Salah seorang rekan kerja di penelaah keberatan (PK) mempertanyakan, dalam hal apa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPh 22 impor diterbitkan karena sepanjang dia bekerja belum pernah melihat ada produk SKPKB PPh 22 Impor walaupun diketahui bahwa dalam Peraturan Jenderal pajak nomor PER-38/PJ/2009 tentang bentuk formulir surat setoran pajak yang dirubah dengan PER-23/PJ/2010 pada lampiran II poin 3 tentang Kode Akun Pajak 411123 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 22 Impor terdapat kode jenis setoran 310 yaitu SKPKB PPh Pasal 22 Impor, mungkin pertanyaan yang sama diajukan juga oleh pembaca setia Nusahati yang ingin tahu seputar perpajakan.
Kebetulan saat saya menjadi Account Representative (AR) pernah menangani permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran PPh Pasal 22 Impor dan PPN Impor sebagai tindaklanjut dari putusan banding Pengadilan Pajak terhadap Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Nah berbekal dari kasus itulah penulis mengetahui dasar penerbitannya yang akan saya tuliskan dengan judul kali ini “ Bila SKPKB dan pengembalian PPh 22 Impor terjadi?” semoga tulisan pendek ini dapat ditambahkan oleh rekan-rekan yang memiliki pengalaman lainnya sehubungan dengan produk SKPLB dan SKPKB PPh 22 Impor ini. 🙂
Sekilas Tentang PPh 22 Impor
Untuk lebih memahami dengan tuntas ada baiknya sebelum kita bahas tentang dasar penerbitan SKPKB PPh 22 Impor, kita memahami sedikit seluk beluk PPh 22 Impor terlebih dahulu. 😀
a. Pengertian
Impor barang adalah salah satu kegiatan yang dijadikan objek pengenaan atau pemungutan PPh Pasal 22, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 22 UU PPh dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor : 224/PMK.011/2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang pemungutan pajak penghasilan pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
Dalam hal ini yang dimaksud dengan impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar negeri ke dalam negeri, baik yang dilakukan secara legal atau tidak. Khusus untuk impor illegal, kalau tertangkap pihak berwajib, pengenaan PPh Pasal 22-nya dilakukan secara khusus.
b. Subjek Dan Objek
Subjek yang dikenakan PPh Pasal 22 adalah importir yang melakukan impor barang tersebut. Dengan kata lain, importir yang mengimpor barang tersebut wajib membayar atau melunasi PPh Pasal 22 impor. Sedangkan subjek pemungutnya adalah bank devisa dan juga DJBC.
Pengertian subjek pemungut dalam hal ini adalah hanya sebatas collector SSP atau penerima pembayaran. Sebab PPh Pasal 22 impor ini umumnya disetor sendiri oleh importir melalui bank devisa.
c. Tarif
Untuk impor yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), tarif PPh Pasal 22 yang dikenakan adalah 2,5%. Tetapi khusus untuk impor kedelai, gandum dan tepung terigu, dikenakan tarif 0,5%. Sedangkan untuk impor yang tidak menggunakan API dan impor yang tidak dikuasai dikenakan PPh Pasal 22 dengan tarif lebih tinggi, yaitu 7,5%.
Nilai yang dijadikan sebagai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) untuk PPh Pasal 22 Impor adalah Nilai Impor, yaitu nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk yakni Cost-Insurance-Freight (CIF) ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan kepabeanan.
Contoh Kegiatan Impor Mesin : Diketahui harga jual (cost) mesin impor tersebut dari produsen di luar negeri Rp 240.000.000,- sedangkan insurance dan freight (ongkos angkut yang diminta produsen) masing-masing Rp 48.000.000,- dan Rp 70.000.000,-. Bea Masuk yang dikenakan terhadap mesin yang diimpor tersebut 25% dan pungutan lainnya sebesar Rp 9.000.000,-. Dari keterangan ini, maka dapat dihitung DPP PPh Pasal 22 sebagai berikut:
Harga Jual Rp. 240.000.000 Insurance 48.000.000 Freight 70.000.000 Jumlah CIF 358.000.000 Bea Masuk (25% dari CIF) 89.500.000 pungutan Lainnya 9.000.000 DPP PPh Pasal 22 459.500.000PPh Pasal 22 Impor yang harus dilunasi atau dibayar oleh importir adalah sebesar tarif PPh Pasal 22 impor dikalikan dengan DPP PPh Pasal 22 Impor tersebut. Berdasarkan kondisi tersebut, maka besarnya PPh Pasal 22 Impor atas mesin (memiliki API) adalah = 2,5% x Rp 459.500.000,- = Rp 11.487.500,-. Bagaimana perencanaan pajak (Tax Planning) apabila tidak memiliki API? dapat dibaca pada Perencanaan Pajak.
Jika ada kegiatan impor yang dilakukan secara illegal dan kemudian tertangkap oleh pihak berwajib, maka barang impor tersebut akan disita oleh negara. Selanjutnya barang sitaan impor tersebut akan dilelang dan akan dikenakan PPh Pasal 22 dengan tarif 7,5% dari harga jual lelang. Dalam hal ini, barang sitaan impor itu disebut dengan “impor yang tidak dikuasai”. Pihak yang dikenakan PPh Pasal 22 adalah pemenang lelang sehingga pemenang lelang harus membayar sebesar harga jual lelang ditambah PPh Pasal 22 sebesar 7,5% dari harga jual lelang tersebut.
d. Pelunasan
PPh Pasal 22 impor harus dilunasi bersamaan dengan pembayaran Bea Masuk. Apabila importir mendapat pembebasan pembayaran Bea Masuk, maka PPh Pasal 22 impor dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
Dalam pelaksanaannya, PPh Pasal 22 impor wajib disetor sendiri oleh importir melalui bank persepsi maupun Kantor Pos dan Giro yang dapat menerima penyetoran PPh Pasal 22 impor. Penyetoran menggunakan Surat Setoran Pabean-Cukai Dan Pajak Dalam Rangka Impor (SSPCP).
Bagi importir atau pihak yang dikenakan, PPh Pasal 22 impor yang sudah dibayar tersebut pada dasarnya merupakan uang muka (kredit PPh) dan dapat dikreditkan di SPT Tahunan PPh. Namun jika barang yang diimpor tersebut terkait dengan penghasilan yang dikenakan PPh Final, maka PPh Pasal 22 Impor tadi tidak dapat dikreditkan di SPT Tahunan PPh.
e. Pengecualian
Tidak semua impor dikenakan PPh Pasal 22 sebab seperti ditegaskan dalam Pasal 3 PMK Nomor 154/PMK.03/2010 ada beberapa jenis barang yang atas impornya dikecualikan dari pengenaan PPh Pasal 22 Impor (tidak dikenakan PPh Pasal 22 impor).
Untuk tidak dikenakan PPh Pasal 22 impor, ada yang memerlukan Surat Keterangan Bebas (SKB) dari Kepala KPP tempat importir atau pihak yang akan melakukan impor terdaftar NPWP, atau dari kantor DJBC setempat. Tanpa ada SKB sebagai syarat pembebasan, PPh Pasal 22 Impor tetap dapat dikenakan.
Satu-satunya impor yang dibebaskan dari pengenaan PPh Pasal 22 dan tidak memerlukan SKB adalah impor kembali (re-impor), yaitu barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh DJBC.
Pengembalian PPh Pasal 22 Impor
Hal ini terjadi akibat dari verifikasi yang dilakukan oleh pegawai Bea dan Cukai (DJBC) misalkan terdapat mesin impor yang dilaporkan dalam B.C. 2.5 kurang dibongkar yang melanggar ketentuan Pasal 7A ayat (2)UU No 17 Tahun 2006 tentang kepabeanan. Atas hal tersebut diterbitkan Surat Pemberitahuan Kekurangan Pembayaran Bea masuk (SPKPBM) oleh Kantor Pelayanan Bea dan Cukai misalkan contoh penetapan harga dengan perhitungan sebagai berikut :
Bea Masuk 48.000.000 PPN Impor 112.000.000 PPh 22 Impor 13.000.000Dengan berat jantung wajib pajak membayar dan dengan keyakinan yang kuat wajib pajak tidak mengkreditkan PPh 22 impor tersebut dalam laporan SPT Tahunan PPh Badannya. Hal ini dilanjutkan dengan mengajukan keberatan (biasanya ditolak :D) atas penetapan tersebut, dan mengajukan banding (biasanya diterima :D) yang akhirnya diputuskan mengabulkan seluruh permohonan banding. Maka atas pembayaran tersebut wajib pajak berhak untuk meminta kembali ditambah imbalan bunga. Dalam PPh 22 Impor dan PPN pengajuan ditujukan di KPP tempat wajib pajak berdomisili.
Penerbitan SKPKB PPh 22 Impor
Berdasarkan contoh kasus timbulnya pengembalian PPh Pasal 22 Impor di atas yaitu terdapat pajak dalam rangka impor mesin yang tidak atau kurang dibayar oleh importir, pengangkut, pengusaha tempat penimbunan sementara, pengusaha tempat penimbunan berikat, atau pengusaha pengurusan jasa kepabeanan. Maka dapat diterbitkan produk SKPKB PPh 22 Impor yang proses pekerjaannya bersumber dari AR dan Pejabat Fungsional Pemeriksa, adapun penyebabnya menurut penulis adalah :
- Setelah proses penagihan oleh di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) terhadap kurang bayar dalam rangka impor tersebut, Maka DJBC mengirimkan Surat Pemberitahuan Piutang Pajak Dalam Rangka Impor (SP3DRI) ke Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak terdaftar. Dan oleh KPP melalui AR wajib pajak tersebut dilakukan penelitian untuk memastikan status wajib pajak apakah telah diterbitkan SKP, atau sedang diperiksa jika tidak maka diterbitkanlah STP/SKPKB PPh 22 impor tersebut (Petunjuk dapat dilihat pada Lampiran I SE-78/PJ/2008).
- Apabila wajib pajak yang tercantum dalam SP3DRI sedang dilakukan pemeriksaan; pajak dalam rangka impor yang ternyata belum/tidak dibayar, Fungsional Pemeriksa Pajak wajib mengusulkan kepada Kepala KPP untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
- Apabila wajib pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan; terdapat pajak dalam rangka impor yang ternyata belum/tidak dibayar, Fungsional Pemeriksa Pajak wajib mengusulkan kepada Kepala KPP untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
Penyebab terjadinya pengembalian PPh Pasal 22 impor adalah akibat keberatan/banding wajib pajak yang keputusannya diterima oleh pengadilan yang berawal dari pembayaran pajak dalam rangka impor berdasarkan Surat Pemberitahuan Kekurangan Pembayaran Bea masuk (SPKPBM) yang dikeluarkan oleh Kantor Pelayanan Bea dan Cukai.
Penyebab terjadinya SKPKB PPh 22 Impor adalah akibat gagal tagih terhadap pajak dalam rangka impor oleh Bea dan Cukai sehingga mengirimkan SP3DRI ke KPP untuk dilakukan penagihan melalui produk STP ataupun SKPKB atas PPh Pasal 22 Impor ataupun wajib pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan; terdapat pajak dalam rangka impor yang ternyata belum/tidak dibayar.
Dasar Hukum
- UU KUP
- UU PPh
- UU PPN
- UU Kepabeanan
- SE-78/PJ/2008 tanggal 19 Desember 2008 tentang tata cara pelaksanaan Tindak Lanjut Surat Pemberitahuan Piutang Pajak Dalam Rangka Impor (SP3DRI).
- PMK Nomor 51/PMk.04/2008 Tanggal 11 April 2008 tentang tata cara penetapan tarif, Nilai Pabean, dan Sanksi administrasi, serta penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau pejabat Bea dan Cukai.
- PMK Nomor 154/PMK.03/2010 tentang pemungutan pajak penghasilan pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
- PMK Nomor 224/PMK.011/2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010
- dll
(Selamat menyelami opini yang terancam salah ini 🙂 ).