Semua pungutan pajak harus berdasarkan undang-undang. Ini memiliki makna bahwa pungutan yang diambil oleh negara adalah sah dan bukan pungli. Di sisi lain, apabila ada warga negara Indonesia ataupun asing yang sesuai ketentuan wajib membayar pajak, tetapi tidak melakukannya, warga negara tersebut dapat dikenai sanksi hukum. Undang-undang itulah yang menjadi dasar pemungutan pajak seperti yang disampaikan oleh Adam Smith dalam bukunya “An Inquiry into the Nature and Cause ot the Wealth of Nation” yang diterbitkan pada 1776.

Pasal 2 ayat (3) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan menyebutkan definisi tentang Subjek Pajak Dalam Negeri, yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

Warga negara asing yang bekerja di Indonesia (ekspatriat) masuk dalam definisi tersebut atau bisa disebut juga sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri Orang Pribadi Warga Negara Asing. Setiap kewajiban perpajakannya diperlakukan sama dengan Warga Negara Indonesia. Tulisan ini lebih berfokus pada pembahasan ekspatriat yang menerima penghasilan sebagai pegawai dan bukan sebagai tenaga kerja yang memiliki keahlian tertentu.

Ekspatriat yang bekerja sebagai pegawai, di samping memiliki penghasilan di Indonesia, juga memiliki penghasilan dari negara asalnya dan semuanya harus disampaikan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Orang Pribadi. Pembuktian ekspatriat bahwa mereka, selain memiliki penghasilan di Indonesia, juga memiliki penghasilan dari negara asalnya adalah melalui Surat Keterangan Penghasilan (Certificate of Income).

Saat bekerja di Indonesia, umumnya kontrak kerja mencantumkan perjanjian yang memerinci tentang penghasilan yang diberikan kepada ekspatriat, bisa berupa gaji pokok, tunjangan pasangan, tunjangan anak, tunjangan kerja khusus di Indonesia. Ada juga tunjangan layanan lapangan berupa tunjangan jabatan luar negeri, tunjangan beban kerja luar negeri, tunjangan keluarga yang kadang diberikan langsung dari negara asal tempat kantor pusat yang mengutusnya.

Biasanya, apabila ekspatriat itu bekerja di suatu perusahaan, perusahaan akan memotong Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh ekspatriat. Namun, atas penghasilan yang diberikan dari luar negeri belum dilakukan pemotongan pajak, baik oleh kantor pusat maupun perusahaan di dalam negeri tempat ekspatriat bekerja.

Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 secara sederhananya menyebutkan, orang pribadi dalam negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan dari badan yang tidak melakukan pemotongan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan, wajib melaksanakan sendiri penghitungan dan pembayaran pajak penghasilan yang terutang dalam tahun berjalan. Ini dilakukan karena entitas luar negeri yang membayarkan sejumlah uang kepada pegawai pusat yang dikirim ke Indonesia (ekspatriat) belum melakukan pemotongan pajak dan ekspatriat tersebut wajib menjalankan ketentuan itu di Indonesia.

Penghasilan Teratur dan Tidak Teratur

Penghasilan yang diterima oleh ekspatriat, baik teratur maupun tidak teratur dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21. Penghasilan yang bersifat teratur itu seperti penghasilan bagi pegawai tetap berupa gaji, upah, segala macam tunjangan, dan imbalan dengan nama apa pun yang diberikan secara periodik berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi kerja, termasuk uang lembur. Sementara berbicara PPh Pasal 25, Pasal 1 huruf d Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-537/PJ/2000 menyebutkan, penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap tahun pajak, yang bersumber dari pekerjaan, kecuali penghasilan yang telah dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, apabila ekspatriat menerima penghasilan berupa tunjangan atau bonus atas kinerja mereka dalam satu tahun pajak di Indonesia oleh perusahaan yang mengutusnya di luar negeri merupakan kategori penghasilan teratur yang wajib diperhitungkan sebagai penghasilan.

Sebagai contoh:

Mr. Isamu yang berstatus K/2 dalam tahun 2022 memiliki bukti potong 1721-A1 dan penghasilan neto dari luar negeri yang belum dilakukan pemotongan sesuai dengan Certificate of Income. Datanya sebagai berikut:

Data 1721-A1

Gaji                                                      Rp243.750.000,00

Tunjangan                                           Rp22.500.000,00

Premi Asuransi                                    Rp6.608.812,00

Jumlah Penghasilan Bruto                 Rp272.000.000,00

Pengurang:

Biaya Jabatan                                     (Rp6.000.000,00

Iuran Pensiun                                      (Rp5.000.000,00

Jumlah Penghasilan Neto                  Rp261.858.812,00

PTKP (K/2)                                          (Rp67.500.000,00)

Penghasilan Kena Pajak                    Rp194.358.812,00

PPh Terutang                                      Rp24.153.700,00

PPh Pasal 21 yg telah dipotong         Rp24.153.700,00

Data Certificate of Income

Penghasilan teratur                                                                Rp1.503.237.238,00

Penghasilan tidak teratur dan tunjangan performa               Rp3.347.678.045,00

Total                                                                                        Rp4.850.915.283,00

Atas kedua penghasilan tersebut maka Mr. Isamu melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Tahun Pajak 2022 sebagai berikut:

Penghasilan Neto Dalam Negeri        Rp261.858.812,00

Penghasilan Neto Luar Negeri           Rp4.850.915.283,00

Total                                                    Rp5.112.774.095,00

PTKP K/2                                            (Rp67.500.000,00)

Penghasilan Kena Pajak                    Rp5.045.274.095,00

PPh Terutang                                      Rp1.459.845.900,00

Kredit PPh 21 (1721-A1)                    (Rp24.153.700,00)

Kurang Bayar                                      Rp1.435.692.200,00

Angsuran PPh Pasal 25                     Rp119.641.017,00

Mr. Isamu melakukan pembayaran angsuran PPh Pasal 25 sejak masa Maret 2023 sebesar Rp119.641.017,00 yang wajib disetor sejak tanggal 15 April 2023.

Wajid Dipahami

Ekapstriat perlu mengetahui apa yang menjadi kewajiban perpajakannya di Indonesia khususnya pajak penghasilan. Objek pajak penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Artinya semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak.

Dan sebagaimana kita ketahui, SPT harus disampaikan secara benar, lengkap, dan jelas. Benar yaitu benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Lengkap yaitu memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT. Terakhir, jelas yaitu melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT.

Sumber : https://www.pajak.go.id/id/artikel/angsuran-pph-pasal-25-bagi-ekspatriat

 

Artikel Terkait