Berbicara tentang perpajakan atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) selalu menarik untuk diulas terlebih  pada bulan Maret lalu tepatnya tanggal 30 Maret 2022 Sri Mulyani Indrawati mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan RI nomor 60/PMK.03/2022 tentang tata cara penunjukan pemungut, pemungutan, penyetoraqn dan pelaporan PPN atas pemanfaatan BKP TB dan/atau JKP dari luar pabean di dalam daerah pabean melalui PMSE.

PMK 60 tersebut diberlakukan mulai 1 April 2022, uniknya aturan ini bukanlah perubahan karena ketentuan sebelumnya yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan RI nomor 48/PMK.03/2020 tentang tata cara penunjukan pemungut, pemungutan, dan penyetoran serta pelaporan PPN atas pemanfaatan BKP TB dan/atau JKP dari luar pabean di dalam daerah pabean melalui PMSE dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Tentang apa saja yang berbeda antara PMK 48 dengan PMK 60 akan coba diuraikan dalam tulisan berikut, namun ada baiknya pembaca setia nusahati membaca tulisan terkait terlebih dahulu untuk mengetahui sejarah dari pemajakan atas transaksi PMSE diantaranya :

Latar Belakang

Pada mulanya pengenaan perpajakan PMSE berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (13) huruf a Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan (ditetapkan menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020).

Namun, Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Putusan Nomor 37/PUU-XVIII/2020 memutuskan UU Covid-19 hanya berlaku selama status pandemi Covid-19 belum diumumkan berakhir oleh Presiden dan paling lama hingga akhir tahun ke-2 sejak UU Covid-19 diundangkan. Artinya berdasarkan UU No 2 tahun 2020 tersebut hanya berlaku dua tahun.

Maka, dalam Peraturan Menteri Keuangan RI nomor 60/PMK.03/2022 disebutkan bahwasanya yang menjadi landasannya adalah Pasal 44E ayat (2) huruf f Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Adapun bunyi dari Pasal 44E ayat (2) huruf f yaitu “penunjukan, pemotongan, pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32A ayat (2).” Padahal dalam UU No 2 Tahun 2020 membahas diantaranya :

  • Pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, dan/atau Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) luar negeri yang memenuhi ketentuan kehadiran ekonomi signifikan dapat diperlakukan sebagai bentuk usaha tetap dan dikenakan Pajak Penghasilan;
  • Ketentuan kehadiran ekonomi signifikan berupa :
    • peredaran bruto konsolidasi grup usaha sampai dengan jumlah tertentu;
    • penjualan di Indonesia sampai dengan jumlah tertentu; dan/atau;
    • pengguna aktif media digital di Indonesia sampai dengan jumlah tertentu;
  • tata cara penunjukan, pemungutan, dan penyetoran, serta pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, kehadiran ekonomi signifikan, , tata cara pembayaran dan pelaporan Pajak Penghasilan atau pajak transaksi elektronik dan tata cara penunjukan perwakilan  diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

sementara, UU No 2 Tahun 2020 sudah tidak berlaku. Sehingga dapat disimpukan bahwasanya perubahan dalam Peraturan Menteri Keuangan RI nomor 60/PMK.03/2022 adalah hanya menyikapi landasan hukum dan perubahan tarif PPN saja.

Objek Pemungutan

Pemanfaatan BKP tidak berwujud (termasuk barang digital), pemanfaatan JKP (termasuk jasa digital) dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean melalui PMSE meliputi transaksi Business to Business (B2B) dan Business to Consumer (B2C), contohnya :

  • e-Book, e-magazine, e-comic;
  • Computer software (piranti lunak), aplikasi digital, games digital;
  • Multimedia, data elektronik;
  • Virtual goods, virtual coin;
  • Streaming film, streaming musik, atau konten audio-visual lainnya;
  • Web hosting, video conference services, atau layanan jasa lainnya yang berbasis piranti lunak.

Pengertian pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud (BKP TB) meliputi :

  • Penggunaan/hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya.
  • Penggunaan/hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah;
  • Penggunaan pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial.
  • Pemanfaatan terkait hal-hal di atas, berupa:
    • penerimaan/hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa;
    • penggunaan/hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa; dan
    • penggunaan /hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi;
  • Penggunaan/hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio;
  • Perolehan seluruhnya/sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas.

Pembeli Barang/Penerima Jasa

Pembeli merupakan Orang Pribadi atau Badan yang memenuhi kriteria:

  • bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di Indonesia:
    • alamat korespondensi atau penagihan Pembeli berada di Indonesia; dan/atau
    • pemilihan negara saat registrasi di laman dan/atau sistem yang disediakan dan/atau ditentukan oleh Pemungut PPN PMSE adalah Indonesia;
  • melakukan pembayaran menggunakan fasilitas debit, kredit, dan/atau fasilitas pembayaran lainnya yang disediakan oleh institusi di Indonesia; dan/atau
  • bertransaksi dengan menggunakan alamat internet protocol di Indonesia atau menggunakan nomor telepon dengan kode telepon negara Indonesia.

Pemungut PPN PMSE

Pelaku Usaha PMSE yang terdiri atas:

  • Pedagang Luar Negeri;
  • Penyedia Jasa Luar Negeri;
  • Penyelenggara PMSE Luar Negeri; dan/atau
  • Penyelenggara PMSE Dalam Negeri,

yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai Pemungut PPN PMSE.

Adapun Batasan kritera tertentu penunjukan sebagai Pemungut PPN PMSE:

  • Nilai transaksi melebihi Rp600 juta dalam 1 tahun atau Rp50 juta dalam 1 bulan; dan/atau
  • Jumlah traffic atau pengakses melebihi 12.000 dalam 1 tahun atau 1.000 dalam 1 bulan.

Wewenang penunjukan sebagai Pemungut PPN PMSE dilimpahkan dari Menteri Keuangan kepada Dirjen Pajak. Sementara penunjukan sebagai Pemungut PPN PMSE dilakukan dengan menerbitkan Kepdirjen dan mulai berlaku awal bulan berikutnya setelah tanggal penetapan Kepdirjen penunjukan. Setiap pemungut PPN PMSE diberikan nomor identitas perpajakan sebagai sarana administrasi perpajakan (Diterbitkan SKT dan Kartu Nomor Identitas Perpajakan). Pelaku Usaha PMSE yang belum ditunjuk sebagai Pemungut PPN PMSE, tetapi memilih untuk ditunjuk, dapat menyampaikan pemberitahuan kepada DJP (dapat disampaikan melalui Portal PMSE atau email.)

Dirjen Pajak dapat mencabut penunjukan sebagai Pemungut PPN PMSE, dalam hal tidak memenuhi batasan kriteria tertentu atau berdasarkan pertimbangan Dirjen Pajak dengan menerbitkan Kepdirjen dan mulai berlaku awal bulan berikutnya setelah tanggal penetapan Kepdirjen pencabutan. (Nomor identitas perpajakan dapat dihapus.)

Aktivasi Akun Pemungut PPN PMSE

  • Pemungut PPN PMSE wajib melakukan aktivasi akun dan pemutakhiran data secara online melalui aplikasi atau sistem yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (Portal PMSE) paling lama sebelum penunjukan sebagai Pemungut PPN PMSE mulai berlaku.
  • Pemungut PPN PMSE yang telah melakukan aktivasi akun dapat menggunakan Portal PMSE untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya sebagai Pemungut PPN PMSE.

 

Loading…