Pada tahun 1957 tepatnya tanggal 17 Agustus 1957, Bung Karno dalam pidatonya mengatakan “… Gerakan revolusi mental adalah satu gerakan untuk menggembleng manusia Indonesia ini menjadi manusia baru, yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, berjiwa api yang menyala-nyala…”
Kutipan tersebut sangatlah relevan saat kita berbicara tentang kewajiban membayar pajak kepada negara, sesuai dengan yang diatur dan disepakati oleh rakyat melalui DPR (Pemerintah). Bahwa Direktorat Jenderal Pajak mengajak masyarakat (Wajib Pajak) untuk mensikapi semangat pendahulu kita, melalui gerakan nasional revolusi mental yang dicanangkan kembali dengan menumbuh-kembangkan nilai-nilai integritas (jujur, berwibawa, dan dapat dipercaya); etos kerja (kreatif, produktif dan memiliki daya saing); dan gotong royong (saling membantu, bekerjasama, dan saling menghargai). Saatnya, kita mengubah cara pandang, pola pikir, sikap dan perilaku yang berorientasi pada kemajuan dan kemoderenan guna mewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian. Jika Direktorat Jenderal Pajak sudah dan terus menjalankan amanah yang diberikan dengan serius dan ketat, maka demikian pula dengan Wajib Pajak (pembayar pajak) untuk memulai dengan ketaatan membayar pajak.
Direktorat Jenderal Pajak, memulainya dengan membuka fasilitas insentif perpajakan agar kedepan pembayar pajak dapat memulai dengan lembaran baru, yaitu mengharapkan Wajib Pajak memanfaatkan fasilitas tersebut. Adapun fasilitas tersebut yang kembali saya ringkas dalam catatan ini diantaranya adalah :
1. Penghapusan Sanksi Bunga Penagihan
Apabila Wajib Pajak pernah dilakukan pemeriksaan dan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dimana satu bulan setelah diterbitkan maka Wajib Pajak diharuskan melunasi pajak tersebut dan apabila terlambat maka akan diterbitkan Surat Tagihan Pajak Bunga Penagihan (Pasal 19 ayat (1) UU KUP). Adaun SKPKB tersebut terbit sebelum tanggal 1 Januari 2015 dan disamping SKPKB juga meliputi SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali) yang tidak atau kurang dibayar pada saat jatuh tempo pelunasan.
Terkait instrumen kebijakan ini dilandaskan atas Peraturan Menteri Keuangan nomor 29/PMK.03/2015 yang ditetapkan tanggal 13 Februari 2015 tentang penghapusan sanksi administrasi bunga yang terbit berdasarkan pasal 19 ayat (1) Undang-Undang nomor 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 16 Tahun 2009. Dan untuk lebih jelasnya pembaca dapat mengupas dalam tulisan yang pernah penulis tulis dalam website ini yaitu :
- Penghapusan Sanksi Administrasi Bunga Penagihan
- Penghapusan Sanksi Administrasi Bunga Penagihan (Part II)
- Penghapusan Sanksi Administrasi Bunga Penagihan (Part III)
Dengan instrumen kebijakan ini diharapkan Wajib Pajak yang sebelumnya memiliki utang pajak dan STP Bunga Penagihan, maka dengan melunasi utang pajak tersebut maka Pemerintah menghapus sanksi STP Bunga Penagihan tersebut. Dan kedepan dapat memulai usaha dengan tenang tanpa memiliki beban utang pajak kepada negara.
2. Penghapusan Sanksi Atas Pembetulan SPT
Apabila Wajib Pajak yang selama ini tidak pernah menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) baik masa maupun tahunan, atau yang selama ini menyampaikan SPT dengan tidak benar. Apabila ditahun 2015 ini melakukan penyampaian SPT tersebut, baik melalui pembetulan yang menyebabkan kurang bayar maka atas sanksi-sanksi akibat keterlambatan tersebut akan dihapuskan. Perlu diingat kewajiban pajak tersebut hanya berlaku untuk tahun pajak 2014 dan sebelumnya.
Terkait instrumen kebijakan ini dilandaskan atas Peraturan Menteri Keuangan nomor 91/PMK.03/2015 yang diundangkan di Jakarta pada tanggal 4 Mei 2015 tentang pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi atas keterlambatan penyampaian SPT, pembetulan SPT, dan keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak. Dan untuk lebih jelasnya pembaca dapat mengupas dalam tulisan yang pernah penulis tulis dalam website ini yaitu :
Dengan kebijakan ini diharapkan Wajib Pajak yang selama ini tidak melakukan kewajiban perpajakannya dengan benar untuk melakukan penyampaian dan pembetulan dan atas semua sanksi yang diakibatkan atas penyampaian dan pembetulan tersebut akan dihapuskan. Kedepan Wajib pajak dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan tenang dan terhindar dari kejutan-kejutan pajak masa lalu.
3. Kebijakan Pemeriksaan Terkait Tahun Pembinaan
Bagi Wajib Pajak yang akan dilakukan pemeriksaan pajak (Pemeriksaan Khusus) berdasarkan analisis risiko secara manual dan hasil analisis Informasi, Data, Laporan dan Pengaduan (IDLP) dengan catatan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan belum disampaikan kepada Wajib Pajak dapat dibatalkan sepanjang Wajib Pajak mau memanfaatkan PMK-91 sebagimana dijelaskan sebelumnya. Namun, terhadap Wajib Pajak yang tidak memenuhi panggilan atau memenuhi panggilan tetapi tidak memanfaatkan PMK-91/PMK.03/2015, maka instruksi pemeriksaan tetap dilanjutkan.
Wajib Pajak perlu mengetahui bahwa Direktorat Jenderal Pajak mengeluaran suatu instruksi/atau acuan melalui Surat Edaran nomor 53/PJ/2015 tentang Pelaksanaan Pemeriksaan Tahun 2015 Dalam Rangka mendukung Tahun Pembinaan Wajib Pajak 2015.
4. Penilaian Kembali Aktiva Tetap
Bagi Wajib Pajak yang berniat melakukan revaluasi aktiva tetap, dan atas penilaian tersebut terdapat selisih lebih akan dikenakan pajak final sebesar 10%, maka dalam kebijakan ini Direktorat Jenderal Pajak memberikan diskon tarif pajak berturut-turut menjadi 3 % sepanjang revaluasi dilakukan di tahun 2015, dan 4%, 6% di tahun 2016. Beberapa keuntungan bagi Wajib Pajak yang melakukan revaluasi untuk tujuan perpajakan ini diantaranya adalah 1) tarif pajak lebih kecil, 2) Sisi aktiva Neraca perusahaan akan naik sebesar nilai lebih dan dicatat dalam akun “Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap Wajib Pajak Tanggal …. “. Akun ini disusutkan sesuai masa manfaat aktiva Tetap. Artinya, tahun-tahun setelah revaluasi penghasilan neto fiskal akan tergerus oleh penyusutan selish lebih revaluasi, dan 3) Sisi ekuitas Neraca akan muncul “saham baru” baik berupa saham bonus atau saham baru tanpa penyetoran. Saham baru ini bukan objek PPh sesuai Pasal 2 hurup b Peraturan Pemerintah nomor 94 tahun 2010. Secara umum, penambahan saham tanpa setoran, apapun namanya, dianggap dividen. Terkait hal ini dapat dibaca dalam tulisan :”Revaluasi Aktiva Tetap, Suatu Keharusan?”
Terkait instrumen kebijakan ini dilandaskan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tanggal 15 Oktober 2015 yang mulai berlaku sejak tanggal 20 Oktober 2015 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Untuk Tujuan Perpajakan bagi Permohonan yang Diajukan pada Tahun 2015 dan 2016.
5. Penghapusan Sanksi Atas Surat Ketapan Pajak
Bagi Wajib Pajak yang diterbitkan SKP, SKP PBB, dan/atau STP yang diterbitkan pada tahun 2015 berdasarkan hasil pemeriksaan, verifikasi, atau Penelitian PBB, maka akan diberikan pengurangan sanksi terbatas pada Sanksi Administrasi dalamketetapan tersebut. Adapun jumlah Sanksi Administrasi yang dikurangkan adalah sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah Sanksi Administrasi dalam SKP, SKP PBB, atau STP. Terkait hal ini dapat dibaca dalam tulisan berjudul : “Pengurangan Sanksi dalam SKP, SKP PBB, atau STP.”
Terkait instrumen kebijakan ini dilandaskan atas Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 197/PMK.03/2015 tentang Pengurangan Sanksi Administrasi Atas Surat Ketetapan Pajak,Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi Dan Bangunan,Dan/Atau Surat Tagihan Pajak Yang Diterbitkan Berdasarkan Hasil Pemeriksaan,Verifikasi, Atau Penelitian Pajak Bumi Dan Bangunan.
Penutup
Tentang apa yang dicita-citakan Direktur Jenderal Pajak dengan memberikan stimulus sebagaimana diuraikan di atas, disamping menggapai dana dari masyarakat melalui pajak menurut penulis juga adalah semata-mata melaksanakan semangat revolusi mental yang dicanangkan pemerintah sekarang ini melalui ketaatan melaksanakan kewajiban pembayaran pajak di masa sekarang dan kedepan dengan melakukan pembersihan atas penyimpangan-penyimpangan pajak dimasa lalu. Mari kta manfaatkan tahun pembinaan pajak 2015 ini demi mewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian…… ayo berubah!