Representative Office

Seperti kita ketahui bahwasanya Kantor Perwakilan atau sering disebut dengan istilah Representative Office (RO) atau Liaison Office (LO)adalah kantor yang dipimpin oleh satu atau lebih perorangan Warga Negara Asing (WNA) atau Warga Negara Indonesia (WNI) yang ditunjuk oleh perusahaan asing atau gabungan perusahaan asing di luar negeri sebagai perwakilannya di Indonesia.

Versi BKPM

Sesuai keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) nomor 7 tahun 2018, keberadaan RO  bertujuan untuk pengurusan kepentingan perusahaan afiliasinya dan dilarang melaksanakan kegiatan yang bersifat komersial termasuk bentuk apapun dalam pengelolaan suatu perusahaan atau perorangan di dalam negeri. Salah satu tujuan RO misalnya adalah untuk mempersiapkan pendirian atau pengembangan usaha dari RO sendiri.

Fakta

Sebagaimana dijelaskan dalam tulisan terdahulu “Penegasan bentuk Usaha Tetap” kaitannya dengan P3B orang pribadi yang kegiatan usahanya hanya bersifat persiapan (preparation) atau penunjang (auxiliary) guna memperlancar kegiatan yang esensial dan signifikan adalah bukan kriteria BUT melainkan umumnya mereka menyebut sebagai representative office (kantor perwakilan). Maka perlu dipahami kembali apakah RO tersebut hanya semata-mata melaksanakan kegiatan persiapan dan penunjang. Karena pada faktanya di luar sana lebih banyak mereka melaksanakan fungsi sekedar persiapan dan penunjang. Maka jika itu terjadi, RO tersebut adalah merupakan Wajib Pajak Tertentu jika tidak ingin disebut sebagai Bentuk Usaha Tetap yang pelaksanaan kewajiban perpajakannya menggunakan Norma Penghitungan Khusus.

Jenis Representative Office

Kantor Perwakilan perusahaan asing di Indonesia terdiri dari 4 (empat) macam yaitu :

  • Kantor Perwakilan Perusahaan Asing (KPPA), kantor yang didirikan oleh perusahaan asing atau gabungan perusahaan asing di negara lain sebagai perwakilannya di Indonesia, yang bertujuan untuk mengurus kepentingan perusahaan afiliasinya dan untuk mempersiapkan pendirian dan pengembangan usaha perusahaan Penanaman Modal Asing (PT PMA). KPPA yang didirikan melakukan penelitian pasar hingga penilaian apakah produk perusahaannya dapat dan cocok dipasarkan di Indonesia. Setelah yakin bahwa produknya dapat diterima dan berkembang di Indonesia, maka perusahaan asing terkait dapat mendirikan PT PMA tersebut.
  • Kantor Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing (KP3A), kantor yang dipimpin oleh perorangan WNI atau WNA yang ditunjuk oleh perusahaan asing atau gabungan perusahaan asing di luar negeri sebagai perwakilannya di Indonesia. Tujuan dalam mendirikan kantor perwakilan pada dasarnya hanyalah bersifat promosi, untuk melaksanakan survey, melakukan penelitian pasar, hingga penilaian apakah produk perusahaannya dapat dan cocok dipasarkan di Indonesia. KP3A dapat berbentuk agen penjualan (selling agent) atau agen pabrik (manufactures agent) atau agen pembelian (buying agent). KP3A dapat dibuka di ibu kota provinsi dan kabupaten/kota di seluruh wilayah Republik Indonesia. Dalam melaksanakan kegiatannya, KP3A dilarang melakukan kegiatan perdagangan dan transaksi penjualan, baik dari tingkat permulaan sampai dengan penyelesaiannya seperti mengajukan tender, menandatangani kontrak, menyelesaikan klaim dan sejenisnya.
  • Kantor Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing (BUJKA), kantor perwakilan di Indonesia dari badan usaha yang didirikan menurut hukum dan berdomisili di negara asing, yang dipersamakan dengan badan hukum Perseroan Terbatas yang bergerak di bidang usaha jasa kontruksi. Dalam penyelenggaraan kegiatannya di Indonesia, BUJKA wajib membentuk ikatan kerjasama operasi dengan Badan Usaha Jasa Kontruksi di Indonesia didasari dengan prinsip-prinsip kesamaan layanan jasa kontruksi dan kesetaraan kualifikasi jasa kontruksi.
  • Kantor Perwakilan Perusahaan Asing Minyak dan Gas Bumi (KPPA MIgas), kantor yang didirikan oleh perusahaan asing atau gabungan perusahaan asing di negara lain sebagai perwakilannya di Indonesia, yang bergerak di subsektor minyak dan gas bumi. Kantor perwakilan ini dapat dipimpin oleh perorangan warga negara Indonesia atau warga negara asing. Sama halnya dengan kantor perwakilan lainnya, KPPA Migas wajib memiliki Izin KPPA Migas dari Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pusat di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) jika ingin melaksanakan kegiatannya di Indonesia.

Perpajakan atas Kantor Perwakilan

Dalam Pasal 2 UU PPh disebutkan bahwa  Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, diantaranya dapat berupa kantor perwakilan. Kantor perwakilan tersebut tidak mengklasifikasi seberapa besar kegiatannya.  Namun, dalam pasal 5 Tax Treaty dijelaskan pengecualian BUT, yaitu :

  • Penggunaan fasilitas semata-mata untuk maksud menyimpan atau memamerkan barang dagangan milik perusahaan;
  • Pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk disimpan, dipamerkan atau diserahkan;
  • Pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk diolah oleh perusahaan lainnya;
  • Pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata untuk maksud membeli barang-barang atau barang dagangan ataupun untuk mengumpulkan keterangan untuk kepentingan perusahaan;
  • Pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata untuk tujuan periklanan, untuk memberikan keterangan, untuk melakaukan riset ilmiah ataupun untuk kegiatan-kegiatan yang serupa yang bersifat persiapan ataupun penunjang bagi kepentingan perusahaan;
  • Pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata untuk setiap kegiatan-kegiatan gabungan dari yang disebut dalam poin 1) sampai dengan 5), asal saja keseluruhan bagian tempat usaha tertentu yang bersifat persiapan atau penunjang.

Pada umumnya tarif perpajakan adalah sesuai dengan pasal 17 ayat (1) dan ayat (2a) UU PPh, dan terdapat pemajakannya yang menggunakan tarif khusus bersifat final untuk Wajib Pajak Tertentu yang tidak dapat dihitung penghasilan netonya yaitu Norma Penghitungan Khusus yaitu bagi Representative Office yang melaksanakan fungsi diluar persiapan dan penunjang, jasa pelayaran, penerbangan dan lain-lain yang dikenal dengan nama PPh Pasal 15.

Subjek Pajak

Yang menjadi subjek pemajakan dalam hal ini adalah WPLN yaitu Kantor Perwakilan atau Representative Office atau Liaison Office di Indonesia yang berasal dari Negara yang belum maupun yang sudah mempunyai persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) dengan Indonesia, namun yang memiliki batasan sebagaimana disebutkan di atas yaitu  “semata-mata”.

Objek Pajak

Objek pajaknya adalah nilai ekspor bruto yaitu semua nilai pengganti atau imbalan yang diterima atau diperoleh  yang mempunyai kantor perwakilan dagang di Indonesia dari penyerahan barang kepada orang pribadi atau badan yang berada atau bertempat kedudukan di Indonesia.

Tarif Pajak

Besarnya tarif pajak bagi WPLN yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia adalah sebesar 0,44% dari nilai ekspor bruto dan bersifat final.

Dasar penghitungan 0,44% adalah :

  • PPh atas penghasilan kena pajak terutang adalah 30% x 1% = 0,3%
  • Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari BUT = 20% x 1- 0,3 = 0,14 

Untuk KPD dari negara-negara mitra P3B dengan Indonesia, maka besarnya tarif pajak yang terutang disesuaikan dengan tarif BPT dari suatu Bentuk Usaha Tetap tersebut sebagaimana dimaksud dalam P3B terkait (SE-2/PJ.03/2008).

Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan

Pembayaran dan pelaporan PPh dari WPLN yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia dan pengadministrasiannya di Kantor Pelayanan Pajak dilakukan sebagai berikut:

  • WPLN yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia wajib membayar PPh yang terutang dalam suatu masa pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan, dengan menggunakan satu Surat Setoran Pajak (SSP) Final;
  • WPLN yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia wajib melaporkan pembayaran PPh yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan, dengan menggunakan bentuk formulir sesuai lampiran I KEP-667/PJ./2001 dan dilampiri dengan lembar ke-3 SSP Final.

Kewajiban Sebagai Pemotong Pajak

Kantor perwakilan (perusahaan asing) juga adalah termasuk sebagai pemotong Pajak Penghasilan pasal 4 ayat (2), Pasal 21/26, Pasal 23/26 yaitu saat kantor perwakilan (perusahaan asing) memberikan sejumlah uang dari suatu kegiatan, pekerjaan, atau jasa kepada  pihak ketiga.

Penutup

Berdasarkan uraian di atas, dijelaskan bahwasanya representative office atau liaison office atau kantor perwakilan adalah merupakan subjek pajak BUT, namun apabila kantor perwakilan tersebut semata-mata hanya :

  • untuk maksud menyimpan atau memamerkan barang dagangan milik perusahaan
  • maksud untuk disimpan, dipamerkan atau diserahkan
  • maksud untuk diolah oleh perusahaan lainnya
  • untuk maksud membeli barang-barang atau barang dagangan ataupun untuk mengumpulkan keterangan untuk kepentingan perusahaan
  • untuk tujuan periklanan, untuk memberikan keterangan, untuk melakaukan riset ilmiah ataupun untuk kegiatan-kegiatan yang serupa yang bersifat persiapan ataupun penunjang bagi kepentingan perusahaan;

maka, kantor perwakilan tersebut bukan merupakan Bentuk Usaha Tetap. Sehingga dalam hal ini kantor perwakilan tidak dikenakan tarif PPh Badan atau Pasal 15 (karena tidak memenuhi kriteria BUT). Namun, jika memiliki unsur bukan lagi sekedar persiapan atau penunjang maka kantor perwakilan dikategorikan sebagai BUT kategori Wajib Pajak Tertentu dan wajib melaksanakan kewajiban perpajakan membayar PPh Pasal 15 (Dalam  pasal 15 disebutkan atas Perusahaan Dagang Asing yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia lebih lanjut diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 634/KMK.04/1994 tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Luar Negeri yang Mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia). Beberapa indikator bahwasanya kegiatan bukan lagi kategori persiapan dan penunjangan diantaranya adalah :

  • Ekspansi usaha berupa Kantor Perwakilan Dagang Asing (KPDA) dengan melakukan strategi pemasaran berupa produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion) serta menjadi penghubung adalah merupakan kegiatan yang bersifat esensial. Kegiatan pemasaran yang berupa promosi produk yang dilakukan terus menerus untuk kepentingan kantor pusat (Headquarters) yang terbukti mampu meningkatkan dan memperoleh penghasilan ekspor ke Indonesia. 
  • Marketing Intelligence, kemampuan organisasi untuk mencari serta mengambil informasi sehari-hari yang jelas dan relevan dengan pasar perusahaan kemudian memberikan kepada manajer pemasaran yang membutuhkan, dan liason officer yaitu bertugas menghubungkan dua lembaga untuk berkomunikasi dan berkoordinasi mengenai kegiatan antar lembaga.

sehingga atas penghasilan tersebut dikenakan pajak di negara lainnya atau negara sumber (Indonesia) hanya sebesar bagian laba yang dianggap berasal dari KPDA.

Dan untuk seluruh kantor perwakilan wajib menyampaikan SPT Tahunan (baik memenuhi kriteria BUT atau Wajib Pajak Tertentu maupun tidak), walaupun kantor perwakilan adalah merupakan wajib pajak luar negeri (WPLN) yang terikat dengan perjanjian perpajakan internasional, kewajiban penyampaian SPT Tahunan PPh Badan tetap menjadi hal yang wajib dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perpajakan domestik dalam hal ini Indonesia, karena perpajakan internasional bukan meniadakan pajak maupun menimbulkan pajak baru namun lebih kepada pembagian hak pemajakan.