Yang dimaksud pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana ditegaskan dalam PER-32/PJ/2015 pasal 2 ayat (1) meliputi :
- pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi, badan, atau cabang, perwakilan atau unit, dalam hal yang melakukan sebagian atau seluruh administrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain adalah cabang, perwakilan, atau unit tersebut;
- bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau pemegang kas pada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan;
- dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua;
- orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar honor, komisi, fee, dll.
- penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi berkenaan dengan suatu kegiatan.
Kewajiban pemotong pajak adalah memotong pajak terhadap suatu transaksi yang sudah jelas-jelas merupakan penghasilan bagi Wajib Pajak yang menerima dalam tulisan ini adalah pembayaran gaji dan sejenisnya. Yang perlu diingat adalah bahwa pemotongan pajak hanya dilakukan terhadap transaksi yang sudah pasti merupakan penghasilan bagi yang menerima, sehingga pemotongan pajak hanya terjadi pada jenis pajak Pajak Penghasilan saja, baik yang diperlakukan sebagai pajak yang bersifat final maupun yang bukan final.
Pada prinsipnya pajak yang dipotong dan atau yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak akan diakui sebagai :
- Utang
- Piutang
- Pelunasan
PPh Pasal 21 Sebagai Utang
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang diakui sebagai utang oleh Wajib Pajak adalah pajak yang telah dilakukan pemotongan oleh Wajib Pajak sendiri berkaitan dengan transaksinya dengan Wajib Pajak lain.
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dilakukan pemotongan oleh Wajib Pajak pada dasarnya harus dibayarkan kepada negara. Maka dengan demikian pengertian utang pajak dalam kaitan dengan pemotongan adalah utang pajak dari Wajib Pajak kepada negara, atas pajak dari Wajib Pajak lainnya.
Pengakuan PPh Pasal 21 Sebagai Utang
Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagai utang pajak dapat terjadi apabila Wajib Pajak telah melakukan pembayaran gaji dan sejenisnya kepada pegawai, yang atas gaji dan sejenisnya tersebut terdapat PPh Pasal 21 yang sudah dipotong. Bentuk pembayaran gaji dan sejenisnya yang dapat terutang PPh Pasal 21 antara lain adalah atas pembayaran seperti :
- Gaji, upah, dan tunjangan
- Honorarium dan komisi
- Bonus, THR, Gratifikasi, dan Tantiem
- Uang pesangon
- Hadiah
- Natura dan Kenikmatan
- Peningkatan SDM
- Perjalanan
- Jenis pembayaran lain
Utang PPh Pasal 21 terjadi karena PPh yang terutang atas pegawai/karyawan, pelunasannya dilakukan dengan cara dipotong oleh pemberi kerja, dan kemudian akan dibayarkan paling lambat pada tanggal 10 bulan berikutnya sejak saat terjadinya pemotongan PPh (Pasal 2 PMK-242/PMK.03/2014).
Besarnya potongan PPh Pasal 21 yang akan diakui sebagai utang oleh pemberi kerja harus dihitung oleh pemberi kerja dengan memperhatikan keseluruhan penghasilan yang diberikan kepada karyawan pada bulan bersangkutan dan pada bulan-bulan sebelumnya, yang dalam perhitungannya harus disetahunkan.
Pengakuan PPh Pasal 21 Sebagai Piutang
Pajak yang diakui sebagai piutang oleh Wajib Pajak adalah pajak-pajak yang sudah dipotong oleh Wajib Pajak lain atas transaksi terhadap diri Wajib Pajak, atau pajak yang telah dibayar sendiri oleh Wajib Pajak. Berbagai jenis pajak yang telah dipotong oleh Wajib Pajak lain pada dasarnya merupakan hak dari Wajib Pajak. Namun demikian pajak yang telah dipotong oleh pihak lain tersebut dapat diperlakukan sebagai piutang.
Apabila pajak yang dipotong oleh pihak lain tersebut bersifat tidak final maka oleh Wajib Pajak diperlakukan sebagai piutang. Tetapi kalau jenis pajak yang dipotong oleh pihak lain itu bersifat final, maka akan diakui oleh Wajib Pajak sebagai pelunasan.
Seperti kita ketahui bahwa Pajak Penghasilan akan terutang pada akhir tahun takwim atau tahun buku, tergantung periode yang digunakan oleh Wajib Pajak. Maka PPh Pasal 21 yang dipotong berdasarkan penghasilan yang didapat pegawai/karyawan dari pemberi kerja akan diperlakukan sebagai piutang pajak. PPh Pasal 21 oleh pegawai/karyawan tersebut akan diperlakukan sebagai kredit pajak ketika menghitung besarnya PPh yang harus dibayar pada akhir tahun, dalam status pegawai/karyawan yang bersangkutan sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi.
PPh Pasal 21 sebagai piutang PPh Pasal 21, atau sebagai kredit pajak, dapat terjadi apabila Wajib Pajak sebagai pegawai/karyawan memperoleh penghasilan berupa gaji dan sejenisnya, yang atas hal tersebut terdapat PPh Pasal 21 yang telah dipotong oleh pemberi kerja.
Piutang PPh Pasal 21 tersebut terjadi karena Pajak Penghasilan yang terutang atas pegawai/karyawan, pelunasannya dilakukan dengan cara dipotong oleh pemberi kerja, dan oleh pegawai/karyawan bersangkutan PPh Pasal 21 yang dipotong akan diperlakukan sebagai kredit pajak pada akhir tahun terutangnya PPh.
Pengakuan PPh Pasal 21 Sebagai Pelunasan
Pelunasan oleh Wajib Pajak dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
- Pelunasan setiap bulan (masa),
- Pelunasan setiap tahun
Berbicara Pajak Penghasilan Pasal 21 berarti berbicara tentang pelunasan yang dilakukan setiap bulan (masa). Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dipotong oleh Wajib Pajak berkaitan dengan Wajib Pajak lain harus dibayarkan atau dilunasi pada bulan berikutnya setelah dilakukan pemotongan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 2 PMK-242/PMK.03/2014 yaitu paling lambat tanggal 10.
Perlakuan Akuntansi Atas Unsur PPh Pasal 21
Perlakuan secara akuntansi pajak dari unsur yang dikenakan PPh Pasal 21 berupa gaji, upah, tunjangan dan lainnya dapat dibedakan sesuai posisi Wajib Pajak, yaitu sebagai berikut :
- Bagi pemberi
- Bagi penerima
1. Bagi Pemberi
Gaji, upah, tunjangan dan lainnya yang dibayarkan kepada karyawan merupakan biaya bagi perusahaan. Pembebanan gaji untuk mendapatkan Penghasilan Kena Pajak dilakukan dengan cara akrual basis, dalam arti gaji bulan Desember yang dibayar pada bulan Januari tahun berikutnya merupakan biaya bulan Desember.
Contoh :
Remapra berstatus TK/0 bekerja pada PT. Nusa SMS, mendapat gaji kotor beserta tunjangan serta penghasilan lain selama setahun sebesar Rp. 250.000.000,- yang dipotong PPh Pasal 21 sebesar Rp. 26.200.000,-. Jurnal dari gaji tersebut bagi PT. Nusa SMS dilakukan sebagai berikut :
Gaji Rp. 250.000.000,-
Kas/Bank Rp. 223.800.000,-
Utang PPh Pasal 21 Rp. 26.200.000,-
Utang PPh Pasal 21 bagi pemberi kerja harus dilunasi tanpa dilakukan penrhitungan atau jurnal dengan jenis pajak lainnya.
Utang PPh Pasal 21 Rp. 26.200.000,-
Kas/Bank Rp. 26.200.000,-
2. Bagi Penerima
Gaji, upah dan tunjangan bagi karyawan atau pegawai, sebagai penerima diakui sebagai Penghasilan sebesar nilai kotor atau nilai sebelum dikenakan PPh Pasal 21. Jurnal penghasilan dari gaji, upah, dan tunjangan bagi penerima adalah sebagai berikut :
Kas/Bank XXXX
Piutang PPh Pasal 21 XXXX
Gaji XXXX
Contoh :
Remapra berstatus TK/0 bekerja pada PT. Nusa SMS, mendapat gaji kotor beserta tunjangan serta penghasilan lain selama setahun sebesar Rp. 250.000.000,- yang dipotong PPh Pasal 21 sebesar Rp. 26.200.000,-. Jurnal dari gaji tersebut oleh Remapra dilakukan sebagai berikut :
Kas/Bank Rp. 223.800.000,-
Piutang PPh Pasal 21 Rp. 26.200.000,-
Gaji Rp. 250.000.000,-
…
Artikel Terkait PPh 21 Lainnya :