Kalau ada orang yang sengaja melukai kita, ada beberapa sebab :
1. Ketakutan Persaingan
Manusia selalu takut dan tidak mau disaingi. Mereka paling senang kalau dirinya, paling hebat. Suatu kali saya melihat seorang anak usia 5 tahun yang duduk dimobil, disebelah papanya, berkata, “Be number one! Be number one!” (Jadi nomor satu! Jadi nomor satu!) Kalau ada mobil lain di depan mobil papanya, maka dia akan berteriak kepada papanya, “Why number two? Number one!”, maka papanya mulai berusaha mengejar mobil yang di depannya. Entah akan jadi apa anak seperti ini kelak. Tetapi itulah sifat manusia. Kelihatan alim, tetapi memiliki jiwa berambisi luar biasa untuk menjadi nomor satu. Saya bertanya kepada anak itu, “Apakah kamu belajar di sekolah juga number one (nomor satu)?” Sambil tertawa, anak itu menjawab,”Tidak.” Kenapa di kelas tidak menjadi nomor satu tapi di jalan bebas hambatan mau menjadi nomor satu?
Kalau kamu dilukai orang karena kamu dianggap menyaingi dia, janganlah kamu sedih. Mengapa? Karena lebih baik menjadi sasaran keirian orang lain, daripada kamu yang merasa iri. Orang yang merasa iri dan menjadi sasaran keirian orang lain, lebih susah mana? Menjadi iri terhadap orang lain itu susah luar biasa. Menjadi sasaran keirian orang lain juga susah, tetapi tidak lebih susah daripada merasa iri terhadap orang lain. Kalau kamu menjadi sasaran keirian orang lain, ini berarti kamu memiliki kelebihan, di dalam hal itu jangan membenci orang yang mengiri, tetapi kasihanilah mereka. Kalau kamu menjadi sasaran keirian orang lain, ini berarti kamu mempunyai kelebihan yang tidak dia miliki. Kelebihan itu dari anugerah Tuhan, maka jangan kamu mencela orang yang merasa iri terhadapmu; sebaliknya, kasihanilah mereka.
Ada dua sebab mengapa kita mejadi sasaran keirian orang lain; pertama, karena memang kualitas kita tinggi; kedua, karena kita terlalu menonjolkan diri. Di jalan yang besar, ketika kita ingin melihat jauh, memakai lampu kabut adalah kebebasan kita. Akan tetapi, pada saat lalu lintas ramai, lampu kabut tersebut tidak boleh sering-sering dipakai, karena kamu mungkin menyorot mata orang lain, menyilaukan dan menyakitkan mata orang lain. Maka kalau kamu mempunyai kelebihan, jangan sering menonjolkan kelebihanmu untuk membuat oarang lain iri, itu dosa. Sekalipun kamu hebat (high achievement) tetaplah rendah hati dan bersahaja (low profile). High Acheievement, low profile, high thingking, low living. Inilah seni hidup. Inilah sikap hidup orang Reformed. Dengan demikian, kita bisa bergaul baik dengan orang lain. Kalau orang iri kepadamu, itu adalah problema orang itu sendiri. Tetapi kalau kamu terlalu menonjolkan diri, terlalu merebut kemuliaan Tuhan, terlalu mengaggungkan diri, itu dosamu. Maka dalam hal iri, kamu harus sangat berhati-hati akan hal ini.
2. Salah Mengerti
Sebab kedua kita dilukai orang mungkin karena dia salah mengerti tentang kamu. Kamu difitnah, sehingga ada orang yang mempunyai tanggapan, konsep atau pikiran yang salah tentang dirimu, yang menyebabkan dia kemudian melukaimu. Tapi janganlah kamu terlalu cepat membalas. Coba selidiki dahulu mengapa orang itu begitu tidak baik terhadapmu? Mengapa kamu dilukai? Kalau itu hanya salah mengerti, ada dua hal yang harus kita perhatikan. Pertama, kita tidak sembarangan membela diri; kedua, kita tidak boleh membiarkan kebajikan kita difitnah orang lain. Ini adalah ajaran Alkitab, jangan sampai kebajikanmu itu difitnah oleh orang lain. Kalau kamu baik tetapi difitnah, kamu berhak membela diri. Tetapi di dalam hal kedua ini, jika kamu tidak bisa membela diri, tetapi juga tidak difitnah oleh orang lain, maka cara satu-satunya adalah menyerahkan kepada Tuhan dan taat pada waktu Tuhan. Ini adalah suatu hal yang sangat sulit. Serahkanlah kepada Tuhan berarti otoritas vonis tidak ada padamu, berarti Tuhanlah hakim terakhir. Juga waktunya bukan ditentukan olehmu, melainkan oleh Tuhan. Kadang-kadang ketika kamu dilukai, orang yang melakukannya tidak bisa menjelaskan sehingga akhirnya kamu menunggu bertahun-tahun, tetapi waktu Tuhan belum tiba juga. Terlalu cepat membela diri atau terlalu cepat menyerang orang lain akan membuat banyak hal semakin rumit dan sulit. Tidak ada gunanya. Di dalam hidup gerejawi selam berpuluh tahun, saya melihat antara majelis, pendeta, penginjil, tua-tua, dan anggota banyak terjadi perselisihan yang sulit diperdamaikan dan diselesaikan. Apa sebabnya? Karena semua tidak mau menunggu waktu yang tepat, semua tergesa-gesa terlalu cepat membela diri.
Oswald Smith dari Kanada mengajarkan kepada anggotanya: jangan membela dan jangan menyerang (no attack, no defend). Kalau seseorang memiliki kedua hal ini, maka dia akan menjadi lebih mahir dan akan lebih diberkati oleh Tuhan. Orang yang membela diri sering kali dibenci oleh orang banyak, karena mereka sudah melukai kamu tidak mau dianggap salah. Ketika kamu membela diri, ini berarti kamu mau menyatakan bahwa kamulah yang benar, dan otomatis menunjukan merekalah yang salah. Walaupun dalam kondisi yang sangat khusus kita bisa menginjili orang lain dengan cara berdebat, tetapi umumnya kita tidak akan pernah bisa memenangkan jiwa dengan berdebat dan adu siapa yang menang dan siapa yang kalah. Ketika memenangkan pendebatan secara teori, tetapi kehilangan jiwa secara rohani, kita mengalami kerugian besar, Ketika ada orang mengatakan “Yesus bukan Tuhan,” lalu engkau mendebat, “Yesus adalah Tuhan,” Maka terjadilah perdebatan bahkan sampai bertengkar, akhirnya orang tersebut tidak akan pernah mau menjadi Kristen. Kita harus sabar, menunggu dengan bijaksana. Low profile, dan menyentuh samapi ke dalam hati nuraninya, ini penting sekali. Semua ini adalah pelajaran yang sangat sulit sekali, yang tidak mungkin dipelajari dibangku sekolah theologi, tetapi harus ada di dalam kehidupan kita sehari-hari di dalam mengikuti Tuhan. Hal ini mengiringi mereka yang betul-betul adalah orang kudus dalam sejarah, dan khususnya dalam teladan Yesus di dunia. Dengan hal-hal ini barulah kita dapat meresapi dan mengerti bagaimana memperlakukan diri dan orang lain.
Di Indonesia saya mungkin dicap oleh jutaan orang sebagai pendeta yang tidak ada Roh Kudus. Di gereja Pantekosta dan Kharismatik, selalu saya dikatakan, “Dia memang pandai berkhotbah, tetapi sayang tidak ada Roh Kudus.” Perlukah saya membela diri terhadap perkataan-perkataan seperti itu? Ada orang yang mengatakan, “Kalau dia memang tidak ada Roh Kudus, bagaimana bisa berkhotbah sedemikian selama berpuluh-puluh tahun?” Banyak orang memiliki pengertian tentang Roh Kudus yang berbeda dari pengertian Alkitab sendiri. Saya mengatakan bahwa banyak gereja Kharismatik mengajarkan ajaran yang tidak benar, dan ketika saya memaparkan kebenaran itu, saya dianggap ingin menyerang orang lain. Jika sebagai hamba Tuhan saya tidak mengoreksi zaman ini, akan menjadi seperti apa zaman ini? Kalau pada zaman ini saya tidak tegas dan tidak membicarakan doktrin yang benar, mengajak orang kembali kepada Tuhan dan kebenaran-Nya, apakah saya boleh disebut sebagai hamba Tuhan? Saya sama sekali tidak bermotivasi ingin menonjolkan atau meninggikan diri saya sendiri. Selama bertahun-tahun saya berkhotbah mengajar, mengadakan seminar, semuanya hanyalah agar orang betul-betul kembali kepada Firman Tuhan. Saya ingin agar Gereja kembali kepada Firman, kepada Alkitab. Namun itu bukanlah hal yang mudah. Saya tidak ingin membela diri, tetapi kita harus menyatakan kebenaran, kita harus membela kebenaran. Kita harus memberitakan kebenaran dengan sungguh-sungguh jujur, sungguh tepat, dan tulus hati. Kita harus memberitakan dengan kebenaran dengan motivasi yang murni, yang keluar dari lubuk hati yang terdalam. Pada saat orang lain salah mengerti terhadap apa yang kita lakukan, mereka memfitnah atau menyatakan hal yang tidak benar tentang kita, janganlah kita membela diri. Suatu hari kelak, ketika dia celikan matanya, dia akan merasa sangat sungkan, karena dia sebelumnya pernah mempunyai prasangka-prasangka yang negatif terhadap diri kita. Cara terbaik untuk menghadapi orang-orang yang melukai hati kita adalah membuat mereka sungkan, kita tidak perlu membela diri lagi, dia akan bertobat sendiri. Kalau dia melukai kamu dengan sengaja, lalu akhirnya dia tahu bahwa dia telah berbuat salah, maka dia mungkin akan datang minta ampun padamu. Kalaupun dia tidak minta ampun padamu, itupun tidak apa-apa, karena kita perlu dan harus berfikir secara antitetis dalam hal-hal seperti ini. Kita harus rela orang tidak minta maaf, tetapi kita harus minta maaf pada orang lain jika kita bersalah. Jika kita menjadi sasaran keirian orang lain, ini tidak apa-apa, tetapi kita sendiri tidak boleh iri hati terhadap orang lain. Banyak hal yang tidak mungkin kita selesaikan dengan tuntas selama hidup ini, tetapi kita harus menyerahkan semua itu kepada Tuhan dan menanti waktu-Nya, sehingga pada saat Tuhan sendiri Tuhan akan membela kita dan menjelaskan kebenaran yang sesungguhnya kepada orang itu, yang membuat dia sungkan.
Perasaan sungkan ini merupakan aspek yang sangat penting dalam kebudayaan. Seluruh Indonesia yang sebenarnya adalah bangsa yang begitu baik, yang mempunyai perasaan sungkan yang luar biasa. Tetapi Indonesia kehilangan perasaan sungkan ini selama 30 tahun Soeharto menjadi presiden. Keluarga Cendana memiliki segala sesuatu kecuali perasaan sungkan. Kalau ada hal yang diinginkan, mereka tidak sungkan merusak moral, merusak kebudayaan, bahkan tidak sungkan menarik presiden menjadi orang yang dihina oleh seluruh bangsa.
Perasaan sungkan ini sangat penting. Kita harus memiliki perasaan sungkan karena bersalah, sungkan karena tidak mencapai taraf yang diinginkan tuhan (hamartia), sungkan karena telah melukai orang lain. Kalau perasaan sungkan itu kita pupuk terus, itu akan menjadi kebudayaan gerejawi yang indah.
Beberapa kali saya mau marah tetapi tidak jadi. Beberapa kali dalam hidup saya dilukai orang, saya diam saja. Beberapa tahun kemudian orang itu sungkan sendiri; Ketika bertemu saya, dia menjadi baik sekali. Dalam hati saya berkata, “Tidak perlu baik kepada saya, baik saja kepada Tuhan, saya tidak perlu dibaiki, tetapi kalau kamu merasa saya seharusnya dihormati, jangan memberikan penghormatan lebih daripada yang seharusnya saya terima, itu saja.” Orang yang merasa sungkan akan berubah sendiri.
3. Standard Orang Yang Tinggi
Ketiga, kita bisa dilukai hatinya oleh orang yang salah mengerti atau menghina kita karena dia memiliki suatu standar yang tinggi, yang lebih tinggi daripada standar kita. Kadang-kadang kita dilukai oleh orang yang mempunyai standar lebih tinggi daripada kita karena sewenang-wenang memakai standar itu untuk mengukur kita. Seorang lulusan doktoral sering kali menghina lulusan SMA. Dan saat itu orang yang lulus SMA merasa terhina dan sakit hati. Saat dia sakit hati, dia juga mungkin menyesal mengapa hanya sekolah sampai tingkat SMA saja.
Saya pernah mendengar suatu cerita yang sangat lucu. Seorang pria Italia yang bergelar BA lulusan Amerika Serikat menikah dengan seorang gadis bergelar MA dari London University. Ternyata mereka sering bertengkar dan sang suami berfikir bahwa sumber pertengkaran adalah karena dia hanya bergelar BA dari USA. Maka dia meninggalkan istri dan anaknya, pergi ke London dan mengambil studi tingkat lanjut. Tiga tahun kemudia dia kembali dengan membawa gelar MA dari London University. Maka kini dia merasa bahwa dia sudah punya gelar yang sama dengan istrinya, sehingga dia berharap kehidupan keluarga mereka akan menjadi baik, dan tidak ada pertengkaran lagi. Ternyata mereka tetap bertengkar, karena memang masalahnya bukan pada gelar akademis yang mereka miliki. Kalau kamu dihina karena orang lain memasang standard yang lebih tinggi, kamu tidak perlu marah dan tidak perlu menghina diri, karena kamu memiliki kelebihanmu sendiri yang perlu kamu kembangkan secara maksimal untuk kemuliaan Tuhan.
Di Taiwan saya memakai tempat di gereja Presbiterian untuk berkhotbah ekspositori (Khotbah yang membahasa ayat demi ayat dari satu kitab secara berurutan dan terus menerus sampai seluruh kita tersebut seluruhnya terbahas). Pendeta seniornya berkata kepada saya, bahwa dia sendiri tidak mempunyai gelar doktor. Tetapi dalam hal ini dia tidak merasa terganggu. Dia mempunyai kerohanian yang begitu tinggi, sehingga orang yang bergelar doktor rela dipimpinnya dengan wibawa kerohanian. Jangan karena kamu dihina, kemudian kamu menghina dirimu sendiri. Kalau orang lain memiliki standar yang berbeda dari standar kita, kita tidak perlu membela diri dan juga tidak perlu menyerang, tetapi kita perlu mengerjakan segala sesuatu dengan sebaik mungkin, sehingga suatu saat orang itu akan menyadari bahwa kita memiliki nilai yang berbeda dan yang tidak kalah baik dengan standar yang dipakai. Mari kita memupuk dan menuntut diri sampai kita mempunyai kemajuan yang baik, sehingga kita tidak takut dihina oleh orang lain. Setiap kita mempunyai kehormatan, harkat, dan nilai diri. Nilai itu akan diukur oleh Tuhan, bukan oleh manusia. Jika kita bertahan di dalam kerohanian yang sungguh-sungguh, suatu hari kita akan dimuliakan oleh Bapa sendiri.
Selama kehidupan-Nya di dunia Yesus Kristus dihina, diejek, difitnah, diumpat, diperlakukan secara tidak adil. Tetapi sebelum naik ke kayu salib, Dia berdoa. “Bapa, muliakan Anak-Mu sebagaimana Dia sudah memuliakan Engkau di atas bumi. Orang-orang yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya kuberikan hidup kekal. Seorang pun tidak ada yang akan binasa.” (Yohanes 17 : 4-5, 12) Doa Yesus Kristus harus menjadi teladan bagi kita. Dia dihina, diejek, difitnah, dan puncaknya, dipaku di atas kayu salib, dan diolok-olok. Tetapi, Dia tidak membalas, tidak membela diri, tidak berbicara, namun pada akhirnya …. lihatlah. Dia dimuliakan lebih tinggi daripada semua manusia; lebih tinggi daripada Memorial Chiang Kai Sek atau Memorial Lincoln. Kita akan menyadari bahwa selain Taiwan, tidak ada orang yang mau mengingat Chiang Kai Sek. Selain Tiongkok, tidak ada orang yang mengingat Mao Ze Dong. Selain Prancis, tidak ada bangsa yang mau mengingat Napoleon. Mereka adalah orang-orang yang setelah mati hanya diingat oleh satu bangsa. Tuhan Yesus dihina dan diejek begitu luar biasa, namun akhirnya diingat oleh semua bangsa. Lihatlah, di seluruh dunia, orang Kristen akan senantiasa mengingat Yesus. Mereka memuji-Nya, bersyukur kepada-Nya, menulis lagu yang lebih baik daripada lagu kebangsaan manapun. Lagu yang digubah bagi-Nya jumlahnya paling banyak seluruh dunia. Yesus yang dilukai mengetahui bagimana Dia menyerahkan semua itu kepada Bapa. Dia tidak membela diri. Dia tidak menyerang. Kiranya Tuhan mengajar kita mengerti hal seperti ini. Di sini kita melihat bagaimana kehidupan kerohanian yang baik, iman yang baik, akan memberikan kekuatan kepada kita ketika kita rela hati kita dilukai. Amin
Diambil dan disalin kembali dari buku Pdt. Dr. Stephen Tong , DLCE: Pengudusan Emosi (Hal 292 s.d 302)
Artikel Terkait :