Saya masih penasaran dengan kronologis penyimpangan hingga penutupan bank tertua asal swiss (Wegelin and Co), demikian juga alasan tidak tercapainya penerimaan pajak benarkah utamanya karena turunnya pembayaran pajak dari wajib pajak kakap, serta mengernyitkan dahi  akibat pembanding dalam pujian terhadap kinerja DJBC lebih baik dibandingkan dengan DJP oleh Om Menteri dan banyak hal lainnya. Hingga akhirnya penulis harus fokus kembali dengan apa yang menjadi tugas inti ogut sebagai pegawai pajak yaitu menyelesaikan surat Keberatan wajib pajak, kali ini tentang sengketa wajib pajak akibat dikenakannya PPN terhadap pendapatan lainnya yang adalah merupakan biaya penggantian (Reimbursement Cost). Mungkin banyak pertanyaan yang sama dari para Pengusaha, oleh karena itu coba saya menuliskan sedikit tentang permasalahan ini menurut yang saya pahami dengan harapan pembaca ikut sumbangsih pemecahan :).

Dasar Hukum Tentang Biaya Penggantian (Reimbursement Cost)

Dalam  Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM) mengatur antara lain :

  • Pasal 1 angka 17, bahwa Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau  nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
  • Pasal 1 angka 19, Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya  diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau  ekspor Barang Kena Pajak Tidak berwujud, tetapi tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur  Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak  Berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di  dalam Daerah Pabean.
  • Pasal 1 angka 5 dan 6, bahwa Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan. Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang ini.
  • Pasal 1 angka 7, bahwa Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak.
  • Pasal 4, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas: a). penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; b). b. impor Barang Kena Pajak; c). penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; d). pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; e).pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; f).ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; g). ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan h). ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

Contoh Kasus Biaya Penggantian (Reimbursement Cost)

Kasus I

PT. Nusaway (Pengusaha Jasa) bergerak di bidang freight forwarding jalur internasional. PT. Nusaway mendahulukan pembayaran atas semua tagihan  yang ditagih oleh shipping line dan airline jalur internasional kepada PT. Nusagate (Penerima Jasa), yang nantinya PT. Nusaway menagih kembali atas biaya-biaya tersebut kepada PT. Nusagate.

Dari contoh tersebut di atas tidak akan terutang PPN sesuai dengan  surat penegasan Dirjen Pajak S- 1047/PJ.322/2004  yang mengatakan dalam hal penggantian terdapat suatu jumlah yang ditagih oleh Pengusaha jasa yang berasal dari tagihan pihak ke tiga yang dokumennya langsung atas nama penerima jasa, maka jumlah tersebut tidak merupakan penggantian yang jadi dasar pengenaan pajak,  yaitu apabila :

  1. Dokumen-dokumen dari pihak ketiga langsung dibuat atas nama penerima jasa; dan
  2. tidak terdapat mark-up atau mark-down harga.
  3. bukti asli diserahkan kepada penanggung beban yang sebenarnya.

Kasus II

PT.  Nusagames  melakukan pembayaran terlebih dahulu (menalangi) biaya-biaya baik material juga termasuk pajak-pajaknya yang seharusnya dibayar oleh PT. Nusahati. Karena sifatnya menalangi maka yang berhak mengkreditkan Pajak Masukan  adalah PT. Nusahati (Artinya dokumen/invoice dalam pembayaran sebelumnya  tercantum atas nama PT. Nusahati). Maka hal ini bukan tagihan penggantian yang terutang PPN.

Sebaliknya terutang PPN jika dokumen/invoice dan lain-lain ditujukan kepada PT. Nusagames, namun karena merasa faktanya itu talangan maka PT. Nusagames tetap menagih ke PT. Nusahati senilai yang dibayar sebelumnya dan atas tagihan itu bukan merupakan pendapatan PT. Nusagames maka  tidak memungut PPN. Hal ini semakin parah jika PT. Nusagames mengkreditkan Faktur Pajak masukan yang  pada faktanya tidak ada (bisa dianggap beli faktur).

Kesimpulan

Biaya penggantian (Reimbursement Cost) tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai sepanjang Faktur (invoice, debit note, kertas bill atau apapun itu sepanjang prinsipnya sebagai alat tagih) masih atas nama yang pihak yang ditalangin dan tidak terdapat markup di dalamnya. Hal ini sejalan dengan Pasal 1 angka 5 dan 6, bahwa Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.

 

 

(Ditulis sebagai pembelajaran dan arsip 🙂 )