Jesus PrayKalimat terakhir “Doa Bapa Kami” yang diajarkan Yesus adalah, “Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan, dan kuasa, dan kemuliaan sampai selama-lamanya.” Kalimat ini juga bisa diartikan, “Karena di seluruh dunia ini semua kerajaan milik-Mu, semua kuasa dari-Mu, dan seluruh kemuliaan hanya bagi Engkau sampai selama-lamanya. Amin.”

Dalam Doa Bapa Kami, Tuhan Yesus tidak kompromi. Dalam seluruh pikiran-Nya, Allah menjadi pusat, sumber berkat, kebenaran, dan yang menggenapi seluruh rencana kekal alam semesta. Allah kita adalah Allah yang berkehendak, berencana, mencipta, mengatur, dan memelihara segala ciptaan sampai kiamat dan kekekalan. Konsep doa ini berbeda sama sekali dengan doa pada umumnya. Doa ini berada di lingkungan atau kondisi di mana Tuhan menjadi pusat kehendak manusia, sasaran tertinggi dan terakhir dalam tujuan hidup kita. Biarlah kehendak Tuhan terjadi di dunia ini seperti di sorga. Ketika kita berdoa, kita berdoa kepada yang kekal, bijaksana, berkuasa, dan memiliki segalanya.

Pada saat kita meminta sesuatu dari manusia, ia selalu memberikan berdasarkan kemampuan yang terbatas dan kurang bijak. Namun, jika kita minta kepada Tuhan, kita meminta langsung dari sumber segala yang diciptakan di alam semesta, pokok bijaksana dan sumber seluruh otoritas kebenaran. Oleh karena itu, datang kepada Tuhan dan meminta sesuatu kepada-Nya jauh lebih penting daripada meminta dari manusia. Pada saat kita memberi sesuatu kepada anak, kita dikondisikan dengan mentalitas, kemampuan, keterbatasan, dan pengertian kita yang terbatas dan banyak salah konsep.

Banyak orang tua saat masih muda miskin sekali, maka ketika menjadi kaya mulai berusaha memperbaiki nasib keturunannya. Justru mungkin itu malah merusak anakmu, karena kekayaan bisa memberikan apa saja. Bagi anak itu terlalu mudah untuk memakai uang membeli mainan, dan bisa berbuat apa saja seenaknya. Mulai timbul efek samping yang tidak disadari orang tua, yaitu anak itu kehilangan jiwa perjuangan. Ia tidak lagi memiliki pengalaman berharap dan menanti untuk mendapat sesuatu. Pdt. Fosdick, seorang pendeta terkenal dari gereja terbesar di New York, yaitu Gereja Riverside yang dibangun oleh Rockefeller, berkata bahwa ketika ia kecil orang tuanya berjanji jika ia naik kelas dengan angka yang bagus maka akan dibelikan sepeda. Ia begitu bersukacita, dan ia menghitung masih delapan bulan lagi ia harus berjuang. Maka ia giat belajar dan berjuang dengan penuh pengharapan dan sabar untuk bisa mendapatkan sepeda. Di situ selama delapan bulan karakternya dilatih. Fosdick bercerita bahwa ketika akhirnya ia lulus dengan nilai baik dan dibelikan sepeda, ia bercucur air mata ketika membawa sepeda itu pulang. Ia mengalami sukacita yang hampir tidak pernah ia alami. Sesudah khotbah ia berkata, “Inilah kekurangan anak-anak sekarang. Karena kita sudah kaya, begitu mudah beli apa saja, uang tidak menjadi masalah, anak minta apa pun diberikan, maka anak sudah tidak lagi berjiwa menanti dan berjuang untuk mendapatkan sesuatu yang bernilai dalam hidupnya.” Kelimpahan dan kenikmatan materi telah membuat kita berkekurangan dan miskin rohani. Kita harus melihat dan belajar bagaimana cara Tuhan bekerja dalam hidup kita dan mendidik anak-anak-Nya.

Tuhan membiarkan ada yang miskin, berkekurangan, dan harus bekerja keras untuk mendapat sedikit upah. Ini yang kita lihat dari Alkitab. Bukan Allah tidak mampu, tidak rela, tetapi Ia tidak mau dan tidak rela memanjakan anak-anak-Nya dan merusak karakternya. Allah melatih kita belajar menanti, berharap, berkorban, berletih sebagai modal yang akan diganti dengan tuaian yang penuh sukacita. Jika kita diberi atau diizinkan miskin, kekurangan, gagal pada jangka waktu tertentu, jangan mengeluh atau marah kepada Tuhan. Ada rencana Tuhan yang baik bagi pembentukan karakter kita untuk menjadi lebih sempurna dan sesuai dengan kehendak-Nya.

Daud adalah orang yang paling berkenan di mata Tuhan. Ia punya kelemahan, tetapi sejak kecil mencari dan menanti Tuhan. Daud dilahirkan sebagai anak bungsu, ditekan, dianiaya, dihina kakak-kakaknya yang menganggap diri lebih berpengalaman dan lebih mampu dari Daud. Ketika Daud membawa makanan bagi kakak-kakaknya di medan perang, ia melihat Goliat yang besar tampil menjadi penantang seluruh Israel. Ketika ia ingin melawan, kakaknya menghina dia dan menyuruhnya pulang. Daud tidak mau pulang, tetapi ia menanti kesempatan yang Tuhan berikan kepadanya untuk boleh bekerja bagi satu bangsa. Ketika Daud dihina kakaknya, Saul bertanya siapa yang berani pergi berperang melawan Goliat. Saul satu kepala lebih tinggi dari semua orang Israel dan terlihat gagah perkasa, tetapi ternyata ia pengecut. Tuhan membangkitkan anak kecil seperti Daud yang berkata bahwa ia akan berperang dengan orang kafir yang kurang ajar terhadap Tuhan. Daud marah karena bangsa Israel membiarkan orang tidak bersunat mempermalukan dan memaki-maki Tuhan. Saya kagum akan keberanian Daud. Di manakah anak muda dan remaja yang sedemikian berani untuk Tuhan pada zaman sekarang ini? Kiranya Tuhan membangkitkan anak-anak muda yang akan meneruskan pekerjaan Tuhan yang agung ini. Kita harus terus berdoa minta Tuhan menyatakan kehendak-Nya. Namun, terkadang Tuhan menunda atau tidak menjawab. Ketika orang memberi tahu Yesus bahwa kawan-Nya, Lazarus, sedang sakit keras, Yesus tidak datang dan tidak menolong sampai ia mati. Ketika orang berpikir tubuhnya sudah mulai membusuk karena sudah empat hari mati, barulah Yesus datang ke Betania menyatakan hadirat dan anugerah Tuhan. Daud juga demikian. Ia dibiarkan mengalami kesulitan, dikejar siang malam akan diambil nyawanya oleh Saul, melarikan diri, masuk ke padang belantara, sembunyi di gua, menghindari disembelih oleh Saul yang iri kepadanya. Daud menulis Mazmur, “Aku telah bersabar dan bertekun menanti Tuhanku, dan Ia menurunkan telinga-Nya mendengar doaku.”

Kalimat terakhir Doa Bapa Kami menyatakan bahwa segala sesuatu berasal, bergantung, dan kembali kepada Tuhan. Ini juga tertulis di Roma 11:36. Ia adalah Sumber, Sang Pencipta, Sang Penopang, dan Hakim alam semesta. Dengan itu, kita dapat mengerti dengan tenang dan stabil ketika permintaan kita tidak dikabulkan oleh Tuhan. Jangan gelisah. Jika kita tidak sabar ketika doa kita tidak dijawab oleh Tuhan, kita akan mengambil jalan pintas, dan itu bahaya sekali. Iblis sudah memasang perangkap bagi mereka yang mengambil jalan pintas. Jika Tuhan tidak menjawab atau belum mengabulkan doa kita, bukan karena Ia bisu, tetapi karena waktu-Nya belum tiba atau kita tidak memerlukannya. Tahanlah nafsu dan sabar menunggu.

Di Alkitab kita bisa melihat tiga orang penting yang doanya tidak dikabulkan Tuhan. Pertama, Elia. Ketika Tuhan Yesus transfigurasi di bukit, maka yang muncul mewakili nabi bukan Yesaya, Yehezkiel, atau Daniel, tetapi Elia. Yang mewakili Taurat adalah Musa. Elia doanya begitu berkuasa. Ia berani berkata kepada Ahab, “Di hadapan Allah aku bersumpah, jika aku tidak berdoa, tiga tahun tidak ada hujan.” Ada orang begitu hebat, berani berdoa dan tahu Tuhan akan mendengar doanya. Ketika itu mereka mengalami kelaparan. Semua tanah kering, pecah, tidak ada air tiga setengah tahun lamanya. Berarti Allah sangat berkenan kepada Elia. Apa yang Elia minta diberikan-Nya. Seorang rohaniwan berpengaruh besar dan seluruh Israel dipengaruhi doanya. Yakobus 5 berkata, “Doa orang benar besar sekali khasiatnya.” Tetapi heran, Elia yang sedemikian agung pernah ditolak doanya oleh Tuhan, yaitu ketika ia minta mati. Orang yang sudah berdoa minta mati, sudah tidak punya niat hidup di dunia. Motivasi Elia berdoa minta mati sangat anggun, yaitu karena ia tidak bisa melampaui orang-orang yang lebih dulu. Elia adalah seorang yang ingin melampaui semua pendahulunya. Di seluruh Alkitab hanya ada satu kali orang muda yang minta mati dari Tuhan karena ia menyesal tidak melampaui pendahulunya, Abraham, Musa, dan lain-lain. Ini orang yang berniat besar, agung, menakutkan, dan yang membuat zaman maju. Setiap zaman, jika ada pemuda yang ingin melampaui semua pendahulunya, barulah zaman itu maju. Elia adalah orang yang ingin mendahului semua pendahulunya. Tuhan bukan saja tidak mengabulkan, tetapi Ia mengirim malaikat memberi makan roti. Setelah makan roti, ia berlari empat puluh hari. Tuhan tetap tidak menjawab dia.

Kedua, Paulus. Paulus lemah dan minta sembuh. Ia berkata, “Ada duri yang menusuk dagingku, sehingga aku lemah. Tuhan, jika mungkin cabutlah dan singkirkan duri ini dariku.” Lalu Tuhan berkata kepadanya, “Sudah, jangan berdoa lagi.” Tuhan minta orang untuk tidak berdoa lagi, karena doanya tidak berguna, tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Tuhan menjawab, “Anugerah-Ku cukup bagimu.” Sambil ada duri, sambil ada anugerah. Saat ini banyak orang Kristen mau anugerah tetapi tidak mau duri, mau diberkati tetapi tidak mau menanggung salib, mau mendapat hadiah besar dari Tuhan, tetapi tidak mau memikul salib. Alkitab tidak menjelaskan apa yang dimaksud Paulus dengan “duri”. Alkitab menyatakan sebagai suatu pesuruh setan yang selalu mengganggu Paulus. Pesuruh setan yang diperintahkan oleh Iblis untuk mengganggu hamba Tuhan, membuat kecewa, difitnah, putus asa. Tuhan mengizinkan yang kita tidak senang datang mengganggu kita. Ketika Tuhan mengizinkan, marilah kita melihat muka Tuhan dan berkata, “Jika ini adalah kehendak-Mu, jadilah kehendak-Mu, bukan kehendakku.”

Ketiga, Yesus. Pernahkah Yesus tidak dijawab doa-Nya? Di Getsemani, ketika Yesus berdoa, “Jika mungkin ya Bapa, singkirkan cawan ini dari pada-Ku.” Tuhan Yesus ingin kalau boleh tidak minum cawan ini. Tuhan Yesus berdoa tiga kali dan Bapa tidak mendengar. Jika Elia, seorang besar di Perjanjian Lama, Paulus, seorang rasul besar di Perjanjian Baru, bahkan Anak Allah, Tuhan Yesus doa-Nya tidak didengarkan Bapa, apa hak engkau menuntut Tuhan harus mendengar doamu? Banyak orang suci mempunyai duri, cawan pahit, dan ketidaktercapaian keinginan mereka dalam pelayanan. John Sung ketika tua memiliki luka besar menganga di belakang, yang begitu hancur sampai tangan bisa masuk ke dalam lubang luka itu. Begitu sakit dan menderitanya, sehingga ia harus diusung dengan dipan dari terpal. Sampai di atas mimbar, ia berpegang pada mimbar karena kakinya tidak kuat lagi, tetapi ia tetap berkhotbah dengan kuasa besar. Mengapa Tuhan tidak menyembuhkannya? Bukankah ia hamba Tuhan yang paling disayang Tuhan dan paling berkuasa? Itu semua karena Tuhan ingin setiap orang rela menanggung kesulitan yang diizinkan Tuhan. Tuhan tidak memanjakan kita ketika Ia berkata, “Anugerah-Ku cukup bagimu.”

Yesus minta cawan itu disingkirkan. Cawan itu bukan sekadar cawan kematian, karena Tuhan Yesus tidak takut mati. Yesus memang harus mati dan Ia tidak takut mati. Ia sengaja datang ke dunia untuk mati, bahkan mati di kayu salib. Ia sangat gentar karena cawan itu adalah keterpisahan dari Allah Bapa. “Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Allah Bapa dan Allah Anak untuk satu saat tertentu harus terpisah. Bukankah persatuan ini adalah kehendak Allah? Jika Allah mempersatukan dan Allah menginginkan persatuan, mengapa Allah harus berpisah dengan Anak-Nya yang Tunggal? Martin Luther berjam-jam merenungkan ayat itu, akhirnya ia berkata, “Saya tidak mengerti,” sambil memukul meja. Bukan Allah Bapa meninggalkan Allah Anak, tetapi Allah Bapa meninggalkan Allah Anak yang menjadi manusia. Allah tidak mungkin meninggalkan Allah.

Ketika Yesus berkata, “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Yesus tidak berkata “Bapa-Ku” melainkan menggunakan “Allah-Ku”. Ketika Yesus menanggung dosa manusia, status-Nya bukan sebagai Anak Allah, tetapi sebagai Anak Allah yang berinkarnasi menjadi manusia. Maka, manusia Yesus dibuang oleh Allah Bapa. Saat itu, bukan Allah Bapa meninggalkan Allah Anak, tetapi Allah Bapa meninggalkan Allah Anak yang sedang berinkarnasi menjadi manusia. Perpisahan ini bukan rencana Allah dan bukan kehendak Yesus yang kekal. Perpisahan ini merupakan suatu keharusan mutlak karena tugas keselamatan, yaitu karena keselamatan sudah ditetapkan melalui penanggungan dosa, sehingga propisiasi itu terjadi. Penanggungan dosa melalui penggantian, suatu cara Tuhan menanggung dosa manusia, sehingga dibuangnya Anak Tunggal yang menjadi manusia.

Ketiga orang besar ini doanya tidak dijawab Tuhan, karena saat-Nya, rencana-Nya, dan anugerah-Nya, terkait menjadi satu, sehingga kita tahu. Yesus dibuang Allah karena menanggung dosa kita. Yesus mengakhiri Doa Bapa Kami dengan tiga kalimat, “Seluruh kerajaan dunia ini akan menjadi Kerajaan-Mu; Seluruh kuasa dari semua pemerintahan berasal dari Engkau; Dan seluruh kemuliaan akan kembali kepada Kristus Yesus.” Di dalam Wahyu 5:9 dikatakan, “Karena Ia pernah disembelih, Ia harus memperoleh kuasa, hikmat, kekuatan, kemuliaan, dan kehormatan. Semua kembali pada Allah dan Domba yang disembelih itu.” Melalui Kristus kita dicipta, diselamatkan, diperdamaikan, dan dipersatukan dengan Allah.

Yesus berkata, “Engkaulah yang empunya Kerajaan,” berarti kerajaan dunia ini bukan apa-apa. Semua yang ada di dalamnya untuk sementara dipinjamkan. Negara Indonesia dipinjamkan sementara untuk diatur oleh Soekarno beberapa puluh tahun, lalu diambil kembali oleh Tuhan, dipinjamkan kembali kepada Soeharto, lalu diambil kembali lagi, dan begitu seterusnya. Mereka semua tidak memiliki Indonesia. Mereka hanya untuk sementara dipinjamkan untuk boleh berkuasa. Tuhanlah yang mempunyai Indonesia. George F. Händel meletakkan ayat Wahyu 5:9 ke dalam Oratorio Hallelujah yang digubahnya.

Saat ini kita bukan berada pada titik akhir. Kita masih berada di dalam proses sejarah yang sedang berjalan menuju akhir, yaitu ketika Tuhan Yesus datang untuk kedua kalinya. Ketika Yesus hadir di dunia, setan memberi kesempatan kepada-Nya, “Saya pamerkan, lihat segala kerajaan dunia dan kemuliaannya. Saya akan berikan kepada-Mu jika Engkau mau menyembah aku.” Yesus tidak menerima tawaran itu, karena kerajaan itu milik Allah, bukan milik setan. Itu sebab, sekarang engkau harus mengerti mengapa Wahyu 5:9 ini menjadi kalimat terakhir Doa Bapa Kami. Di luar apa yang diperintahkan, dikatakan, diwahyukan, dan dijanjikan Tuhan, kita tidak boleh menerima berkat apa pun dari setan, karena setan bukan pemilik asli. Ketika setan berkata, “Sembah saya satu kali, saya berikan semua kepada-Mu,” Yesus tidak mau berdiskusi dengan Iblis lagi. Jika kita mengetahui siapa Allah dan siapa setan, kita langsung bisa membedakan dan menegakkan pendirian kita. Jika engkau sudah menyerahkan seluruh hidupmu kepada Allah, jangan lagi takluk kepada setan.

Setan berkata, “Saya berikan semua ini kepada-Mu.” Yesus menjawab, “Enyahlah engkau!” Yang mau diberikan oleh setan, sebenarnya adalah milik Allah. Yesus sekarang sudah menjadi manusia, lebih rendah sedikit dari malaikat, sedangkan Iblis sebelumnya adalah malaikat, bahkan penghulu malaikat. Maka, ia merasa lebih tinggi dari manusia. Ketika Yesus menjelma menjadi manusia, Ia lebih rendah dari setan. Tetapi Yesus aslinya adalah Firman yang adalah Allah. Ia bukan manusia, Ia sementara turun ke dunia menjadi manusia, lebih rendah sedikit dari malaikat, demi untuk menyelamatkan kita. Di situ setan mengambil kesempatan. Padahal Allah berkata, “Biarlah segala malaikat Allah menyembah Kristus.” Sekarang malaikat yang jatuh meminta Yesus menyembah dia. Ini suatu pembalikan rohani yang rumit luar biasa. Orang yang pertama menemukan keagungan theologi ini bukanlah seorang theolog, tetapi seorang penyair, John Milton, seorang Puritan yang sangat cinta firman Tuhan dan mempelajarinya secara tuntas. Sekarang banyak orang Kristen yang di rumah tidak membaca Alkitab dan tidak mau menyelidiki Alkitab. John Milton menulis syair terpanjang di dalam sejarah. Sebelas tahun setelah ia buta sama sekali, ia menulis syair Paradise Lost dan Paradise Regain yang memecahkan rekor syair terpanjang dalam sejarah. Jika Homer menulis buku yang menceritakan asal-usul suatu bangsa, John Milton menulis asal-usul dunia menurut wahyu Alkitab, tentang bagaimana kita kehilangan Firdaus (Taman Eden) dan melalui Kristus kita kembali lagi ke Eden, taman yang disiapkan Tuhan.

Pada awalnya Allah memerintahkan para malaikat untuk menyembah Sang Anak, Yesus Kristus. Tetapi ketika Yesus menjadi manusia, setan berkata, “Biarlah Yesus menyembah malaikat yang jatuh.” Tetapi di sini Yesus memiliki kepekaan yang luar biasa. Ia memiliki ketajaman pikiran yang melihat kelemahan dan semua tipuan Iblis, maka Ia tidak mau berbicara, berdiskusi, atau kompromi. Ia hanya berkata, “Enyahlah kau, setan! Karena engkau tidak berhak memberi semua itu kepada-Ku.” Ini seperti yang Tuhan Yesus ajarkan dalam Doa Bapa Kami, “Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan, dan kuasa, dan kemuliaan sampai selama-lamanya.”

Kekayaan yang bukan dari Tuhan hanya akan menambah kesulitanmu masuk sorga. Kekayaan yang dari Tuhan terkadang membuat engkau rugi terlebih dahulu dan menanggung kesulitan sebelum engkau menerima berkat dari Tuhan. Marilah kita memiliki keseimbangan dan pengertian untuk menilai semua ini. Semua keuntunganku jika dari setan, biarlah dibuang semua; semua kerugian yang diizinkan Tuhan, aku terima dan menunggu Tuhan. Semua kerugian yang direncanakan Tuhan baik untukmu. Saya mendapat atau tidak mendapat sesuatu bukanlah urusan besar, karena semua kerajaan, kuasa, dan kemuliaan adalah milik Tuhan.

Chuck Colson menulis sebuah buku berjudul Kingdoms in Conflict. Kerajaan dunia ini selalu bertentangan dengan Kerajaan Allah. Orang Kristen hidup di tengah kedua kerajaan ini, penuh pertentangan, peperangan keuntungan dan segala aspeknya. Kita menjadi tempat pertempuran antara kedua kerajaan ini. Kerajaan Allah dan kerajaan dunia pada saat terjadi konflik kepentingan membawa kita menjadi korbannya. Maka ia berkata, bagaimana kita menjadi orang Kristen yang baik, setia kepada Kerajaan Allah, lebih baik daripada kepada kerajaan dunia. Pada saat orang Kristen hidup di negara Republik Indonesia, tetapi ia mau berbakti kepada Allah di sorga, ia akan mengalami konflik. Buku ini sangat indah, meski bukan ditulis oleh seorang theolog, tetapi pandangan theologinya sangat kuat.

Ingatlah bahwa kerajaan bukanlah milik manusia, melainkan milik Tuhan. Ketika Tuhan meminjamkan rakyat dunia yang Ia ciptakan kepada penguasa, Ia mau menguji kesetiaanmu. Apakah engkau setia kepada kerajaan dunia atau Kerajaan Allah. Konflik kedua kerajaan ini tidak akan pernah selesai. Kalimat terakhir Yesus, “Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.” Biarlah ini menjadi doa kita. Saya menganjurkan engkau menjadi anggota Kerajaan Sorga yang setia, tekun mengikut Tuhan, memuliakan Tuhan, dan menyatakan kuasa kemuliaan Tuhan Allah di dalam Kerajaan-Nya, melampaui kuasa kemuliaan kerajaan dunia yang hanya sementara. Marilah menjadi wakil Tuhan, duta, dan representatif Kerajaan Allah yang memuliakan nama Tuhan di dunia ini.

Amin.

Sumber : https://www.buletinpillar.org/transkrip/doa-bapa-kami-bagian-17

Artikel Terkait :