Di dunia ini dalam hal rohani ada tiga hal yang tetap selamanya. Pertama, iman. Kedua, pengharapan. Ketiga, kasih. Di antara ketiga ini yang paling besar adalah kasih. Kasih Tuhan berbeda dari kasih manusia. Alkitab memakai dua istilah untuk kasih manusia. Yang pertama yaitu eros, yang bersangkutan dengan fisik. Cinta asmara, cinta pernikahan, cinta pria dan wanita memakai istilah eros, yang dikembangkan menjadi “erotis”. Cerita mengenai eros banyak sekali, lukisan erotis juga banyak sekali, barang seni yang mewakili hubungan seks antara pria dan wanita dalam ukiran atau lukisan juga banyak sekali.
Selain eros, ada istilah kedua yang melampaui fisik dan seks, yaitu kasih yang lebih suci dan murni seperti cinta guru kepada murid, cinta kawan kepada kawan, cinta yang tidak ada hubungan seks. Cinta negara kepada rakyat, cinta manusia kepada manusia. Untuk cinta ini, Alkitab memakai istilah lain, bukan eros tetapi filia. Filia, cinta yang berjiwa intelektual dan logika, cinta persahabatan. Filia ditambah dengan sofia menjadi I love wisdom, mencintai kebijaksanaan. Cinta kebijaksanaan tidak memakai seks. Mencintai seni, tidak ada hubungan seks. Apakah kedua istilah ini, eros dan filia, sudah cukup membicarakan tentang cinta Allah kepada manusia? Alkitab berkata tidak cukup. Maka istilah lain yang dipakai untuk melukiskan cinta Allah yang bukan fisik, yang tidak ada hubungan seks, cinta Allah kepada manusia yang bukan cinta filia atau erotis, Alkitab memakai istilah agape.
Agape adalah kasih dari Allah, kasih Allah itu sendiri, dan hanya Allah saja. Ia memiliki kasih agape. Agape adalah cinta yang rohani, cinta Allah, kekal, suci, adil, cinta nonfisik dan spiritual. Karena Allah mencintai manusia, maka Ia mengasihi, menurunkan cinta-Nya untuk membawa manusia kembali kepada-Nya. Itulah cinta agape. Apa bedanya kasih agape dari eros dan filia? Alkitab berkata bahwa agape hanya dimiliki oleh Allah. Jika Allah mengasihi manusia, kasih-Nya adalah agape. Apakah isi dari cinta Allah, sehingga kita bukan hanya mau mengerti dan menikmati, tetapi mau mempelajari? Dan bukan hanya mempelajari, mau berbagian, serta mau melaksanakannya di hadapan Tuhan dan manusia.
Dalam Alkitab, para rasul menekankan aspek yang berbeda satu sama lain. Paulus menulis dan sangat banyak membicarakan istilah “iman”. Iman dalam bahasa Yunani adalah pistos, dalam bahasa Latin fidelis. Dalam bahasa Inggris, fidelity menjadi faith. Iman dalam bahasa Latin, Yunani, dan Inggris berarti kesetiaan, setia pada yang benar. Dalam Alkitab yang paling banyak berbicara tentang iman adalah Paulus, maka Paulus disebut rasul iman.
Yang paling jelas berbicara tentang pengharapan adalah Petrus. Petrus satu-satunya rasul yang membahas Kristus akan datang kembali dan kita akan mendapat Yerusalem baru, langit dan bumi baru, yang turun dari sorga ke dunia. Maka orang Kristen mengharapkan hari itu. Kita berharap dan pengharapan ini menjadi dorongan, daya yang besar agar hidup kita tidak jenuh, tidak kecewa, tidak menyerah, dan tidak takluk pada Iblis karena mengharapkan kedatangan Yesus.
Rasul Yohanes berkata, “Karena Allah mengasihi isi dunia ini sehingga mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal,” dan, “kita mengasihi karena Allah mengasihi kita terlebih dahulu.” Yohanes menulis bahwa kita harus mengasihi saudara kita dan mau mati bagi mereka karena Kristus mati bagi kita, maka kita baru akan mengenal apa artinya kasih agape dari Tuhan. Maka Yohanes disebut rasul kasih.
Yakobus disebut rasul perbuatan karena Yakobus berkata, “Jika engkau mempunyai iman tetapi tidak ada kelakuan, maka mati adanya.” Iman yang mati adalah iman yang hanya berbicara tetapi tidak ada kelakuan.
Yang tetap tinggal bukan kelakuan, tetapi apakah kita masih mempunyai iman, pengharapan, dan kasih. Dalam kekekalan, iman telah diganti dengan bertemu Tuhan dan langsung berjumpa Kristus. Pengharapan tidak ada lagi karena yang diharapkan sudah terwujud. Kita berharap Yesus datang, ketika Yesus telah datang, tidak perlu pengharapan lagi. Tetapi kasih masih ada, karena setelah bertemu Kristus, kita meneruskan kasih tersebut kepada Kristus. Ketika Kristus datang kembali, pengharapan telah terwujud, iman sudah bersatu, sedangkan cinta kepada Kristus tidak berhenti, cinta Kristus kepada kita juga tidak berhenti. Cinta manusia ciptaan dan Allah yang menjadi Pencipta adalah cinta yang terus-menerus. Bukan karena Kristus datang lalu cintanya berhenti, karena pengharapan sudah tercapai, tidak ada cinta lagi. Ia melebihi dari pengharapan, karena yang kita harapkan sudah datang kepada kita. Tetapi kasih akan berjalan terus dalam kekekalan. Dalam ketiga hal ini yang paling besar adalah kasih, karena kasih tidak berhenti.
Dalam 1 Korintus 13:8, dikatakan love never fails (kasih itu tidak berkesudahan). Dalam 1 Korintus 13, Paulus memakai tiga ayat, ayat pertama sampai ayat ketiga untuk membicarakan apa yang bukan arti kasih. Sebelum mengerti apa itu kasih, harus membicarakan apa yang bukan kasih. Jika aku dapat berbicara dengan bahasa semua manusia, tetapi tidak ada kasih, tidak ada artinya. Jika aku dapat bicara bahasa malaikat sekalipun, tetapi tidak ada kasih, tidak ada artinya. Jika aku menyerahkan diri dibakar, menyerahkan semua uang untuk menolong orang miskin, tetapi tetap tidak ada kasih, tidak ada faedah apa pun. Apa maksudnya ketiga ayat ini ditaruh paling depan dari pasal tentang kasih? Satu Korintus 13 adalah pasal penting dalam Alkitab yang berbicara tentang kasih.Maka ini adalah pasal yang disebut pasal kasih. Walaupun kasih paling tuntas dibicarakan oleh Yohanes, tetapi kasih menjadi pasal yang paling sempurna ditulis oleh Paulus.
Dalam 1 Korintus 13, sebelum bicara definisi kasih, Paulus memberi tahu kita apa yang disebut bukan kasih. Kasih bukan teori, bukan kata-kata. Kasih melampaui fasih lidah dan perkataan, melampaui semua teori dan semua keterampilan berpidato, karena semua itu bukan kasih. Kasih juga bukan engkau sanggup mengerjakan itu, atau mengerti pengetahuan dan membahas semua teori karena engkau mempunyai intelek yang tinggi. Jika engkau mengerti segala rahasia, mengetahui segala pengetahuan, tetapi tidak ada kasih, tetap kosong adanya. Kasih bukan ini, bukan itu. Engkau memberikan semua uangmu untuk menolong orang, lalu engkau bilang, “Bukankah itu kasih?” Semua uangnya diberikan kepada orang lain. Semua harta dibuang untuk mencintai orang miskin, memberikan sedekah, menolong orang yang tidak mampu, bukankah luar biasa kasihnya? Paulus berkata, “Tidak, itu tetap bukan kasih.” Ketatnya Paulus luar biasa dalamnya.
Apa yang bukan kasih dan apa yang tidak seharusnya dianggap sebagai kasih, sudah dibicarakan, hanya Paulus yang membicarakan kalimat pertama yang paling penting mengenai definisi kasih. Definisi kasih dalam ayat keempat adalah kasih panjang sabar dan penuh kemurahan. Banyak orang bicara tentang cinta, khususnya orang-orang yang mau menikah. Mereka bicara cinta dengan begitu manis, intim, saling menyenangkan, lalu menikah. Dan makin mereka berkata dengan penuh perasaan dan emosi yang meluap, lalu memeluk, mencium, meraba bagian tubuh pasangannya. Paulus berkata, “Itukah cinta? Bukan.” Paulus berkata, “Cinta itu panjang sabar.” Yang memeluk, yang berdekatan, yang mencium, yang begitu lengket, itu mudah. Tetapi sesudah tiga bulan luntur, tiga tahun cerai, tiga puluh tahun jadi musuh; itu bukan cinta. Cinta bukan berapa dekat, berapa pegang, berapa erat, betapa intim. Cinta adalah berapa panjang sabar, berapa penuh kemurahan, kelembutan, yang bertahan puluhan tahun.
Di dunia ini, orang kebanyakan bicara cinta tentang berapa dekat. Itu hanyalah hal yang sementara, yang kelihatan, yang fisik, itu cinta eros, cinta filia. Cinta agape berbeda. Engkau mencintai berapa lama, tahan berapa tahun, apakah dapat mencintai dengan toleransi dan ketekunan, dapatkah mencintai seumur hidup? Definisi pertama yang ditulis oleh Paulus mengenai kasih adalah panjang sabar, tekun seumur hidup. Itu tidak mudah. Ketika engkau mau menikah dengan mantan pacarmu–sekarang istrimu–engkau berkata, “Aku mencintaimu selamanya. Mulai hari ini sampai selamanya, aku tidak meninggalkanmu.” Engkau tidak berani mengatakan, “Aku mencintai engkau hanya untuk dua hari.” Jika engkau bicara seperti ini, tidak ada orang yang mau menikah sama engkau. Tetapi jika engkau berkata, “Aku mencintaimu selamanya,” saat itu kasih dan kekekalan sudah bersatu.
Alkitab berkata kasih adalah panjang sabar, artinya jika engkau menikahi seseorang, berpuluh-puluh tahun mencintai dia, kecuali diceraikan karena perzinahan atau dipisahkan oleh kematian, maka engkau harus mencintai dia selamanya. Kasih tidak berkesudahan, kasih tidak pernah berhenti, kasih tidak pernah punah. Alkitab berkata bahwa cinta adalah panjang sabar dan penuh kemurahan, cinta ada untuk selamanya. Di dalam panjang sabar bukan memperalat, bukan hanya main seks, tetapi penuh kemurahan, pengertian, kelembutan, dan anugerah. Cinta itu untuk selamanya, apakah cintamu untuk selamanya atau tidak? Suami istri untuk selamanya atau tidak? Tidak ada pernikahan yang dijanjikan di hadapan Tuhan, yang berjanji akan mencintainya hanya untuk tiga tahun. Tidak ada ikatan perjanjian pernikahan yang tidak kekal. Tidak ada doa minta berkat Tuhan atas pernikahan yang hanya dijalani untuk beberapa tahun.
Menikah memerlukan cinta, cinta memerlukan kekekalan dan cinta yang harus hanya satu arah dan satu objek. Bolehkah seseorang berkata, “Aku sungguh-sungguh mencintai engkau, tetapi dengan cinta yang sama aku juga mencintai orang lain?” Psikologi membuktikan manusia tidak mungkin mencintai pada waktu yang sama dua objek. Jika engkau mencintai perempuan ini, tidak mungkin pada saat yang sama mencintai perempuan lain dengan derajat cinta yang sama. Tuhan telah menciptakan jiwa yang engkau hanya dapat mencintai satu saja dan tidak mungkin pada saat yang sama mencintai yang lain dengan derajat, dengan kondisi yang sama. Itu tidak mungkin dan mustahil. Engkau harus terus sehati dengan pasanganmu, tidak mungkin mempunyai cinta poligami. Semua poligami memaksakan diri, memalsukan diri. Pura-pura cinta semua, padahal hanya cinta satu. Pura-pura cinta selamanya padahal tidak mungkin mencintai lebih dari satu. Hanya satu yang dapat sungguh-sungguh dicintai selamanya, yang lain hanya jadi mainan, hanya sementara, alat pelampiasan seks saja. Sudah main seks selesai, tidak cinta lagi. Ini adalah manusia yang selalu menipu diri dengan memperalat orang lain, dengan mempermainkan jiwa raga sendiri, lalu dia anggap sedang hidup dalam cinta.
Alkitab berkata, kasih itu panjang sabar dan tidak berhenti. Cinta itu panjang sabar dan selamanya. Ketika menikah, ingin yang dinikahi juga mencintai selamanya, sampai mati cintanya tidak berubah. Ketika dalam pernikahan, engkau tertarik perempuan lain, berarti cinta pada yang pertama sudah berhenti. Ini bukan cinta sejati. Setiap beberapa tahun engkau berubah, mencintai orang lain, berarti cintamu bukan cinta yang murni. Kiranya Tuhan memberkati kita, mengampuni kita, mengubah kita menjadi manusia yang bertanggung jawab dalam cinta, khususnya kepada keluarga kita. Jika cinta sudah berubah, itu cinta main-main. Jika cinta sudah berhenti, itu cinta tidak kekal. Kebanyakan manusia cinta dirinya sendiri lalu memakai diri yang confident masuk dalam pernikahan. Untuk yang mau menikah di gereja, harus ada bimbingan pranikahdi mana pendeta-pendeta dengan serius mengajar, engkau bukan main-main, dan mengambil ia sebagai istri karena bersedia bertanggung jawab selamanya.
Mengapa pernikahan harus berjanji di hadapan Tuhan? Karena Tuhan mempunyai cinta yang kekal dan berjanji kepada-Nya dengan cinta yang selamanya. Ini adalah janji yang serius sekali. Dengan janji yang serius, di hadapan Tuhan kita bersumpah. Sekarang dunia ini sudah sangat jauh dari pengertian akan cinta yang benar, tetapi belum mengerti cinta, sudah berani menikah, dan menikah di gereja. Ini keberanian yang sangat tidak bertanggung jawab, yang mengakibatkan kemarahan Tuhan. Banyak orang tidak ke gereja, tetapi ketika menikah ingin diberkati di gereja. Engkau hanya mau diberkati Tuhan, tetapi bukan mau bertanggung jawab pada Tuhan. Celakalah orang yang menikah di gereja tetapi melawan kehendak Tuhan. Celakalah orang yang berani berjanji di hadapan Tuhan untuk menikah sekali selamanya, tetapi sembarangan bercerai. Mereka meremehkan janji dengan Tuhan, menghina prinsip pernikahan Alkitab.
Pernikahan bukan untuk perceraian, bukan untuk mempermainkan seks. Pernikahan adalah melaksanakan prinsip Tuhan untuk saling mengasihi seumur hidup. Maka kita berjanji, patuh dan bersatu, dua orang dalam kasih Tuhan. Yang disebut cinta dari Tuhan bukan berarti Tuhan memberikan dua cinta kepada dua orang, lalu dua cinta tersebut bertemu dalam satu keluarga. Itu bukan cinta orang Kristen. Cinta orang Kristen yang membentuk keluarga kristiani adalah satu sumber, satu cinta yang dibagi dua, sebagian diberikan pada yang pria, sebagian diberikan pada yang wanita, sehingga dua cinta ini harus bertemu, lalu belajar untuk disambung kembali menjadi satu. Pecahan cinta dari Tuhan, dua orang seumur hidup melatih diri untuk cintanya bersatu lagi, akhirnya dua orang yang cintanya dipecah oleh Tuhan, bersatu kembali dan mengembalikan cinta yang telah bersatu kepada Tuhan. Ketika dua orang ini bersatu, menjadi suami istri yang akrab, menemukan kesatuan yang dikaruniakan Tuhan, membangun keluarga yang bersatu, dan memuliakan Tuhan.
Ketika engkau ditanya mengapa menikah, dan dijawab karena mencintainya. Kemudian ditanya mengapa mencintainya, dan dijawab karena ia cantik. Ini bahaya sekali. Engkau tertarik oleh kecantikannya, berarti kalau kecantikannya hilang, cintamu hilang. Tertarik oleh kepintarannya, jika kepintarannya gugur, cinta engkau juga gugur. Pria mencintai wanita karena kecantikannya. Wanita menikahi pria karena kekayaannya. Ini bahaya sekali. Karena kekayaan dapat hilang, kecantikan dapat berubah. Banyak perempuan yang cantik luar biasa, ketika muda begitu menarik, sangat menggerakkan hati, tetapi tiga puluh tahun kemudian perempuan yang sama, jadi jelek. Inilah dunia. Cinta yang sungguh-sungguh, bukan karena jadi jelek, tidak cinta lagi, sudah lemah, tidak cinta lagi, sudah tua engkau berubah, tetapi jika dia mau terus mendampingi engkau, itu yang indah.
Istri saya memeriksa tulang belakangnya ke dokter, karena jika berdiri, tubuhnya sakit. Setelah diperiksa ternyata tulangnya berubah menjadi bentuk S. Tetapi setelah saya tahu tulangnya sudah berbentuk begitu susah, saya makin mencintai dia, karena saya baru tahu, dalam keadaan begitu susah, tiap hari berdiri sakit, duduk sakit, ia masih ingat menyediakan obat pada pagi dan malam untuk saya, baju saya yang mau dicuci diambilnya, ia harus jongkok, untuk turun sakit sekali, tetapi ia tetap melakukannya, karena apa? Karena cinta. Dan di sini yang menarik, saya lebih mencintai dia bukan karena ia sekarang lebih cantik dari dahulu. Ketika masih muda, istri saya cantik sekali. Tetapi ketika sudah tua saya bukan lihat kecantikan mukanya, saya lihat kecantikan jiwanya. Itu namanya cinta.
Begitu banyak anak muda yang bangga mendapat perempuan yang cantik sekali. Sesudah menikah fotonya sangat bagus. Foto itu tiga puluh tahun lagi tidak ada artinya. Ketika itu semua keindahan fisik hilang, engkau mau bangga apa lagi? Orang yang tertarik karena kecantikan di luar, ketika tua tidak akan bahagia. Jangan menipu diri sendiri. Pernikahan dari orang yang ganteng dan cantik tetap tidak menjamin. Cinta mereka berbeda dengan cinta dalam Alkitab. Jika kita mempunyai cinta yang bukan dari Tuhan, maka cinta tersebut tidak mungkin membentuk keluarga yang indah dan kekal. Mempunyai kecantikan berapa hebat, berapa ganteng, berapa banyak uang, berapa pintar, tetap gagal, karena bukan cinta dari Tuhan. Paulus berkata, cinta bukan ini, bukan itu, cinta adalah panjang sabar dan penuh kemurahan.
Suami istri, di dalam hidupmu engkau berjanji kepada Tuhan berapa lama? Memang tidak mudah. Tidak ada pernikahan yang lancar, yang tidak ada kesulitan. Tidak ada pernikahan yang tidak ada cekcok antara suami istri. Ingat, cekcok kecil perlu, cekcok besar tidak perlu. Cekcok kecil, bahagia, cekcok besar bahaya. Tidak cekcok, omong kosong. Kita bukan malaikat, kita manusia, sehingga cekcok sedikit biasa. Cekcok tidak salah, pasti sulit dihindari, jadi diterima saja. Suami yang kurang puas, bicara sedikit, tidak salah. Perempuan yang tidak mau diomongin, salah. Perempuan yang tidak puas pada suaminya, cerewet sedikit, tidak apa-apa. Karena manusia bukan malaikat, semua manusia ada kelemahan. Dan Allah bukan menjodohkan yang sempurna dengan yang sempurna, mempersatukan malaikat dengan malaikat. Allah mempersatukan orang berdosa dengan orang berdosa. Orang berdosa yang punya kelemahan harus mengerti orang yang engkau cintai juga orang berdosa yang punya kelemahan. Saya lemah, maka saya perlu engkau. Engkau lemah, maka engkau perlu saya. Orang yang lemah bukan untuk mengkritik dan mencela orang lemah lainnya, tetapi membantu yang lemah. Saling membantu mengeluarkan dia dari kelemahannya. Engkau mengomel, saya cerewet, itu lumrah. Tetapi cerewetnya jangan keterlaluan dan tidak berhenti. Jika engkau cerewet tetapi dapat berhenti, maka cerewetmu diperlukan. Dari cerewet mengoreksi satu sama lain. Tidak ada orang yang tidak ada kelemahan dan sempurna, tetapi saling mengoreksi dan menolong, perlu sekali.
Engkau mengatakan, “Heran ya, istri saya sifatnya lain sekali sama saya?” Jadi apakah kamu mau cari istri yang sifatnya sama? Jika keras, cari yang sama-sama keras, keras menikah sama keras, melahirkan besi. Jika engkau keras, carilah yang lembut, supaya lahirnya bukan besi. Engkau lembut, menikah cari yang sama-sama lembut, melahirkan tahu. Jadi yang keras harus menikah dengan yang lembut. Yang lembut harus menikah dengan yang keras. Suaminya lembut, istrinya keras, istrinya lembut, suaminya keras, itu pimpinan Tuhan. Kalau dua-duanya keras, setiap hari berkelahi, itu tidak bagus. Kalau dua-duanya lembut, setiap hari diinjak-injak orang lain, itu juga tidak bagus. Maka suaminya keras, istrinya lembut, lahir anaknya netral. Ketika Tuhan mencocokkan orang, selalu memakai natural seleksi yang aneh. Mengapa orang keras dengan sendirinya tidak suka orang keras? Karena Tuhan yang pimpin. Menikah bukan untuk ratusan tahun, hanya untuk puluhan tahun. Sesudah puluhan tahun, akhirnya saling mengerti, sama-sama sudah penyesuaian.
Pernikahan bukan untuk menikmati yang telah jadi, tetapi belajar melatih diri, bertahan, dan sabar sampai akhirnya jadi. Jika berbeda sifat, beda pendapat, tidak apa-apa, karena pernikahan bukan untuk menikmati yang sudah jadi. Pernikahan untuk menanti, belajar, dan melatih sampai akhirnya jadi. Sebelum jadi, bagaimana? Sabar. Karena kasih panjang sabar dan penuh kemurahan, kasih belajar untuk menunggu sampai jadi. Amin.
…
Sumber : https://www.buletinpillar.org/transkrip/iman-pengharapan-dan-kasih-bagian-27-kasih-7