Akhirnya pada tanggal 22 Oktober 2012 Agus D.W. Martowardjojo  menandatangani Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 162/PMK.011/2012 Tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Ketentuan mengenai besarnya PTKP mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2013.  Hal ini dimungkinkan  dan sesuai ketentuan bunyi pasal 7 ayat 3 UU PPh  yang mengatakan bahwa “Penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak ditetapkan dengan peraturan Menteri Keuangan setelah dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat“.  Seperti diketahui bersama usulan kenaikan PTKP bergulir saat Susilo Bambang Yudoyono yang sebagai Wajib Pajak sekaligus Presiden Republik Indonesia menyampaikan laporan SPT Tahunan Orang Pribadi pada Maret 2012 lalu, saat itu alasannya adalah agar sesuai dengan tingkat inflasi yang ada di Indonesia. Adapun penyesuaian PTKP dalam aturan ini  adalah :

  1. PTKP untuk diri Wajib Pajak (WP) orang pribadi menjadi Rp. 24.300.000,- dari sebelumnya Rp. 15.840.000,-
  2. PTKP Tambahan untuk WP yang kawin menjadi Rp. 2.025.000,- dari sebelumnya Rp. 1.320.000,-
  3. PTKP Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami Rp. 24.300.000,- dari sebelumnya Rp. 15.840.000,-
  4. PTKP Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat menjadi Rp. 2.025.000,- dari sebelumnya Rp. 1.320.000,-

Berdasarkan penyesuaian tersebut di atas maka Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk tahun 2013 masing-masing status menjadi :

  • TK/0 = Rp 24.300.000,00
  •   K/0 = Rp 26.325.000,00
  •   K/1 = Rp 28.350.000,00
  •   K/2 = Rp 30.375.000,00
  •   K/3 = Rp 32.400.000,00

Dalam menghitung PPh 21 besarnya PTKP maksimal Rp 32.400.000, sedangkan dalam menghitung PPh Orang Pribadi besarnya PTKP maksimal menjadi Rp 56.700.000 untuk WP dengan status K/I/3 sebagaimana Pasal 8 (1) UU PPh.

  • K/I/0 = Rp 50.625.000,00
  • K/I/1 = Rp 52.650.000,00
  • K/I/2 = Rp 54.675.000,00
  • K/I/3 = Rp 56.700.000,00

Apakah penyesuaian ini diikuti dengan perubahan biaya jabatan atau biaya pensiun karena tentunya bagi Pegawai Tetap dan Pensiunan pasti akan menunggu juga penyesuaian atas Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun. Karena semangat penyesuaian PTKP diatur dalam Pasal 7 ayat 3 telah dilakukan maka semangat penyesuaian Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun yang juga diatur dalam Pasal 21 ayat 3 ” Penghasilan pegawai tetap atau pensiunan yang dipotong pajak untuk setiap bulan adalah jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi dengan biaya jabatan atau biaya pensiun yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak“, kemungkinan juga akan menyusul disesuaikan. Ketentuan yang berlaku saat ini adalah untuk biaya jabatan sebesar 5% maksimal Rp. 6.000.000,-/tahun atau Rp. 500.000,-/bulan semantara Biaya Pensiun sebesar 5% maksimal Rp. 2.400.000,-/tahun atau Rp. 200.000,-/bulan. Ketentuan tentang Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun sebelumnya diatur dalam 521/KMK.04/1998  yang kemudian terakhir diganti yang masih berlaku sampai saat ini dengan 250/PMK.03/2008.

Motivasi Penerbitan PMK 162/PMK.011/2012

Kenaikan PTKP bukan yang pertama kali dilakukan di Indonesia. Indonesia telah melakukan kenaikan PTKP sebanyak empat kali yaitu pada 2001,2004, 2006, dan 2009. Beberapa alasan terbitnya peraturan penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak kali ini adalah melalui banyak pertimbangan, diantaranya yaitu :

  1. Menyesuaikan dengan tingkat inflasi dalam negeri (Susilo Bambang Yudoyono, Presiden Republik Indonesia).
  2. Kenaikan batasan PTKP bisa mendorong konsumsi domestik dan memeratakan pendapatan masyarakat. (Agus D.W. Martowardjojo, Menteri Keuangan)
  3. Kenaikan batasan PTKP ini sebagai langkah mengantisipasi dampak krisis ekonomi global. “Rata-rata status rumah tangga di Indonesia adalah menikah dengan anak dua sehingga PTKP-nya sekitar Rp 30 juta per tahun,” ujar Bambang dalam rapat dengan Komisi XI DPR yang dilakukan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (15/10/2012), pertimbangan utama antisipasi dampak krisis, di mana perlunya meningkatkan sumber pertumbuhan dari konsumsi. “Dengan kenaikan PTKP diharapkan daya beli masyarakat naik sehingga konsumsi naik,”. penyesuaian Upah Minimum Provinsi (UMP) juga jadi pertimbangan kenaikan PTKP ini. Saat ini kisaran upah minimum masyarakat Indonesia berada pada kisaran upah DKI Jakarta yang merupakam UMP tertinggi yaitu Rp 1,5 juta per bulan atau sekitar Rp 18 juta per tahun, dan Gorontalo yang berada pada kisaran Rp 850 ribu per bulan atau sekitar Rp 10,5 juta per tahun. (Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro).
  4. Mendongkrak pertumbuhan ekonomi 2013 hingga 0,08%. Dengan tambahan pertumbuhan ekonomi sebesar itu, pemerintah berharap lapangan kerja baru bertambah sebanyak 0,0031% dari target yang telah ditentukan pada 2013 nanti.  dan adanya Penyesuaian besaran upah minimum yang telah dinaikan pemerintah, khususnya di daerah beberapa waktu yang lalu (Pemerintah).

Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa penyesuaian PTKP ini diharapkan akan berimbas positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia misalnya meningkatnya konsumsi dalam negeri, dengan adanya kenaikan batas PTKP, maka daya beli masyarakat akan naik, meningkatnya  tabungan (saving) masyarakat, memberikan perlindungan dan keringanan kepada masyarakat berpenghasilan rendah.

Adapun penyesuaian ini menurut Direktur INDEF Enny Sri Hartati  kenaikan PTKP yang dilakukan pemerintah tersebut masih terlalu kecil dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, jika ingin menjadikan kenaikan PTKP sebagai langkah antisipasi dampak krisis ekonomi maka batasannya seharusnya mencapai Rp 5 juta per bulan atau Rp 60 juta per tahun.

Dampak Dan Antisipasi Penerbitan PMK 162/PMK.011/2012

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro mengakui bahwa, dampak dari kenaikan PTKP ini adalah adanya potensial loss (kehilangan penerimaan pajak) sebesar Rp 13,3 triliun. Namun, ada sumbangan untuk pertumbuhan ekonomi sebesar 0,08% dan tambahan lapangan kerja baru sebesar 0,003%. “Memang pada awal penetapan PTKP ini ada perlambatan penerimaan (pajak), tapi setelah 1 tahun maka akan kembali normal”. Kenaikan PTKP ini akan berlaku pada awal tahun depan. sekitar 35 juta rumah tangga yang berpotensi terkena aturan baru ini. “Ada sekitar 35 juta rumah tangga yang akan terkena aturan ini dari 60 juta rumah tangga yang berpotensi”.

Jika sebelumnya dan sampai saat ini masih berjalan adalah Sensus Pajak Nasional yang sepertinya merupakan salah satu strategi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai tindakan antisipasi dengan rencana kenaikan PTKP bersamaan dengan melakukan kegiatan intensifikasi perpajakan sektor-sektor strategis seperti pertambangan, migas dan kelapa sawit. Indonesia yang kaya akan mineral dan bahan tambangnya bisa menjadi potensi pemasukan pajak terbesar, karena nilai besar yang diharapkan dapat dihasilkan sektor strategis tersebut.

(Dari berbagai sumber sebagai informasi dan arsip).