Dalam konvensi PBB tahun 1975 adanya pelayaran luar negeri merupakan kerjasama perusahaan pelayaran nasional dengan perusahaan pelayaran asing dengan asas pembagian angkutan muatan yang wajar (fair share). Dan berdasarkan Peraturan pemerintah Nomor 17 tahun 1988 (PAKTO) 1988, pemerintah melaksanakan deregulasi di bidang pelayaran dengan melakukan pengelompokan jenis usaha pelayaran sesuai perizinannya menjadi :

  • Pelayaran Luar Negeri;
  • Pelayaran Dalam neger;
  • Pelayaran Rakyat; dan
  • Pelayaran Perintis.

Dengan deregulasi tersebut memberikan keleluasan bagi kapal-kapal berbendera asing untuk beroperasi di Indonesia sehingga mendesak/mempersempit pangsa pasar pelayaran nasional baik untuk angkutan barang luar negeri maupun angkutan barang dalam negeri. Dengan kondisi seperti ini sangat relevan bagi penggiat industri jasa pelayaran khususnya pelayaran luar negeri memahami aspek perpajakannya. Dalam industri pelayaran terdapat beberapa proses bisnis didalamnya yaitu :

  • Kegiatan Jasa;
  • Kegiatan Pemasaran; dan
  • Kegiatan Perizinan.

Dalam pembahasan berikut lebih kepada kegiatan jasa yang meliputi jasa pelayaran, jasa keagenan, dan jasa sewa atau charter kapal dikaitkan dengan aspek perpajakan. Perlu diketahui usaha pelayaran diberikan kemudahan pengenaan Pasal 15 karena usaha pelayaran melibatkan kepentingan oarng banyak, masyarakat, dan rakyat. Semoga memberikan informasi bermanfaat.

Jasa pelayaran

adalah kegiatan mengangkut orang dan atau barang dari pelabuhan ke pelabuhan lain sampai barang dan atau orang tersebut diserahkan/diterima di tempat tujuan sesuai dengan perjanjian antara pemberi dan pemakai jasa dengan imbalan tertentu baik pelabuhan domestik maupun luar negeri atau dari pelabuhan luar negeri ke pelabuhan dalam negeri.

Proses kegiatan jasa pelayaran dimulai dengan adanya pemesanan (order) pengangkutan barang dan atau orang, selanjutnya pihak perusahaan menyesuaikan dengan jadwal keberangkatan kapal dan melakukan pengurusan dokumen ke instansi terkait kemudian membuat nota kebagian EMKL untuk melakukan muat dan berdasarkan kegiatan tersebut dibuatkan nota tagihan. Dalam kegiatan jasala pelayaran ini perusahaan akan memperoleh pendapatan berupa :

  • Pendapatan Freight, pendapatan usaha yang diperoleh perusahaan atas pengangkutan barang baik antar pelabuhan di dalam negeri dan dari pelabuhan dalam negeri ke pelabuhan luar negeri atau sebaliknya.
  • Pendapatan Freight konsorsium, pendapatan freight yang berasal dari konsorsium perusahaan-perusahaan pelayaran.
  • Pendapatan Transhipment, pendapatan yang diperoleh di cabang atas jasa meneruskan muatan dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lainnya.

Pelayaran Luar Negeri

Bagaimana dengan kapal kapal berbendera asing yang beroperasi di Indonesia?, maka dengan pertimbangan ekonomis dan strategis mereka mempunyai wakil untuk menangani pekerjaan yang berkaitan selama berlayar di suatu negara, baik sebagai agen ataupun perwakilan (representative). Perusahaan angkutan laut asing yang menyelenggarakan angkutan laut ke atau dari pelabuhan Indonesia untuk perdagangan luar negeri secara berkesinambungan dapat menunjuk perwakilan di Indonesia dengan memenuhi persyaratan yang ditentukan.

Sesuai PP Nomor 20 tahun 2010 dengan memperhatikan Pasal 27 UU Nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaran, untuk usaha angkuta laut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

  • memiliki akta pendirian usaha;
  • memiliki NPWP
  • Memiliki penanggung jawab;
  • Menempati tempat usaha baik milik atau sewa berdasarkan domisili perusahaan dari instansi yang berwenang;
  • memiliki tenaga ahli di bidang pelayaran (nautis, teknis pelayaran, dll).

Perlu diingat, perwakilan di Indonesia hanya melakukan kegiatan pengurusan administrasi sebagai wakil dari pemilik kapal di luar negeri tetapi tidak boleh melakukan kegiatan keagenan, booking muatan, dan kagiatan pencarian muatan.

Jasa pelayaran luar negeri dilakukan melalui :

  • pelayaran reguler, yang dilakukan dengan jadwal dan tujuan pelabuhan tetap, baik antar pelabuhan domestik maupun luar negeri yang dilakukan dengan kapal milik sendiri maupun sewa;
  • pelayaran charter, dilakukan berdasarkan kontrak dengan muatan orang atau barang dengan tujuan pelabuhan tertentu.

Aspek perpajakan

Pajak Penghasilan

a. Jasa Pelayaran Luar Negeri

Penghasilan perusahaan pelayaran asing dari jasa pelayaran dan charter kapal dikenakan PPh sebesar 2,64% bersifat Final,  hal ini sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri keuangan Nomor 417/KMK.04/1996 tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan  Neto bagi Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri.  Pajak Penghasilan atas pelayaran asing dipengaruhi beberapa faktor, meliputi :

  • jalur operasi kapal, (national traffic atau international traffic);
  • memiliki atau tidak memiliki Bentuk Usaha Tetap di Indonesia;
  • Negara partner mempunyai treaty atau non treaty, sebagaimana kita ketahui dari 216 negara di dunia yang memiliki traety dengan Indonesia sampai saat ini baru 71 negara.

Berikut besaran PPh atas jasa pelayaran luar negeri

Uraian P3B (Treaty) Non P3B (Non Treaty)
BUT
– National Traffic 2,64 X Penghasilan Bruto 20% X Penghasilan Bruto
– International Traffic 2,64% X Tax Treaty X Penghasilan Bruto 20% X Penghasilan Bruto
Non BUT 20% X Tax Treaty X Penghasilan Bruto 20% X Penghasilan Bruto

Perlu menjadi perhatian bahwasanya penghasilan perusahaan pelayaran dari charter kapal tergantung kepada jenis charternya yaitu :

  • full manned basis;
  • trip charter;
  • time charter; atau
  • bareboat charter.

Penghasilan perusahaan pelayaran atau charter kapal yang dihitung berdasarkan fully manned basis dianggap sebagai imbalan jasa angkatan laut yang PPh bersifat final dan PPN yang terutang ditanggung pemerintah.

b. Jasa Keagenan

Selain penghasilan tersebut, perusahaan pelayaran asing yang berkedudukan di luar negeri yang memiliki kantor perwakilan (Bentuk Usaha Tetap) memungkinkan memiliki penghasilan dari jasa keagenan dan lainnya yang bersifat tidak final. Atas penghasilan perusahaan pelayaran atas keagenan kapal perusahaan luar negeri, dilaporkan dalam SPT PPh Badan yang PPhnya dihitung sesuai dengan ketentuan yang berlaku umum.

Karena bersifat final dan tidak final, apabila jasa pelayaran dan sekaligus jasa keagenan maka untuk menentukan biaya usaha dan pengurang penghasilan bruto, sepanjang secara nyata tidak bisa dipisahkan mana yang merupakan biaya untuk kegiatan final dan non final atas biaya bersama tersebut ditentukan secara proporsional berdasarkan persentase dari pendapatan final/total pendapatan.

Pajak Pertambahan Nilai

a. Jasa Pelayaran

Jasa pelayaran dan charter kapal atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak dipungut hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah nomor 49 Tahun 2022, namun atas jasa keagenan dan lainnya tetap terutang Pajak Pertambahan Nilai. Atas PPN yang tidak dibebaskan adalah meliputi :

  • Jasa pelayaran yang diterima oleh perusahaan pelayaran non niaga;
  • Jasa Charter kapal yang perjanjian sewanya menggunakan bareboat basis atau yang memenuhi persyaratan sebagai persewaan barang.

b. Jasa Keagenan

PPN Jasa keagenan yang timbul dari jasa yang diberikan kepada kapal-kapal yang telah menunjuknya sebagai agen.

Contoh Jasa Pemindahan Barang (Transhipment)

Sebagaimana kita ketahui bahwa setiap perusahaan yang melakukan kegiatan angkutan laut di wilayah perairan Ondonesia maupun ke luar negeri wajib memiliki izin SIUPAL (Surat Izin Usaha Perusahaan Angkutan Laut), yang merupakan dokumen legalitas yang wajib dipenuhi dan dipatuhi selama menjalankan kegiatan usaha pelayaran (angkutan laut). Sementara  apabila perusahaan yang bertindak sebagai usaha keagenan kapal wajib mengantongi Surat Izin Usaha Perusahaan Keagenan Kapal (SIUPKK), SIUPKK adalah perintah UU dan telah diatur melalui peraturan pemerintah yang tentunya dengan kajian yang baik dan umumnya setiap pengusaha keagenan kapal anggota ISAA (Indonesia Shipping Agency Association) juga memiliki SIUPKK. Izin tersebut di atas merupakan izin yang bersifat khusus dan tidak dapat untuk hal-hal lai, sehingga tidak dapat lagi suatu hal di luar yang disebutkan di dalam peraturan dikategorikan sebagai pelayaran.

PT Nusahati Shipping Line (PT NSL) adalah perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri yang bergerak dalam bidang jasa angkutan laut dalam negeri yang menyediakan jasa pemindahan barang/muatan (Transhipment) dengan moda angkutan laut berupa Kapal Barge (Tongkang) yang ditarik dengan tugboat (tugboat-barge) yaitu dari tempat penimbunan/terminal (stockpile) hingga masuk untuk dimuat ke kapal pengakut besar (mother Vessel) yang berlabuh di lepas pantai. Dalam kegiatannya PT NSL melakukan kerjasama dengan Perusahaan Pelayaran Luar Negeri yang memiliki BUT di Indonesia, dimana BUT tersebut menyediakan :

  • kapal floating loading facility beserta awaknya untuk memindahkan barang dari kapal tongkang ke mother vessel.
  • kapal flat top deck cargo barge (tanpa awak) untuk mengangkut barang dari tempat penimbunan untuk mendekati mother vessel .

Atas kerja sama tersebut PT NSL  membayar berupa imbalan atas penyediaan jasa berupa Ocean Freight, bagaimana aspek perpajakannya?

Sesuai ketentuan pasal 1 ayat (6) huruf o  dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2015 tentang jasa lain sebagaimana dimaksud pasal 23 ayat 1 huruf c angka 2 UU PPh, jasa lain ini termasuk jasa perantara dan/atau keagenan. Maka PT NSL memotong PPh Pasal 23, hal ini karena seluruh pengangkutan barang dengan menggunakan Kapal Barge (Tongkang) sampai tempat penyerahan di lepas pantai  untuk dimuat ke kapal pengakut besar (mother Vessel).

 

…. Loading

 

 

Artikel Terkait :