Hal yang diharapkan oleh pemilik bisnis adalah melakukan penghematan pembayaran pajak dalam setiap transaksi bisnis, hal ini tergantung daripada kemahiran dari pemilik bisnis itu sendiri dalam membaca setiap peluang agar dapat melakukan penghematan secara maksimal. Dalam tulisan seri perencanaan pajak kali ini penulis mencoba menuangkan dari sisi jenis pajak Pajak Pertambahan Nilai (PPN), namun sebelumnya ada baiknya penulis membaca beberapa seri tulisan terkait perencanaan pajak berikut ini :
- Motivasi dan Rancangan Perencana Pajak
- Penghindaran atau perencanaan pajak?
- Sekilas Perencanaan Pajak : PPh Pasal 21
- Sekilas Perencanaan Pajak : Penghasilan Final dan Non Final
- Sekilas Perencanaan Pajak : PPh 22 Impor
Pajak Pertambahan Nilai – Saat Pembuatan Faktur Pajak
a. Faktur Pajak
Seperti kita ketahui bahwa mekanisme pemungutan Pajak Pertambahan Nilai menggunakan mekanisme Indirect Substraction Method/Invoice Method (PK – PM). Dengan metode ini menuntut perusahaan untuk memperoleh Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) dari Pengusaha Kena Pajak dengan tujuan Pajak Masukannya dapat dikreditkan.
Akibat dari pengenaan PPN berdasar sistem faktur maka setiap penyerahan BKP/JKP yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) mutlak dibuatkan faktur pajak. Jadi faktur pajak adalah merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP atau JKP.
Hal yang perlu dipahami terkait faktur pajak adalah
- Faktur Pajak hanya dapat dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak
- Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP atau karena impor
- Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut berfungsi sebagai Pajak Keluaran bagi penjual dan Pajak Masukan bagi pembeli.
b. Saat Pembuatan Faktur
Pasal 13 ayat (1a) disebutkan bahwa Faktur Pajak harus dibuat pada:
- saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
- saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
- saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau
- aat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Pada prinsipnya Faktur Pajak harus dibuat pada saat penyerahan atau pada saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi sebelum penyerahan. Dalam hal tertentu dimungkinkan saat pembuatan Faktur Pajak tidak sama dengan saat-saat tersebut, misalnya dalam hal terjadi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendahara pemerintah. Oleh karena itu, Menteri Keuangan berwenang untuk mengatur saat lain sebagai saat pembuatan Faktur Pajak.
Pajak Pertambahan Nilai – Perencanaan Pajak
Penentuan saat pembuatan faktur dan saat terutang penting diketahui bagi pelaku bisnis mengingat pengaruhnya terhadap cash flow perusahaan. Perhatikan contoh sebagai berikut :
PT. Nusa Tools Indonesia mengikat kontrak penjualan BKP kepada PT. Nusa Tax Consulting pada tanggal 22 Maret 2016, dengan nilai kontrak sebesar Rp. 2 Milyar. Penyerahan barang dilakukan lima hari setelah kontrak ditandatangani dengan pembayaran tunai. Jika kita mengetahui tingkat bunga umum di pasar uang atau bank komersial adalah 12% per tahun atau 1% per bulan.
Keputusan apa yang harus dilakukan oleh PT. Nusa Tools Indonesia untuk menegosiasikan penyerahan barangnya kepada PT. Nusa Tax Consulting?
- Apakah penyerahan dilakukan tanggal 27 Maret 2016 dengan konsekuensi Faktur Pajak harus terbit tanggal 27 Maret 2016 dan harus menyetor ke kas negara pada tanggal 30 April 2016? atau
- Menegoisasikan dengan pihak PT. Nusa Tax Consulting agar penyerahan barangnya dilakukan pada awal bulan berikutnya, yakni 1 April 2016, dengan keuntungan pembayaran faktur pajak dapat ditunda hampir 2(dua) bulan lamanya (dilakukan penyetoran ke Kas negara pada tanggal 31 Mei 2016.
Dari perhitunganini, kita dapat menghitung berapa besar penghematan pajak yang bisa diperoleh perusahaan dari penundaan penyetoran PPN tersebut, yang semula atas penyerahan barang tanggal 27 Maret 2016 harus dilakukan setoran PPN ke Kas Negara pada tanggal 30 April 2016, tetapi ditunda penyerahan barangnya pada 1 April 2016 sehingga setoran PPNnya ke Kas Negara bisa ditunda hingga akhir bulan berikutnya yaitu 31 Mei 2016.
PPN terutang = 10% x Rp. 2.000.000.000,- = Rp. 200 juta
Nilai sekarang (present value) dari uang sebesar Rp. 200 Juta yang harus disetor kekas negara atas PPN yang terutang = Rp. 200 juta : (1-0.01) = Rp. 198 Juta. Penghematan pajak Rp.2 Jt. Jadi, dengan menunda penyerahan barang selama beberapa hari saja perusahaan dapat menghemat pajak sebesar Rp. 2 juta.