Pendahuluan

Bisnis jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) sudah dimulai sejak tahun 1930 oleh beberapa ekspeditor (forwarder) yang melayani jasa pengakutan di darat dan di air. Dalam bukunya yang berjudul  Some Problems of Freight Forwarders Giles Morrow dan G. Lloyd Wilson (1943) merumuskan pengertian perusahaan freight forwarding sebagai perusahaan yang kegiatan usahanya mengurusi pengangkutan/pengiriman barang muatan dari kapal laut, juga barang-barang yang berada di gudang melalui pengangkutan mobil, mengurusi pengiriman barang melalui kereta api, kapal laut, atau melalui mobil/truk ke tujuan yang diminta/tempat si penerima barang dan pengiriman barang dari gudang si penjual ke tempat si pembeli.

Di Indonesia dikenal istilah Indonesia Forwarder Association (INFA) atau dikenal sebagai Gabungan Freight dan Ekspedisi Seluruh Indonesia (GAFEKSI) yang diresmikan oleh Menteri Perhubungan pada tahun 1989 dengan jumlah anggota saat itu adalah 288 anggota.

Dalam  Keputusan Menteri Perhubungan nomor 10 Tahun 1988 disebutkan bahwa pengertian Jasa Freight Forwarding (JFF) atau Jasa Pengurusan Transportasi (JPT) adalah  kegiatan usaha yang ditujukan untuk mewakili kepentingan pemilik barang untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya kegiatan pengiriman barang melalui transportasi udara, laut, dan darat. Dengan kegiatan meliputi diantaranya penerimaan barang, penyimpanan barang, sortasi barang, pengepakan barang, dan Penandaan barang, pengukuran barang, penimbangan barang, pengurusan penyelesaian dokumen, penerbitan dokumen angkutan, perhitungan biaya angkutan, klaim asuransi atas pengiriman barang serta penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya.

Jasa ini terdiri dari 4 (empat) segmen yaitu :

  • Pengusaha pengurusan jasa kepabeanan (PPJK); yaitu suatu badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan kewajiban pabean untuk dan atas kuasa importir atau eksportir.
  • Jasa pengurusan transportasi murni (JPT); yaitu jasa yang berhubungan dengan pengiriman barang keberbagai tujuan baik domestik maupun ke luar negeri, dimulai dari pengambilan barang daritempat penjual/pemilik barang sampai barang tersebut selamat sampai di pelabuhan / bandara yang dituju sesuai dengan sifat barang, tujuan pengiriman, jadwal pengiriman dan jenistransportasi pengiriman apakah melalui udara atau laut.
  • Trucking; yaitu jasa  freight forwarding melalui transportasi darat dengan menggunakan truk.
  • Pergudangan: yaitu jasa  freight forwarding yang melayani konsumen dalam penyimpananbarang-barang yang dimuat dari kapal sebelum didistribusikan ke tempat si penerima barang.

Maka berdasarkan 4 (empat) segmen jasa pengurusan transportasi di atas memiliki aspek-aspek perpajakan yang berbeda. Dalam beberapa tulisan perpajakan atas jasa pengurusan transportasi atau jasa Freight Forwarding ini pernah dibahas dalam judul “sekilas tentang PPN atas Reimbursement Cost” dan “Sekilas PPN atas penyerahan jasa pengurusan transportasi“. Dalam pembahasan berikut akan dicoba dilihat persepektif perpajakan dari sisi pengusaha jasa freight forwader dan pengguna jasa.

Pembahasan

a. Pajak Penghasilan

Perusahaan Jasa Transportasi dan Pengurusan Transportasi

Setiap entitas usaha wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan termasuk perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa pengangkutan dan pengurusan transportasi. Seperti diketahui bahwasanya kegiatan bisnis jasa freight forwarding bisa saja meliputi kegiatan penerimaan, penyimpanan, fumigasi (penyemprotan anti hama sebelum barang dimuat dalam kontainer), sortasi, pengepakan, penandaan, pengukuran, dan penimbangan. Bahkan, freight forwarder  kadang  lebih sering melakukan pengurusan penyelesaian dokumen, penerbitan dokumen, perhitungan biaya angkutan, klaim asuransi, serta penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya berkenaan dengan pengiriman barang tersebut.

Dan apabila di dalamnya terdapat penghasilan yang bersifat tidak final dan final serta bukan objek pajak sebagaimana diatur dalam pasal 27 ayat (1) PP 94 tahun 2010 Wajib Pajak harus menyelenggarakan pembukuan secara terpisah dan atas biaya bersama bagi Wajib Pajak yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka penghitungan besarnya penghasilan kena pajak pembebanannya dialokasikan secara proporsional.

Terhadap bukti potong PPh Pasal 23 yang diterima oleh Pengusaha Jasa Transportasi dan Pengurusan transportasi ini dapat dikreditkan. Sementara bukti PPh pasal 4 ayat (2) yang diterima tidak lagi diperhitungkan sebagai kredit pajak.

Pengguna Jasa Transportasi dan Pengurusan Transportasi

Hal yang penting bagi suatu entitas usaha adalah adanya kewajiban pemotongan dan pemungutan terhadap pengeluaran uang akibat pekerjaan, jasa, dan pekerjaan yang dilakukan oleh pihak ketiga. Dalam hal ini adalah kewajiban pemotongan PPh Pasal 23 atas penggunaan jasa pengurusan transportasi dengan tarif 2% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN. Bagi pengguna jasa wajib mengetahui jenis jasa yang digunakan dan cara penagihannya, karena bisa jadi ada jenis jasa yang bukan merupakan objek PPh Pasal 23 (PPh Pasal 23 berbentuk positif list artinya yang disebutkan dalam aturan yang dikenakan PPh Pasal 23 dalam hal ini PMK 141/2015).

Dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 141/PMK.03/2015 tentang jasa lain, khususnya pasal 1 ayat 6 huruf ak termasuk jenis jasa lain adalah Jasa Freight Forwading (JFF). Sehingga bagi perusahaan yang menggunakan Jasa Pengurusan Angkutan (JFT) wajib memotong PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.

b. Pajak Pertambahan Nilai

Perusahaan Jasa Transportasi dan Pengurusan Transportasi

Bahwa pengertian JFF dan JPT adalah sebagai perantara antara pemilik barang dan pemilik intermoda angkut maka pengusaha jenis JFF dan JPT keberatan apabila Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan atas seluruh tagihan kepada pemilik barang. Alasannya adalah pembayaran kepada pihak ketiga adalah jenis reimbursement (numpang lewat) oleh karena itu PPN seharusnya hanya dikenakan atas imbalan yang diterima oleh pengusaha JFF/JPT. Namun terdapat kesulitan, pengusaha JFF/JPT keberatan apabila imbalan (fee) yang diterima harus dicantumkan dalam tagihan sehingga GAFEKSI mengusulkan agar DPP PPN menggunakan Nilai Lain (deemed) sepertihalnya DPP PPN Jasa Kurir karena ada persamaan yaitu mengantar barang milik orang lain ke tempat tujuan.

Dalam perubahan ketiga atas Peraturan menteri keuangan nomor 75/PMK/03/2010 tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak yaitu Peraturan Menteri Keuangan nomor 121/PMK.03/2015 khususnya pasal 2 huruf m yang menyebutkan ” untuk penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang di dalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges) adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih.” Dalam ketentuan ini diberi opsi apakah pengusaha JFF/JPT  memilih untuk memisahkan antara biaya jasa pengurusan transportasi dan biaya transportasi atau tidak. Ketentuan pasal 2 huruf m ini sepertinya harus dimengerti bahwasanya apabila tidak ada biaya transportasi (freight charges) di dalamnya maka DPP PPN adalah seluruh nilai tagihan.

Contoh tagihan tidak dipisahkan:

PT. Nusa Transportasi yang bergerak dalam bidang JFF dan JPT, menerima order jasa pengurusan transportasi  sekaligus jasa angkutan dengan nilai Rp. 18.750.000,-  dari PT. Nusa SMS. Maka PT. Nusa Transportasi mengeluarkan faktur dengan kode transaksi 04 dengan PPN sebesar Rp. 187.500,-  yaitu bersumber dari 10% x DPP (10% x Tagihan) atau 10% x (Rp. 18.750.000,- x 10%).

Contoh tagihan dipisahkan:

PT. Nusa Transportasi yang bergerak dalam bidang JFF dan JPT, menerima order jasa pengurusan transportasi dan tidak termasuk jasa angkutan dengan nilai Rp. 8.750.000,-  dari PT. Nusa SMS. Maka PT. Nusa Transportasi mengheluarkan faktur dengan kode transaksi 01 dengan PPN sebesar Rp. 875.000,-  yaitu bersumber dari 10% x Rp. 8.750.000,-

Kondisi di atas menyebabkan PT. Nusa Transportasi memiliki Pajak Keluaran dengan kode transaksi Faktur Pajak (FP) 01 dan 04, maka atas faktur Pajak Masukan yang berhubungan dengan penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang di dalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges) yang dilakukan oleh pengusaha jasa pengurusan transportasi merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.

Pengguna Jasa Transportasi dan Pengurusan Transportasi

Hal yang perlu diketahui oleh PT. Nusa SMS (lawan transaksi pengusaha jasa pengurusan transportasi) di atas,  setiap faktur pajak masukan yang diterima termasuk yang  menerima Faktur Pajak dengan DPP Nilai Lain dapat mengkreditkan Faktur Pajak  sepanjang memenuhi ketentuan yang berlaku.

Penutup

Aspek perpajakan bagi pengusaha yang bergerak dalam bidang JFF atau JPT terdiri atas Pajak Penghasilan Pasal 23 dan Pajak Pertambahan Nilai, namun masing-masing jenis pajak memiliki penjelasan-penjelasan tersendiri sebagaimana ketentuan mengatur.

Bagi perusahaan yang bergerak dalam bidang Jasa Freight Forwarding (JFF) atau Jasa Pengurusan Transportasi (JPT) dapat memilih untuk mengeluarkan faktur pajak dengan kode transaksi 01 (DPP Penggantian) atau 04 (DPP Nilai Lain). Kode transaksi 04 apabila tagihan antara Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarding) dan Jasa Transportasi (Freight Charges) tidak dapat dipisahkan, sementara kode transaksi 01 apabila tagihan dipisahkan.

Demikian halnya Pajak Masukan, apabila pajak masukan berhubungan dengan transaksi dengan kode transaksi 04 tidak dapat dikreditkan dan sebaliknya. Sementara faktur pajak masukan yang diterima oleh pengguna jasa tetap dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan yang berlaku terkait Pajak Masukan.

loading