Ketertarikan penulis terkait Subjek Pajak Dalam Negeri khusus Orang Pribadi Warga Negera Asing (SPDN OP WNA) tergerak kembali ketika dalam instagram, saya melihat seorang Pengacara berbicara tentang hilangnya potensi perpajakan yang besar atas kepemilikan aset (property) oleh Warga Negara Asing (WNA) melalui Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi nominee. Bahkan dengan percaya diri yang cukup tinggi pengacara ini mengundang seluruh ahli hukum dalam dan luar negeri dalam seminar yang akan diadakannya dengan tema “kupas tuntas aspek hukum dan perpajakan terhadap nominee dan benefical owner” (keren juga cara beliau jualan), sayang penulis tidak ada sponsor untuk bisa ikut dalam seminar yang menarik tersebut 😛 .
Dalam tulisan berikut penulis mencoba mengulas sedikit terkait bisnis yang dilakukan oleh OP WNA khususnya berkaitan dengan properti tempat penginapan di daerah wisata wilayah Indonesia. Untuk melengkapi pengetahuan terkait SPDN Orang Pribadi WNA baik itu sebagai karyawan ada baiknya pembaca membaca terlebih dahulu tulisan berikut :
Bisnis Properti Tempat Penginapan
Bagi orang asing khususnya Orang Pribadi yang ingin berbisnis properti terkait jasa penginapan ditempat wisata di wilayah Indonesia dapat menggunakan Bentuk Usaha Tetap yang merupakan Subjek Pajak Luar Negeri rasa pajak Indonesia ataupun menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri baik dalam bentuk badan atau orang pribadi atau dengan cara lain yang umum dikenal sebagai Perjanjian Nominee (trustee).
a. Melalui Hak Pakai atau Hak Sewa
Potensi bisnis usaha jasa penginapan di destinasi wisata memang sangat menjanjikan terlebih bila dikelola dengan apik dan propesional. Adapun ketentuan bagi investor khususnya orang asing adalah memahami UU Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, di mana bagi Orang Asing yang ingin mendirikan tempat penginapan tidak diperkenankan memperoleh hak milik atas tanah melainkan hanya hak pakai dan hak sewa atas tanah dan atau bangunan.
Aspek-aspek perpajakannya meliputi :
- Sewa atas tanah dan atau bangunan, WNA bertindak sebagai penyewa dengan membayar kepada pemilik dengan nilai yang Wajar.
- Penghasilan jasa penginapan dari tanah dan bangunan yang disewa.
b. Melalui Perjanjian Nominee
Perjanjian Nominee adalah perjanjian yang menggunakan nama WNI dan pihak WNI menyerahkan surat kuasa kepada warga negara asing untuk bebas melakukan perbuatan hukum terhadap tanah yang dimilikinya atau nama WNI dipinjam oleh WNA untuk dicantumkan sebagai pemilik atas tanah dan/atau bangunan. Umumnya perjanjian nominee dilakukan terpisah dengan perjanjian di bawa tangan walaupun tidak menutup kemungkinan dilakukan perjanjian nominee dengan menggunakan akta. Namun, umumnya notaris/PPAT akan berfikir dua kali jika harus membuat perjanjian nominee dalam bentuk akta karena setiap transaksi ekonomi yang berkaitan dengan tanah, yang dapat dituangkan dalam bentuk perjanjian yang berkaitan dengan tanah, dengan maksud secara langsung atau tidak langsung untuk pindahkan hak miliki kepada WNA adalah batal demi hukum (Pasal 26 ayat (2) UU Peraturan Dasa Pokok-Pokok Agraria).
Karena di dalam perjanjian ini memuat pernyataan penyerahan penguasaan tanah dan atau bangunan dari WNI kepada WNA, maka WNA tersebut dapat menunjuk pihak ketiga baik kepada SPDN OP WNI atau Badan yang bertindak mewakili kepentingan orang asing tersebut.
Aspek-Aspek Perpajakannya meliputi :
- Melalui mekanisme jual beli, PPh atas Penjualan Tanah dan/atau Bangunan. WNA menggunakan dana pribadinya untuk membeli tanah yang dimiliki oleh WNI dan meminta secara pribadi kepada WNI Nominee agar WNI Nominee tercantum di dalam akta jual beli sehingga WNI Nominee memiliki hak milik atas tanah.
- Melalui mekanisme sewa menyewa, PPh atas persewaan. Perjanjian yang menyatakan bahwa WNI akan menyewakan tanah dalam jangka waktu tertentu dan WNA selaku penyewa akan membayar harga sewa tanah dengan harga yang Wajar. WNA melakukan pembayaran sewa tanah dan/bangunan kepada ZWNI Nominee.
- Melalui mekanisme utang-piutang, PPh atas bunga pinjaman. Perjanjian yang menyatakan WNI Nominee memiliki utang kepada WNA dengan jumlah tertentu dan waktu tertentu.
Kategori Pengelakan Pajak
Karena pemilik manfaat sesungguhnya (benficial owner) dari properti adalah orang asing di mana pemilik legal dari properti adalah WNI maka secara mendasar memungkinkan pemilik manfaat mengaburkan secara ekonomi dari pihak perpajakan seperti harta atau penghasilan, bukan tidak mungkin terdapat tindakan melanggar hukum seperti pencucian uang atau upaya pengelakan pajak.
Namun, seperti kita ketahui bahwa baru-baru ini pemerintah mengeluarkan regulasi tentang prinsip mengenali pemilik manfaat dari korporasi dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucuian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme yaitu Peraturan Presiden nomor 13 tahun 2018 yang baru berlaku 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Presiden ini berlaku yang pernah dituliskan dengan judul Keterbukaan Informasi Pemilik Manfaat Dari Korporasi. Walaupun ketentuan ini hanya ditujukan kepada korporasi (PT, CV, yayasan, koperasi, perkumpulan, dll) untuk menetapkan pemilik manfaat paling sedikit 1 (satu) personil dalam korporasi tersebut, hal ini sudah sangat baik untuk pengendalian dan pengawasan.
Penutup
Perjanjian seperti ini, yang menggunakan nama WNI dan pihak WNI menyerahkan surat kuasa kepada warga negara asing untuk bebas melakukan perbuatan hukum terhadap tanah yang dimilikinya atau nama WNI dipinjam oleh WNA untuk dicantumkan sebagai pemilik atas tanah dan/atau bangunan atau dikenal dengan nama Perjanjian Nominee. Umumnya perjanjian seperti ini dilakukan dengan pihak yang terlibat di dalamnya adalah WNA, WNI, dan/atau melibatkan pihak ketiga baik berupa usaha orang pribadi ataupun badan, dan ini adalah perjanjian yang tidak dapat dihindarkan.
Perjanjian ini umumnya menyamarkan penerima manfaat sesungguhnya yaitu Orang Pribadi WNA sehingga perlu pengawasan yang baik bagi institusi perpajakan baik itu Pajak Pusat maupun Pajak Daerah. Isu yang pernah penulis dengar dari direktur perpajakan internasional adalah bahwa banyak orang asing yang memiliki properti di daerah wisata baik itu berupa hotel, home stay, villa, dll melakukan penghindaran pajak dengan cara bahwa WNA tersebut memasarkan melalui internet dan melakukan transaksi di luar negeri untuk para tamu yang akan menginap tentu pembayaran dilakukan di luar negeri kepada pemilik manfaat atas tempat mereka menginap dan hal ini tidak dapat diawasi khususnya perpajakan. Semoga dengan Peraturan Presiden nomor 13 tahun 2018 tentang prinsip mengenali pemilik manfaat dari korporasi dapat mengurangi kecurangan dari perjanjian nominee ini…. semoga
…