Kita adalah keturunan Adam dan Hawa. Adam dan Hawa mewakili umat manusia dan telah memberontak kepada Tuhan, maka seluruh umat manusia berada di dalam dosa—dilahirkan dalam dosa, hidup dalam dosa, dan nantinya akan mati dalam dosa. Hanya Kristus yang tidak demikian. Ia bukan dilahirkan karena persetubuhan antara laki-laki dan perempuan, tetapi dilahirkan karena naungan Roh Kudus atas seorang anak dara. Ia tidak membawa sifat dosa masuk ke dunia. Yesus Kristus tidak berdosa, maka Ia dapat menjadi Juruselamat dan menggantikan orang berdosa menerima hukuman murka Allah.

Allah telah memakai tiga cara dalam menciptakan, yaitu: 1) Adam, tanpa laki-laki dan tanpa perempuan; 2) Hawa, dengan laki-laki tanpa perempuan; 3) kita, dengan laki-laki dan dengan perempuan. Dan kini cara 4) Yesus Kristus, tanpa laki-laki hanya memakai perempuan. Ini adalah pilihan Allah. Di dalam kekekalan, Allah telah memperanakkan Kristus, tetapi Yesus dilahirkan ke dunia di tengah-tengah umat manusia. Maria mendengar malaikat berkata kepadanya, “Kau akan melahirkan seorang anak laki-laki, namanya ialah Anak Allah yang kudus.” Kelahiran Kristus adalah kelahiran Sang Kudus, kelahiran Tuhan di dalam dunia. Allah menjelma menjadi manusia dan Firman menjadi daging merupakan hal yang ajaib. Maka di Kitab Yeremia, Allah berkata, “Aku mau melakukan hal yang baru, yaitu perempuan memelihara (LAI: merangkul) laki-laki” (Yer. 31:22 – Ibr.: sâbab artinya memeluk, melingkari, menjaga, melindungi, menyelimuti). Kita tidak mengerti kalimat ini, kita hanya pernah membaca di Kejadian 3, bahwa akan datang keturunan perempuan yang akan berseteru dengan si ular, sehingga peperangan rohani tidak dapat dihindarkan.

Yang berseteru dengan setan bukan keturunan laki-laki, melainkan keturunan perempuan. Kita semua keturunan laki-laki bukan perempuan. Dikatakan bahwa Abraham melahirkan Ishak, Ishak melahirkan Yakub, dan seterusnya. Ini semua keturunan laki-laki, tetapi Allah berkata keturunan perempuan akan berseteru dengan keturunan ular. Semua keturunan laki-laki adalah orang yang berdosa. Sang Kudus tidak boleh menjadi keturunan laki-laki; Ia disebut sebagai keturunan perempuan. Allah telah menaruh-Nya dalam kandungan anak dara Maria. Seorang anak dara yang belum pernah menikah, melalui rahimnya memelihara anak laki-laki yang mau dilahirkan. Seorang perempuan yang tidak menikah mustahil melahirkan anak laki-laki, karena pada perempuan hanya ada kromosom XX, dan tidak mengandung unsur Y. Sedangkan laki-laki kromosomnya XY. Maka tanpa laki-laki, yang berkromosom XY, tidak mungkin lahir seorang laki-laki yang juga berkromosom XY. Tetapi Allah menaruh seorang anak laki-laki dalam kandungan perempuan. Kejadian 3, Yeremia, dan Roma mencatat keturunan perempuan atau keturunan anak dara. Galatia 4:4 mengatakan, “Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat.” Kristus, Sang Kudus, Anak Allah, datang dari Yang Kekal, menjadi Anak Manusia, dilahirkan melalui Maria. Inilah empat kalimat pertama dalam Kristologi, “Dan kepada Yesus Kristus, Anak-Nya yang Tunggal, Tuhan kita; yang dikandung daripada Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria.”

Kalimat kelima, “Yang menderita sengsara di bawah pemerintahan Pontius Pilatus.” Setelah Yesus lahir, titik terpenting selanjutnya adalah kematian-Nya. Yesus dilahirkan demi kematian-Nya. Ibrani 2:14 mencatat, “Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, agar oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut.” Jika Yesus Allah dan bukan manusia, Ia mustahil mati. Dengan kematian-Nya barulah Ia dapat masuk ke alam maut, mengalahkan Iblis si penguasa maut melalui kebangkitan-Nya dari kematian, yang membuktikan bahwa Ialah Allah yang tidak sepatutnya mati.

Kita semua bisa dan sepatutnya mati, karena upah dosa adalah maut. Yesus tidak sepatutnya mati dan sebetulnya memang tidak bisa mati. Perbedaan Yesus dengan kita adalah: kita berdosa dan sepatutnya mati, tetapi kita tidak mau mati; sedangkan Yesus tidak berdosa dan tidak sepatutnya mati, tetapi Ia dengan sengaja datang ke dunia dengan bersalutkan darah dan daging agar Ia bisa mati. Inilah kasih Tuhan. Roma 5:8 mengatakan, “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, saat kita masih berdosa.” Kasih Allah membuat Kristus meninggalkan sorga dan datang ke dunia. Oleh karena kasih Allah, Kristus bersalutkan darah dan daging, agar Ia sama seperti kita. Kristus mati karena kasih-Nya kepada kita yang sudah berdosa dan yang akan menerima upah dosa yaitu maut. Ia tidak berdosa, tetapi rela mati menggantikan kita. Inilah kasih Allah yang sekali lagi dinyatakan kepada kita.

Mengapa di dalam Pengakuan Iman Rasuli harus disebutkan Ia menderita sengsara di bawah pemerintahan Pontius Pilatus? Apakah Pilatus punya jasa? Tidak. Yesus dijual oleh Yudas, baru Ia bisa disalibkan. Apa karena jasa Yudas? Tidak. Motivasi Yudas menjual Yesus karena ia menginginkan 30 keping perak. Yudas menjual Yesus karena Yudas serakah akan uang. Yesus melihat banyak orang serakah akan uang, maka Ia sengaja datang ke dunia, agar orang serakah berbagian dalam kematian-Nya. Yudas bukan berjasa karena telah menjual Yesus, tetapi Yesus datang ke dunia lalu dijual Yudas menyatakan bahwa ia sangat jahat. Hukum Taurat diberikan kepada manusia untuk menunjukkan pelanggaran manusia sebagai dosa. Munculnya Taurat dan hadirnya Yesus dalam sejarah menyatakan dosa umat manusia. Jika Yesus tidak turun ke dunia, Yudas mustahil menjual-Nya, maka yang menjual Yesus tidak berjasa, malah menyatakan kejahatannya sendiri. Tuhan tahu ada orang yang tidak taat dan akan memberontak kepada-Nya dan mau menjual-Nya. Semua dosa inilah yang membuat Kristus turun dari sorga ke bumi. Meski Petrus tiga kali menyangkal Yesus, ia berbeda dengan Yudas; ia tidak merasa berbagian atau berjasa, tetapi ia menangis dan bertobat, serta minta pengampunan dari Tuhan.

Yesus menderita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus. Kalimat ini sangat penting dalam Pengakuan Iman Rasuli, karena dalam Pengakuan Iman Rasuli hanya ada dua nama yang dicantumkan: anak dara Maria dan Pontius Pilatus. Tujuannya untuk memberitahukan bahwa di kemudian hari manusia akan terbagi menjadi dua kelompok: (1) mereka yang bersandar pada anugerah keselamatan Tuhan dan mendapat belas kasihan-Nya; (2) mereka yang bersandar pada kuasanya dan tidak takut bersalah pada Tuhan. Maria sungguh bersandar pada keselamatan Tuhan, “Hatiku memuliakan Tuhan, jiwaku bersukacita karena Juruselamatku.” Maria mengakui bahwa ia berdosa dan memerlukan Penebus dan Juruselamat. Tetapi, Pilatus sebaliknya, ia tidak merasa berdosa, tidak membutuhkan kebenaran, tidak mengakui Yesus itu Raja, serta tidak merasa bahwa dirinyalah yang patut dihakimi. Pilatus sebagai hakim menjadikan Yesus sebagai terdakwa. Pilatus menyangkali kebenaran. Saat Pilatus menghakimi Yesus merupakan pemutarbalikan terbesar dalam sejarah kemanusiaan. Yang seharusnya Hakim atas umat manusia menjadi terdakwa, yang seharusnya dihakimi malah menjadi hakim. Anak Allah dihakimi pendosa. Pada saat Pilatus duduk di kursi hakim, dengan kualifikasi apa ia menghakimi? Ia adalah seorang pejabat Romawi, tetapi sekaligus pendosa. Sama seperti ada hakim-hakim yang hari ini mengira diri mereka layak menghakimi orang lain. Pengadilan seharusnya menuntut keadilan, tetapi tempat yang paling melanggar keadilan justru pengadilan. Banyak kasus di dunia ini, asalkan ada uang, yang benar bisa menjadi salah, yang salah pun bisa dibenarkan. Di dalam sejarah, yang paling tidak adil adalah ketika Pilatus mencuci tangannya dan berkata, “Aku tidak bersalah,” lalu menyalibkan Yesus.

Dalam Pengakuan Iman Rasuli, ada nama Pilatus untuk memberi tahu seluruh umat manusia bahwa Yesus sungguh telah masuk ke dalam sejarah. Di dalam zaman Maria, Yesus telah dilahirkan dan di dalam zaman Pilatus, Yesus telah disalibkan. Pengakuan Iman Rasuli harus memasukkan nama Pilatus, untuk memberitahukan bahwa Allah kita bukan menikmati kesenangan sendiri di dalam sorga dan tidak memperhatikan kita, tetapi Ia justru Allah yang mengetahui apa kebutuhan kita dalam penderitaan di dunia, maka Allah kita dengan sendirinya datang ke dunia bertubuh darah dan daging.

Pengakuan Iman Rasuli berkata, “Ia menderita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus.” Dalam bahasa Mandarin, kata menderita dan mati mempunyai pengertian yang sama. Saat Anda berkata seseorang menderita, berarti mungkin sekali orang itu sudah mati. Yesus menderita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, berarti pada akhirnya Ia mati di atas salib. Kalimat kelima, “yang menderita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus,” kalimat keenam, “disalibkan.” Pilatus tidak mau menyalibkan Yesus. Tiga kali Pilatus berkata, “Aku tidak menemukan kesalahan apa pun dari orang ini.” Lalu ia mencuci tangannya dan berkata, “Aku tahu Ia orang yang bersih, dan jika aku tidak bisa menemukan kesalahan-Nya, aku tidak boleh memvonis-Nya.” Mulutnya sendiri mengaku Yesus tidak bersalah. Tetapi orang-orang Yahudi berteriak, “Salibkan Dia! Salibkan Dia!” Pilatus bertanya kepada mereka, “Lalu bagaimana aku harus memperlakukan Yesus?” Orang Yahudi menjawab, “Bebaskan Barabas dan salibkan Yesus.” Pilatus tahu bahwa kekuatan massa sulit dilawan.

Yesus berkata kepada Pilatus, “Secara khusus Aku datang dilahirkan untuk menjadi Raja dan bersaksi demi kebenaran.” Pilatus menjawab Yesus, “Apa itu kebenaran?” Pilatus tidak mau Kristus, Raja, dan kebenaran. Yang ia mau adalah kuasa diri sendiri untuk melakukan apa pun seturut dengan kehendaknya. Dengan kuasanya Pilatus mau membebaskan Yesus, tetapi ia tidak berdaya. Pilatus mau membebaskan Yesus, tetapi yang mau membunuh Yesus ribuan jumlahnya. Yesus mau dibunuh oleh orang-orang yang menyembah Allah. Hari ini banyak orang yang datang ke gereja untuk menyembah Yesus, tetapi mungkin tanpa sadar akhirnya mereka mau membunuh Yesus.

Ketika Musa turun dari atas gunung membawa kedua loh batu, di tengah perjalanan ia mendengar banyak sekali suara di bawah. Lalu ia bertanya kepada asistennya, Yosua, “Suara apa itu?” Meskipun Yosua seorang jenderal, tetapi dalam hal seperti ini ia menjawab kurang jelas. Ia berkata, “Itu suara peperangan.” Musa berkata, “Bukan. Itu adalah suara penyembahan dan puji-pujian.” Di lingkungan gereja tertentu banyak yang berkata, “Percayalah kepada Yesus, maka kau bisa menjadi kaya dan berhasil.” Maka banyak orang kemudian datang percaya kepada Tuhan. Siapa Allah mereka? Bukan Tuhan Allah, tetapi berhala dalam hati mereka, yaitu mau kaya. Ketika turun dari gunung, mereka melihat Israel sedang menyembah sebuah patung lembu yang terbuat dari emas, dan bahkan dibuat Harun. Banyak orang berkata, ”Sekarang aku ke gereja untuk menyembah Tuhan, mendengarkan pendetanya berkhotbah.” Jika pendetanya salah iman, mereka pun akan ikut menjadi salah. Anda bertanya, “Kepada siapa aku harus percaya?” Tuhan yang disebutkan Musa ialah Dia yang menurunkan Taurat dan bersikap ketat terhadap manusia berdosa. Sedangkan Tuhan yang disampaikan Harun ialah yang diwakili patung seekor lembu. Kaum Israel menyerahkan emas mereka kepada Harun, lalu ia membuat seekor lembu dari emas-emas mereka, dan berkata, “Inilah Tuhan yang membawa kalian keluar dari Mesir.” Seturut namanya, orang Yahudi sepertinya masih menyembah Tuhan, tetapi Tuhan yang sejati bukan patung lembu, maka mereka sebenarnya menjadikan yang lain itu menggantikan Tuhan.

Musa berkata kepada Yosua, “Suara itu bukan suara peperangan, itu suara pujian dan penyembahan.” Agama Kristen merupakan agama yang menyanyi, dan di dalam kekristenan banyak musik yang agung. Allah sejati ialah Allah yang mati disalibkan bagi kita, tetapi yang disembah kelompok Karismatik ekstrem adalah ilah yang menjadikan mereka kaya, lancar, berhasil, dan sebagainya. Allahnya Musa tidak tampak. Musa naik ke gunung empat puluh hari dan tidak turun-turun, maka kaum Israel menjadi kacau. Harun berkata, “Lembu inilah tuhan yang membawa kalian keluar dari Mesir. Sembahlah dia.” Maka mereka pun memuji dan menyembah tuhan lembu itu. Melihat keadaan seperti ini, maka Musa marah, lalu melemparkan kedua loh batu itu. Saat itu Allah pun marah. Pada saat Allah berkata kasih, banyak orang menjadi wakil Allah menyampaikan kasih-Nya. Tetapi pada saat Allah murka, jarang sekali hamba Tuhan yang mau mewakili Allah murka. Saat Allah murka, Harun dan Yosua tidak tahu, hanya Musa yang tahu. Saat Musa melempar kedua loh batu itu, Allah tidak marah kepada Musa. Betapa besar dosa memecahkan kedua loh batu yang di atasnya ada tulisan tangan Allah sendiri, tetapi Allah tidak marah, karena kemarahan Musa adalah kemarahan Allah juga. Allah dan Musa sama-sama murka. Inilah kemarahan suci. Ini kemarahan yang diperkenan Allah.

Sukacita, cinta kasih, ataupun kemarahan Allah haruslah menjadi fondasi emosi kita, karena saat Allah murka, jarang sekali ada pendeta yang berani turut murka. Mereka takut tidak disenangi orang lagi, tetapi Musa tidak peduli. Ia menghancurkan kedua loh batu dan berkata, “Tuhan, umat-Mu telah meninggalkan Engkau. Mereka menyembah lembu emas dan berkata bahwa mereka sedang memuji Tuhan. Tuhan, Engkau sudah melihatnya.” Tuhan berkata, “Musa, beri tahu mereka, bunuhlah mereka yang menentang Aku.” Musa datang ke tengah mereka, “Kalian telah menentang Tuhan, tidak lagi menyembah-Nya, tetapi menyembah dan memanggil lembu emas sebagai Tuhan. Sekarang Allah telah murka, kalian harus bunuh saudaramu sendiri.” Suku Lewi akhirnya membunuh sekitar tiga ribu orang yang menentang Tuhan. Setelah membunuh mereka, maka surutlah murka Allah dan Ia berkata, “Lewi, Aku memilihmu menjadi hamba-Ku. Kalian tahu marah bersama dengan Tuhan.”

Allah ialah Allah yang kasih, tetapi kasih Allah ialah kasih yang membenci kejahatan, cemburu, dan tidak mengizinkan kita sembarang memakai emosi untuk tidak setia kepada-Nya. Perjanjian Lama memperlihatkan banyak orang yang harus dibunuh, barulah surut murka Allah. Tetapi di Perjanjian Baru, Allah berkata, “Kekudusan-Nya untuk menggenapi keselamatan dan kasih-Nya mau memberikan hidup.” Pada saat Taurat diturunkan, tiga ribu orang mati; pada saat Roh Kudus turun, tiga ribu orang diselamatkan. Inilah perbandingan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Allah itu kudus dan murka Allah harusnya ditimpakan atas kita, karena kita para pendosa. Upah dosa adalah maut, maka kita seharusnya mati, tetapi pada saat Yesus menggantikan kita di atas salib, mengalirkan darah, dan mengorbankan nyawa-Nya, mati bagi kita, maka sekali lagi kasih Allah dinyatakan kepada kita. Melalui kematian Kristus, kasih Allah dinyatakan.

Pengakuan Iman Rasuli berkata, “Ia menderita sengsara di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati, dan dikuburkan; turun ke dalam kerajaan maut, pada hari yang ketiga bangkit pula dari antara orang mati.” Hari Yesus disalibkan merupakan hari yang tergelap dalam sejarah, Sang Kebenaran sudah mati, Sang Kudus telah mati. Setiap kali orang Kristen mengenang salib, ia bukan memikirkan betapa banyaknya penderitaan, tetapi Siapa yang telah mati. Setiap orang akan mengalami kematian satu kali. Suatu hari nanti saya akan mati, engkau pun akan mati. Jika kita tidak bisa menghindari kematian, kita pun tidak perlu takut kematian. Apakah kita bisa dengan berani menghadapi kematian? Dengan iman kita mengalahkan kematian. Ini semangat yang harus dimiliki setiap Kristen. Kitab Mazmur berkata, “Allah melihat kematian orang kudus itu bernilai dan berharga.” Kematian Sang Kudus sangat bernilai. Kematian orang suci sangat berharga dan terhormat bagi Tuhan Allah. Allah sangat menghargai orang suci yang dibunuh karena penganiayaan. Jika ini diucapkan Tuhan, kematian Sang Kudus yang terbesar pasti menjadi kematian paling berharga. Siapakah Sang Kudus yang paling besar? Yesus Kristus.

Hari itu merupakan hari paling gelap. Yesus disalibkan di atas salib, bahkan matahari pun tidak bersinar, seluruh bumi menjadi gelap dan bergetar hebat, kuburan pun terbuka. Ada sebagian umat kudus yang bangkit, masuk ke kota kudus. Yesus disalibkan pukul sembilan pagi, jam tiga sore Ia menundukkan kepala dan mati. Dalam waktu enam jam, di atas Bukit Golgota telah terjadi tujuh mujizat. Mujizat yang terbesar terjadi pukul dua belas tepat di mana seluruh bumi menjadi gelap, bumi bergetar, kuburan terbuka, orang-orang mati bangkit, dan tabir Bait Allah terbelah dua dari atas ke bawah. Yesus berkata, “Allah-Ku, Allah-Ku, kenapa Engkau meninggalkan Aku?” Lalu Yesus berkata, “Genap sudah.” Ia pun meninggal. Hari Kristus disalibkan merupakan hari yang paling gelap dalam sejarah, karena melalui kematian-Nya Allah menaruh terang yang paling terang. Jika Yesus tidak mati, sekarang tidak ada yang namanya orang Kristen, tidak ada satu pun orang berdosa yang diampuni, tidak ada Kabar Baik, dan tidak ada gereja atau umat kudus. Jika Kristus tidak mati, kita semua akan masuk ke dalam neraka. Dengan kematian-Nya, jalan keselamatan disediakan. Amin.

Sumber : https://www.buletinpillar.org/transkrip/pengakuan-iman-rasuli-bagian-16-butir-kedua-10

 

Artikel Terkait :