Jika sebelumnya telah ditulis tentang Pengusaha Kecil yang tidak melakukan pemungutan PPN karena peredaran usaha masih dibawah Rp. 600.000.000,- atau memungut PPN karena telah memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP, dan juga telah ditulis juga tentang Pengusaha dengan Omset Tertentu yaitu pengusaha yang peredaran usahanya tidak lebih dari Rp.1.800.000.000,- untuk dapat memilih menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan, yaitu tidak menggunakan mekanisme PK – PM melainkan berdasarkan persentase tertentu.
Kini penulis menuangkan tentang Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan Kegiatan Usaha Tertentu tersebut, dalam menghitung besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, wajib menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan. Dengan judul kali ini adalah “Sekilas Tentang PKP Usaha Tertentu”. Kegiatan usaha tertentu tersebut adalah kegiatan usaha yang semata-mata melakukan :
- Penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran; atau
- Penyerahan emas perhiasan secara eceran.
Dasar Hukum
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2010 tentang pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan bagi pengusaha kena pajak yang melakukan kegiatan usaha tertentu. Ketentuan ini berlaku sejak 1 April 2010.
Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Kegiatan Usaha Tertentu, dalam menghitung besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, wajib menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan. Kegiatan usaha tertentu tersebut adalah :
- Penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran; atau
- Penyerahan emas perhiasan secara eceran.
Tata Cara Penghitungan
Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan yang dihitung menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan, yaitu sebesar :
- 90% (sembilan puluh persen) dari Pajak Keluaran, dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran;
- 80% (delapan puluh persen) dari Pajak Keluaran, dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan emas perhiasan secara eceran.
Pajak Keluaran sebagaimana dimaksud di atas, dihitung dengan cara mengalikan tarif 10% (sepuluh persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak, Dasar Pengenaan Pajak dimaksud adalah peredaran usaha.
Pajak Pertambahan Nilai yang wajib disetor pada setiap Masa Pajak dihitung dengan cara Pajak Keluaran dikurangi dengan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, yaitu sebesar :
- sama dengan 1% (satu persen) dari Dasar Pengenaan Pajak, bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran;
- sama dengan 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak, bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan emas perhiasan secara eceran.
Contoh Kendaraan Bermotor Bekas secara eceran :
Sutarmin adalah pengusaha yang bergerak dalam bisnis penjualan kendaraan bermotor bekas secara eceran dengan pendapatan masa Januari 2014 sebesar Rp. 1.200.000.000,- maka Sutarmin membayar kewajiban PPN nya sebagai berikut :
Penghitungan :
Penyerahan BKP Rp. 1.200.000.000 Pajak Keluaran : Rp. 120.000.000 Pajak Masukan : (90% x PK) = 90% x Rp. 120.000.000,- = Rp. 108.000.000,- PPN Harus Dibayar (Rp. 120.000.000,- dikurang Rp. 108.000.000) = Rp. 12.000.000,- Atau dengan cara : 1% dikalikan dengan DPP (1% x Rp. 1.200.000.000) = Rp. 12.000.000,-Contoh penyerahan emas perhiasan secara eceran :
Sutarman adalah pengusaha yang bergerak dalam bisnis penjualan emas perhiasan secara eceran dengan pendapatan masa Januari 2014 sebesar Rp. 1.200.000.000,- maka Sutarmin membayar kewajiban PPN nya sebagai berikut :
Penghitungan :
Penyerahan BKP Rp. 1.200.000.000 Pajak Keluaran : Rp. 120.000.000 Pajak Masukan : (80% x PK) = 80% x Rp. 120.000.000,- = Rp. 96.000.000,- PPN Harus Dibayar (Rp. 120.000.000,- dikurang Rp. 96.000.000) = Rp. 24.000.000,- Atau dengan cara : 2% dikalikan dengan DPP (2% x Rp. 1.200.000.000) = Rp. 24.000.000,-.
Implikasi Dan Hal Lain Dalam Ketentuan Ini
Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini tidak dapat membebankan Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagai biaya untuk penghitungan Pajak Penghasilan.
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Kegiatan Usaha Tertentu wajib menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan menurut ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini walaupun Pengusaha Kena Pajak memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (7) Undang Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Dalam hal terjadi retur, Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dikembalikan atau diretur oleh pembeli, mengurangi Pajak Pertambahan Nilai yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak penjual dalam Masa Pajak terjadinya pengembalian Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, sepanjang Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak tersebut telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.