Sebelumnya :

Contoh Kasus Ketentuan Sekarang dan Sebelumnya

Kasus I

BUT  Roll And Production Corp Taiwan (BUT RAP) melakukan kerja sama dengan PT NTC dan PT TDP  membentuk Kerja Soma Operasi/KSO (Joint Operation/JO) dengan nama JO. R-N-T untuk pekerjaan konstruksi. BUT RAP memberikan jasa teknik kepada JO. R-N-T, bagaimana perlakuan perpajakan atas transaksi tersebut?

Ketentuan Sebelumnya

  • BUT RAP menerbitkan Faktur Pajak atas tagihan Jasa Teknik kepada JO. R-N-T sesuai ketentuan UU PPN terkait Faktur Pajak;
  • JO. R-N-T melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) dengan tarif 2.65%  karena sesuai dengan proyek Usaha Jasa Konstruksi kategori pekerjaan konstruksi terintegrasi (mencakup gabungan pekerjaan konstruksi dan jasa konsultansi konstruksi, termasuk di dalamnya penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan).

Ketentuan Sekarang  (PMK 79 2024)

  • BUT RAP menerbitkan Faktur Pajak atas tagihan Jasa Teknik kepada JO. R-N-T sesuai ketentuan UU PPN terkait Faktur Pajak  sesuai Pasal 6 ayat (1). Adapun saat terutang adalah saat terjadinya penyerahan BKP/JKP dari JO kepada pemilik proyek (pelanggan) sehingga ketentuan pembuatan faktur pajak ini disetiap level sama (anggota ke JO atau pun JO kepada pelanggan). Terkait DPP penyerahan dari JO ke Anggota JO adalah DPP Nilai lain sementara DPP dari JO kepada pelanggan adalah harga jual/penggantian.
  • JO. R-N-T tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2)  atas Jasa teknik dan atas pengeluaran tersebut  karena merupakan  objek yang bersifat final tidak dapat dibebankan sebagai biaya 3 M bagi JO. R-N-T sesuai pasal 9 ayat (1).  BUT RAP atas tagihan jasa teknik tersebut  adalah merupakan penghasilan  bersifat final dan dilakukan penyetoran sendiri dengan tarif 2.65%. Adapun saat terutang PPh Pasal 4 ayat (2) yang disetor sendiri adalah saat JO. R-N-T menerima atau memperoleh penghasilan dari pelanggan (Pasal 9 ayat (4)).

Kasus 2

Berkaitan dengan contoh kasus 1, BUT RAP melakukan tagihan kepada JO. R-N-T atas biaya real atas penggantian biaya transportasi, akomodasi, pengurusan dokumen, dll (at cost reimbursement expense) yang seharusnya ditanggung oleh JO. R-N-T. Bagaimana implikasi perpajakannya?

Terkait apakah reimbursment cost tersebut terutang PPN dan atau PPh dapat dibaca pada artikel sebelumnya yaitu :

Ketentuan Sebelumnya

BUT. RAP mengeluarkan Faktur Pajak  dan memungut PPN atas tagihan tersebut karena semua biaya yang dikeluarkan atas nama BUT RAP,  JO. R-N-T melakukan pemotongan PPh Pasal 23 dengan DPP selisih penggantian biaya dengan jumlah tagihan.

Ketentuan Sekarang  (PMK 79 2024)

  • BUT RAP menerbitkan Faktur Pajak atas tagihan Jasa Teknik kepada JO. R-N-T sesuai ketentuan UU PPN terkait Faktur Pajak  sesuai Pasal 6 ayat (1). Adapun saat terutang adalah saat terjadinya penyerahan BKP/JKP dari JO kepada pemilik proyek (pelanggan) sehingga ketentuan pembuatan faktur pajak ini disetiap level sama (anggota ke JO atau pun JO kepada pelanggan). Terkait DPP penyerahan dari JO ke Anggota JO adalah DPP Nilai lain sementara DPP dari JO kepada pelanggan adalah harga jual/penggantian;
  • JO. R-N-T tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 23  atas selisih penggantian biaya dengan jumlah tagihan tersebut  karena merupakan  objek yang bersifat final tidak dapat dibebankan sebagai biaya 3 M bagi JO. R-N-T sesuai pasal 9 ayat (1).  BUT RAP atas selisih penggantian biaya tersebut  adalah merupakan penghasilan  bersifat final (selisih penggantian biaya) dan dilakukan penyetoran sendiri dengan tarif 2.65%. Adapun saat terutang PPh Pasal 4 ayat (2) yang disetor sendiri adalah saat JO. R-N-T menerima atau memperoleh penghasilan dari pelanggan (Pasal 9 ayat (4)).

Kasus 3

Berkaitan dengan contoh kasus 1, Roll And Production Corp Taiwan melakukan tagihan kepada JO. R-N-T atas biaya jasa layanan teknik (Engineering services), bagaimana aspek perpajakannya?

Ketentuan Sebelumnya

  • JO. R-N-T melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas jasa layanan teknik tersebut karena bagian dari Jasa konstruksi sebesar 2.65% melalui BUT RAP karena memiliki BUT di Indonesia (Atribusi Faktual). 
  • JO. R-N-T melakukan penyetoran PPN atas pemanfaatan JKP dari Luar daerah pabean sesuai PMK 40 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah melalui PMK 81 tahun 2024.

Ketentuan Sekarang  (PMK 79 2024)

  • JO. R-N-T tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2)  atas Jasa teknik dan atas pengeluaran tersebut  karena merupakan  objek yang bersifat final tidak dapat dibebankan sebagai biaya 3 M bagi JO. R-N-T sesuai pasal 9 ayat (1).  BUT RAP atas tagihan jasa teknik tersebut  adalah merupakan penghasilan  bersifat final dan dilakukan penyetoran sendiri dengan tarif 2.65%. Adapun saat terutang PPh Pasal 4 ayat (2) yang disetor sendiri adalah saat JO. R-N-T menerima atau memperoleh penghasilan dari pelanggan (Pasal 9 ayat (4)).
  • JO. R-N-T melakukan penyetoran PPN atas pemanfaatan JKP dari Luar daerah pabean sesuai PMK 40 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah melalui PMK 81 tahun 2024paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan dilaporkan dalam SPT Masa PPN bulan terutangnya pajak yaitu saat dimulainya pemanfaatan JKP dari luar daerah Pabean.

Simpulan

Dalam ketentuan terbaru atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Kerja Sama Operasi dari pelanggan berupakan penghasilan bagi KSO, penghasilan dapat bersifat :

Non Final

  • dihitung dengan cara menerapkan tarif PPh atas Penghasilan kena Pajak setelah dikurangi dengan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihari penghasilan (3M) meliputi biaya yang dikeluarkan dan dibebankan sebagai biaya oleh KSO termasuk biaya yang dikeluarkan sesuai dengan kontribusi anggota kepada KSO.
  • menggunakan prinsip matching cost againts revenue, maka kontribusi dari masing-masing anggota menjadi biaya yang dicatat oleh JO dan sebaliknya kontribusi tersebut menjadi penghasilan bagi masing-masing anggota. Penghasilan 
  • penghasilan anggota yang berasal dari kontribusinya pada JO bukan objek pemotongan, melainkan penghasilan yang dilaporkan secara mandiri oleh masing-masing anggota pada SPT Tahunan.
  • tas penghasilan KSO setelah dikurangi 3M baik yang bersifat Final (termasuk pengurangan pembayaran PPh ) maupun Tidak Final (termasuk pengurangan atas PPh final), merupakan bagian laba atau Sisa hasil usaha yang dibagikan oleh KSO kepada Anggota (SPDN dan BUT) bukan merupakan objek PPh atau Potput kecuali anggota KSO-nya adalah SPLN.
  • Bagian laba atau sisa hasil usaha dilaporkan oleh tiap Anggota dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagai penghasilan yang bukan merupakan objek Pajak Penghasilan (Pasal 4 ayat (3) UU PPh).

Final

  • Dihitung dengan cara menerapkan tarif PPh Final atas Dasar Pengenaan Pajak.
  • Atas biaya 3M yang dikeluarkan sesuai kontribusi anggota tidak dapat dibebankan sebagai biaya oleh KSO.
  • Atas penghasilan KSO setelah dikurangi 3M baik yang bersifat Final (termasuk pengurangan pembayaran PPh ) maupun Tidak Final (termasuk pengurangan atas PPh final), merupakan bagian laba atau Sisa hasil usaha yang dibagikan oleh KSO kepada Anggota (SPDN dan BUT) bukan merupakan objek PPh atau Potput kecuali anggota KSO-nya adalah SPLN.
  • Bagian laba atau sisa hasil usaha dilaporkan oleh tiap Anggota dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagai penghasilan yang bukan merupakan objek Pajak Penghasilan (Pasal 4 ayat (3) UU PPh).

 

Loading….