Apakah Orang Pribadi dapat melakukan pemotongan Pajak Penghasilan terhadap penghasilan yang diterima Subjek Pajak atas pekerjaan, kegiatan, dan jasa yang diberikan?

Adalah Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-11/PJ/2025 tentang ketentuan pelaporan Pajak Penghasilan, PPN, PPnBM, dan Bea Meterai dalam rangka pelaksanaan sistem inti administrasi perpajakan, dalam beleid ini mengatur juga perluasan kewajiban pemotongan pajak bagi Orang Pribadi Dalam Negeri.

Pengertian Pemotong & Pemungut Pajak

  • Istilah pemotongan dan pemungutan dalam konteks perpajakan Indonesia sering kita jumpai dalam Bahasa inggris disebut Withholding Tax, merupakan kegiatan memotong sejumlah pajak yang terutang dari keseluruhan pembayaran yang dilakukan. Pemotongan dilakukan oleh pihak yang melakukan pembayaran (pemberi penghasilan) terhadap penerima penghasilan umumnya atas pekerjaan, kegiatan, dan jasa. Sementara istilah pemungutan pajak adalah kegiatan memungut sejumlah pajak yang terutang atas suatu transaksi. Dalam pemungutan pajak akan memungut (menambah jumlah pembayaran/tagihan atau DPP) atas suatu transaksi dan umumnya dilakukan oleh penerima penghasilan. 
  • Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  • Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi yang selanjutnya disebut dengan Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21/26 adalah Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak Badan, termasuk bentuk usaha tetap dan Instansi Pemerintah, yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Hal yang umum sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat 2 UU KUP Pemotong Pajak dan pemungut Pajak adalah Wajib Pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pajak.

Terkait pemotongan, Misalkan dalam pasal 21 ayat (1) menyebutkan pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima orang pribadi dalam negeri dilakukan oleh :

  • Pemberi kerja;
  • Bendahara pemerintah;
  • Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun;
  • Badan yang membayar;
  • Penyelenggara kegiatan.

Terkait pemungutan, misalkan dalam pasal 22 ayat (1) Menteri Keuangan dapat menetapkan pemungut pajak seperti:

  • Bendahara pemerintah, sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
  • Badan-badan tertentu, dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain;
  • Wajib pajak badan tertentu, dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah

Orang Pribadi Sebagai Pemotong Pajak

Jika kita merujuk ketentuan sebelum-sebelumnya diantaranya :

  • KEP-50/PJ/1994;
  • KEP-50/PJ/1996.

Dalam ketentuan tersebut Orang Pribadi juga ditunjuk sebagai pemotong namun khusus hanya PPh Pasal 23 atas sewa serta Pasal 4 ayat 2 atas sewa tanah/bangunan. Namun, orang pribadi (SPDN) tersebut hanya terbatas pada :

  • akuntan, arsitek, dokter, notaris, dan PPAT (kecuali PPAT adalah camat, pengacara, dan konsultan) yang melakukan pekerjaan bebas.
  • Apabila menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan.

Berdasarkan Pasal 16 PER 11/PJ/2025, ada perluasan cakupan, dimana : Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas tidak terbatas pada akuntan, arsitek, dokter, notaris, dan PPAT (kecuali PPAT adalah camat, pengacara, dan konsultan). Sebagaimana kita ketahui, definisi pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja. Seperti :

  • tenaga ahli meliputi Pengacara, Akuntan, Konsultan, Penilai, Aktuaris, Notaris, Dokter, Aktuaris, Arsitek, dan PPAT.
  • Pemain musik, pembawa acara, pelawak, bintang film, olahragawan, pengajar, dll

Jadi ketentuan  sekarang ini :

  • orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas; dan/atau
  • orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan;

ditunjuk sebagai pemotong PPh 23 atas pembayaran sewa dan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan. Ketentuan pasal 16 PER 11/PJ/2025 ini memang berupa penegasan dan perluasan saja terkait ketentuan terdahulu secara khusus atas PPh Pasal 23 dan Pasal 4 ayat (2) terkait sewa. Secara umum Dalam Pasal 21 UU PPh sebagaimana tadi dijelaskan diawal, pemotong pajak adalah salah satunya pemberi kerja. Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai. Pemberi kerja disini adalah termasuk Orang pribadi.

Hanya saja terdapat 2 jenis orang pribadi yang tidak boleh memotong PPh Pasal 21 yaitu :

  • Orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
  • Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan mempekerjakan Orang Pribadi yang semata-mata melakukan pekerjaan rumah tangga atau melakukan pekerjaan/jasa yang tidak terikat dengan kegiatan usaha/pekerjaan bebas pemberi kerja.

Terkait Pasal 23 ayat (3) UU PPh bahkan menyebutkan Orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri dapat ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk memotong  PPh 23 itulah dasar dari PER 11/PJ/2025 menunjuk OP sebagai pemotong PPh 23.

Tarif Pemotongangan PPh 23 & PPh Pasal 4 ayat (2) Oleh Orang Pribadi

Untuk tarif tentu sudah cukup jelas diatur  dalam UU PPh yaitu :

  • PPh Pasal 23 tarif : 2% dari jumlah bruto sewa untuk sewa selain tanah dan bangunan;
  • PPh pasal 4 ayat (2) tariff : 10% dari jumlah bruto sewa untuk tanah dan bangunan.

Terkait pelaporannya, maka Orang Pribadi sebagai pemotong harus membuat bukti potong unifikasi dan melaporkannya dalam akun wajib pajak (aplikasi coretax) pemotong.