Tulisan terdahulu yang berjudul Orang Pribadi sebagai Pemotong Pajak adalah salah satu implementasi dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-11/PJ/2025 tanggal 22 Mei 2025 tentang ketentuan pelaporan Pajak Penghasilan, PPN, PPnBM, dan Bea Meterai dalam rangka pelaksanaan sistem inti administrasi perpajakan, dan dalam tulisan ini juga akan membahas terkait pengaturan Faktur Pajak. PER-11/PJ/2025 ini merupakan bagian dari implementasi Coretax DJP, sistem administrasi pajak yang modern dan terintegrasi. Beberapa bagian dari PER-11 ini juga menyesuaikan tata cara pembuatan dan pelaporan Faktur Pajak agar sesuai dengan sistem baru yang mulai berlaku 1 Januari 2025.

Latar Belakang

Pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan, termasuk pembuatan Faktur Pajak, mulai tanggal 1 Januari 2025, dilakukan menggunakan Coretax DJP. PER-03/PJ/2022 s.t.d.d. PER-11/PJ/2022 dan PER-17/PJ/2019 Belum menampung ketentuan yang terkait dengan Faktur Pajak dalam rangka implementasi Coretax DJP. Dan untuk Memberikan kepastian hukum, kemudahan administrasi, meningkatkan pelayanan, dan melaksanakan pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan Perlu dilakukan penyesuaian ketentuan teknis mengenai Faktur Pajak dalam rangka implementasi Coretax DJP.

Pokok Perubahan Terkait Faktur Pajak

Ada beberapa perubahan dalam PER-11 ini, Yaitu :

  • Aplikasi : Sekarang menggunakan modul e-faktur dalam Coretax DJP, sebelumnya menggunakan aplikasi e-faktur;
  • Syarat PKP dapat membuat e-faktur : Sekarang tetap memiliki sertifikat elektronik (Kode Otorisasi) dan akses pembuatan faktur, sebelumnya memiliki Sertifikat Elektronik (Sertel), akun PKP yang telah diaktivasi, dan NSFP yang diberikan oleh DJP.
  • Alamat Tempat Kegiatan Usaha : Sekarang mandatory/optional pengisian alamat tempat kegiatan usaha yang digunakan oleh PKP penjual untuk
    menyerahkan BKP/JKP atau pembeli untuk menerima BKP/JKP, sebelumnya: hanya mandatory untuk pembeli di kawasan/tempat tertentu yang berfasilitas.
  • Kode transaksi : Penambahan kode transaksi 10 untuk penyerahan lainnya yang PPN atau PPN dan PPnBM-nya dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP.
  • Kode status : Sekarang Kode status untuk Faktur Pajak pengganti sebanyak 2 (dua) digit, sebelumnya 1 (satu) digit. 
  • Nomor Seri Faktur Pajak : Sekarang diberikan secara otomatis by system pada saat eFaktur diunggah (di-upload) ke DJP dan memperoleh
    persetujuan dari DJP, sebelumnya: diberikan DJP melalui permintaan oleh PKP. 
  • Batas waktu unggah (upload) e-Faktur : Sekarang paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah tanggal pembuatan e-Faktur, sebelumnya: paling lambat tanggal 15. 
  • PKP toko retail : Sekarang membuat Faktur Pajak menggunakan modul e-Faktur dalam Coretax DJP, sebelumnya: membuat Faktur Pajak khusus menggunakan aplikasi e-Faktur VAT Refund for Tourist.
  • Pemberitahuan ekspor BKP Tidak Berwujud/JKP : Sekarang membuat PEBKPTB dan PEJKP menggunakan modul e-Faktur dalam Coretax DJP, sebelumnya: dibuat secara manual oleh PKP di luar sistem DJP.
  • Kesalahan pengisian identitas pembeli : Sekarang ditegaskan tidak dapat dibuat Faktur Pajak pengganti, tetapi Faktur Pajak harus dilakukan pembatalan dan ditindaklanjuti dengan pembuatan Faktur Pajak baru yang mencantumkan identitas pembeli yang benar, sebelumnya: tidak diatur.
  • Faktur pajak pengganti pasca nota retur /pembatalan : Sekarang ditegaskan Faktur Pajak pengganti dibuat dengan memperhitungkan nota retur/pembatalan (nilai neto), dan retur BKP/pembatalan JKP dianggap tidak terjadi, sebelumnya tidak diatur.
  • Ketentuan Peralihan : Penggunaan aplikasi e-Faktur legacy, pembuatan Faktur Pajak pengganti pasca nota retur/pembatalan, PKP tertentu pengguna PER-13/PJ/2024, relaksasi Faktur Pajak. 

Faktur Pajak Gabungan

Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-11/PJ/2025 juga mengatur terkait Faktur Pajak Gabungan, walau tidak ada perubahan dengan ketentuan sebelumnya namun perlu disampaikan juga bahwa PKP dapat membuat faktur pajak gabungan yang meliputi :

  • 1 (satu) Faktur Pajak yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli BKP dan/atau penerima JKP yang sama selama 1 (satu) bulan kalender.
  • Harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan BKP dan/atau JKP.
  • Dalam hal terdapat pembayaran baik sebagian maupun seluruhnya sebelum penyerahan BKP dan/atau JKP yang diterima dalam bulan penyerahan, Faktur Pajak gabungan tetap dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan BKP dan/atau JKP.
  • Dalam hal PKP melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP yang wajib dibuat Faktur Pajak dengan menggunakan lebih dari 1 (satu) kode transaksi, PKP dapat membuat Faktur Pajak gabungan atas penyerahan dengan kode transaksi yang sama, untuk tiap-tiap kode transaksi.

Perlu diingat, Faktur Pajak gabungan tidak dapat dibuat atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai penyerahan BKP dan/atau JKP ke dan/atau dari kawasan tertentu atau tempat tertentu.

Identitas Pembeli BKP/Penerima JKP

Secara umum identitas Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak yang meliputi :

  • nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak, bagi Wajib Pajak dalam negeri Badan dan Instansi Pemerintah;
  • nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak atau Nomor Induk Kependudukan, bagi subjek pajak dalam negeri orang pribadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  • nama, alamat, dan nomor paspor, bagi subjek pajak luar negeri orang pribadi; atau
  • nama dan alamat, bagi subjek pajak luar negeri Badan atau bukan merupakan subjek pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Pajak Penghasilan;

beberapa catatan yang perlu diketahui sesuai PER-11/PJ/2025 ini adalah terkait identitas umum adalah :

  • Nama, Alamat, dan NPWP/NIK/nomor paspor wajib diisi sesuai dengan nama, alamat, NPWP, NIK, dan nomor paspor yang sebenarnya atau
    sesungguhnya;
  • Bagi subjek pajak dalam negeri, nama dan alamat dapat diisi sesuai dengan nama dan alamat yang diadministrasikan dalam sistem administrasi DJP.
  • Dalam hal nama/alamat yang diadministrasikan dalam sistem administrasi DJP berbeda dengan nama/alamat yang sebenarnya/sesungguhnya, WP harus mengajukan permohonan perubahan data agar nama/alamat yang diadministrasikan dalam sistem administrasi DJP sesuai dengan keadaan yang sebenarnya/sesungguhnya.

Sementara identitas khusus terkait alamat tempat kegiatan usaha yang menerima BKP dan/atau JKP yaitu :

wajib diisi dalam hal penyerahan BKP dan/atau JKP dilakukan kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP dengan kondisi:

  • BKP dan/atau JKP dikirimkan/diserahkan ke tempat kegiatan usaha yang berada di kawasan/tempat tertentu yang mendapat fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut yang berbeda dengan tempat tinggal/kedudukan Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP; dan
  • penyerahan BKP dan/atau JKP merupakan penyerahan yang mendapat fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut.

dapat diisi dalam hal penyerahan BKP dan/atau JKP dilakukan kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP dengan kondisi BKP dan/atau JKP dikirimkan/diserahkan ke tempat kegiatan usaha yang berbeda dengan tempat tinggal/kedudukan Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP yang:

  • berada di kawasan/tempat tertentu yang mendapat fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut, tetapi penyerahan dimaksud tidak mendapat fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut; atau
  • tidak berada di Kawasan/tempat tertentu, yang berbeda dengan tempat tinggal/kedudukan Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP.

 

Loading…