memenuhi syarat utama Bentuk Usaha Tetap yang bersangkutan tidak boleh melakukan pengalihan atas pembelian aktiva tetap atau pengalihan atas investasi berupa aktiva tidak berwujud, paling sedikit dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak perolehan aktiva tetap atau investasi aktiva tidak berwujud yang bersangkutan.
Atas aktiva tetap, juga ditambah dengan informasi mengenai:
- jenis dan alamat/lokasi aktiva tetap;
- kuantitas dan nilai/harga perolehan aktiva tetap;
- bukti kepemilikan atas aktiva tetap;
- nomor dan tanggal perjanjian pembelian aktiva tetap; dan
- foto kopi bukti kepemilikan atas aktiva tetap dan perjanjian pembelian atas aktiva tetap dimaksud.
Atas aktiva tidak berwujud, juga ditambahkan dengan informasi mengenai :
- jenis aktiva tidak berwujud;
- nilai investasi aktiva tidak berwujud; dan
- foto kopi dokumen pendukung mengenai investasi dalam bentuk aktiva tidak berwujud.
Kewajiban BUT atas Penenaman Kembali
Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap yang melakukan penanaman kembali seluruh Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak penghasilan di Indonesia, wajib :
- wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai bentuk penanaman modal yang dilakukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, dengan melampirkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan untuk Tahun Pajak diterima atau diperolehnya penghasilan yang bersangkutan.
- wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai realisasi penanaman kembali yang telah dilakukan, kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, dengan melampirkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan untuk Tahun Pajak saat dilakukan realisasi penanaman kembali tersebut. Pemberitahuan paling sedikit meliputi :
- jumlah Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari Bentuk Usaha Tetap dan Tahun Pajak yang bersangkutan; dan
- bentuk penanaman kembali, jumlah realisasi penanaman kembali, dan Tahun Pajak dilakukan realisasi penanaman kembali.
Apabila tidak memenuhi persyaratan berupa kewajiban menyampaikan pemberitahuan secara lengkap wajib pajak diperkenankan melakukan pembetulan sesuai jangka waktu, dan apabila tidak dilakukan maka atas penghasilan tersebut dikenakan PPh pasal 26 ayat (4).
…