Beberapa Wajib Pajak berbeda bertanya, apakah Faktur Pajak Masukan atas pembelian dapat dikreditkan sebelum Wajib Pajak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, alasannya pembelian tidak dapat ditunda sementara permohonan untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak selalu ditolak dengan alasan administrasi yang kurang lengkap.

Sebagai perbendaharaan sejarah pajak masukan dapat dibaca melalui tulisan sebelunya yaitu :

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197 Tahun 2013

Dijelaskan bahwasanya pengusaha yang melakukan penyerahan terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mencapai Rp4,8 miliar wajib dikukuhkan sebagai PKP. Pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir bulan berikutnya setelah mencapai batasan tersebut. Selain melaporkan sendiri, pengukuhan dapat dilakukan secara jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak. Untuk pengukuhan secara jabatan, Direktorat Jenderal Pajak akan melakukan pemeriksaan untuk pengukuhan PKP secara jabatan.

Ketentuan ini belum mengalami perubahan, yaitu secara umum Wajib Pajak harus menjadi PKP apabila melewati threshold tersebut dengan batasan waktu sebagaimana disebutkan.

Contoh :

PT. RMP melakukan penyerahan BKP/JKP 1 Januari 2025 sampai dengan 19 Oktober 2025 mencapai Rp4,8 miliar, maka PT. RMP harus sudah  dikukuhkan paling lambat 30 Nopember 2025.

Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan

Walaupun dengan keluarnya UU Harmonisasi Peraturan perpajakan (HPP) dimana ketentuan pedoman pengkreditan pajak masukan telah mengalami perubahan namun, sebagai perbendaharaan sejarah pedoman pengkreditan pajak masukan dapat dibaca melalui tulisan sebelunya yaitu :

a. Pasal 9 ayat (9a) UU PPN

Pasal ini menyebutkan Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak serta pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak dengan menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan sebesar 80% (delapan puluh persen) dari Pajak Keluaran yang seharusnya dipungut.

contoh :

PT. RMP melakukan penyerahan BKP/JKP 1 Januari 2025 sampai dengan 19 Oktober 2025 mencapai Rp4,8 miliar, maka PT. RMP harus sudah  dikukuhkan paling lambat 30 Nopember 2025 namun s.d. 31 Desember 2025 peredaran usaha sudah mencapai Rp. 7 Miliar dan Wajib Pajak belum dikukuhkan sebagai PKP. Atas kondisi ini apabila dilakukan pemeriksaan akan menjadi sebagai berikut :

  • Wajib Pajak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak  secara jabatan;
  • Dasar DPP PPN dengan sebesar Rp. 7 Miliar dikurang Rp. 4.8 Miliar = Rp. 2.2 Miliar atau Pajak Keluaran sebesar Rp 242.000.000,-
  • Pajak Masukan diakui adalah Rp. 2.2 Miliar dikali 80% = 1.760.000.000,- dikalikan 11% = Rp. 193.600.000,-
  • Kurang Bayar PPN sebesar Rp. 48.400.000,- belum termasuk sanksi Bunga Pasal 13 ayat 3 KUP.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65 Tahun 2022 & Nomor 48 Tahun 2023

Dalam ketentuan sebelumnya, khusus PKP yang melakukan kegiatan usaha tertentu, hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2010 tentang pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan bagi PKP yang melakukan kegiatan usaha tertentu. Adapun PKP yang dimaksud adalah PKP yang melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran dan PKP yang melakukan penyerahan emas perhiasan secara eceran.

  • Untuk penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran telah diganti melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65 Tahun 2022 terkait hal ini dapat dibaca dalam tulisan :  PPN atas penyerahan kendaraan  bermotor bekas.
  • Untuk penyerahan emas perhiasan telah diganti melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48 Tahun 2023 terkait hal ini dapat dibaca dalam tulisan : PPN atas Emas dan Kewajiban PKP

Sehingga melalui perubahan ini untuk Wajib Pajak jenis ini yang sebelumnya dalam pelaporan PPN menggunakan Formulir 1111 DM beralih menjadi Formulir 1111.

Loading….