Kedua, kasih adalah yang terbesar karena Allah yang terbesar. Allah tidak perlu percaya kepada siapa pun atau apa pun yang lebih besar daripada Allah. Kita perlu percaya kepada Allah, tetapi Allah tidak perlu percaya kepada yang lain, karena Ia sendiri adalah pusat dan inti dari Objek iman, titik akhir dari semua yang beriman kepada-Nya. Yang terbesar adalah kasih, karena iman dimulai dari diri kita, pengharapan dimulai dari diri kita, mengharapkan sesuatu yang lebih besar dari diri, sedangkan kasih adalah diri Allah sendiri, kasih adalah titik awal yang keluar dari diri-Nya dan juga titik akhir yang akan dituju. Selain kasih tidak ada tujuan lain, karena kasih adalah tujuan akhir. Maka kasih lebih besar dari iman dan pengharapan. Orang yang hidup di dalam kasih adalah orang yang hidup di dalam Tuhan. Orang yang hidup di luar kasih, adalah orang yang berjarak dengan Tuhan, karena Tuhan adalah kasih. Ketika hidup di dalam Tuhan, kita hidup di dalam kasih. Kita tidak perlu lagi merindukan kasih karena kita telah di dalam kasih, telah menikmati kasih, dan telah dipersatukan dengan kasih. Orang yang dipersatukan dengan kasih adalah orang yang dipersatukan dengan Tuhan. Orang yang hidup di dalam kasih adalah orang yang menikmati di dalam Tuhan.
Ketiga, kasih adalah yang terbesar karena kasih tidak egois, bukan untuk diri sendiri, kasih berkorban. Kasih bukan untuk mendapatkan keuntungan, bukan untuk mendapatkan sesuatu, menyempurnakan diri sendiri melalui sesuatu di luar diri, tetapi kasih mengorbankan diri untuk menyempurnakan yang lain, menggenapkan kehendak Tuhan, maka kasih adalah yang terbesar. Seseorang yang mempunyai kasih adalah seseorang yang mempersiapkan diri untuk berkorban dan rela menyangkal diri. Alkitab berkata, “Jika engkau tidak menyangkal dirimu, engkau tidak layak menjadi murid-Ku.” Ketika kita rela menyangkal diri, maka kita telah menyempurnakan diri kita, terlebih lagi telah menggenapkan kehendak Tuhan dalam diri kita. Penyertaan Tuhan, penyempurnaan Tuhan, melampaui perintah harus menyangkal diri.
Di dunia ini manusia dibagi menjadi dua macam. Macam pertama, manusia yang terus merugikan orang lain untuk mencari keuntungan bagi diri sendiri dan tidak peduli jika orang lain rugi. Engkau tidak mungkin terlepas dari egoisme, mementingkan diri, ini hal yang umum dan normal. Tetapi jika di dalam menguntungkan dirimu, engkau merugikan orang lain, itu hal yang jahat. Jika orang lain rugi tetapi juga mendapat bahagia, ini adalah penukaran keuntungan, namanya berdagang yang adil. Saya ambil uangmu, engkau rugi uang, tetapi mendapat barang saya, ini penukaran nilai, penukaran keuntungan, ini dagang yang adil. Saya rugi tidak? Saya rugi. Ketika menjual, barang saya berkurang, ketika engkau beli, uangmu berkurang. Saya merugikan engkau? Iya, tetapi saya memberikan barang saya kepadamu. Engkau merugikan saya? Iya, tetapi engkau memberi uang kepada saya. Jadi waktu saya memberi barang, saya rugi dan juga untung. Engkau membayar dengan uang, engkau rugi dan juga untung. Di dalam perdagangan yang adil ini, hati saya sejahtera, hati engkau sejahtera. Manusia boleh berdagang supaya mendapat untung karena manusia perlu uang. Membesarkan anak perlu uang, menyekolahkan anak perlu uang, membeli makanan perlu uang, membeli pakaian perlu uang. Tetapi jika semua keuntungan yang engkau terima berdasarkan kerugian besar yang harus dibayar orang lain, jika ada ketidakadilan ketika saling menukar nilai, itu melanggar hukum “jangan tamak”. Jika keuntungan yang diterima merugikan orang lain, engkau terlalu tamak, itu berarti berbuat dosa.
Mari kita baik-baik menjadi manusia, menjadi pedagang yang memikirkan keadilan, sehingga tidak jatuh dalam dosa ketika mencari uang. Dalam mendapat keuntungan, jangan merugikan orang lain, maka hati kita sejahtera dan jiwa kita tenteram. Jika seseorang hanya mementingkan keuntungan diri sendiri dan tidak peduli kerugian orang lain, itu mungkin sudah merusak moral dan keseimbangan masyarakat. Ketidakadilan akan menonjol, kekacauan dan kerusuhan akan timbul, sehingga mengakibatkan peperangan di dunia, menyebabkan kerugian besar. Tentu hal ini tidak diizinkan oleh Tuhan. Tuhan tidak pernah melarang orang berdagang; Tuhan juga tidak melarang orang mendapat untung. Alkitab begitu teliti membicarakan hal ini. Manusia boleh mencari uang, manusia boleh berdagang, manusia boleh mendapat untung, tidak ada salahnya akan hal ini. Alkitab sangat jelas menyatakannya.
Dalam Alkitab, ada kisah Tuhan memberi lima talenta, dua talenta, dan satu talenta. Yang lima talenta berdagang mendapatkan lima talenta lagi dan Tuhan puji dia. Berarti boleh untung kan? Alkitab mengizinkan. Yang dua talenta pergi berdagang juga, dan mendapat untung dua talenta dan Tuhan memuji dia. Tetapi yang diberi satu talenta hanya menyimpan talenta tersebut sampai tuannya datang kembali. Tuhan tidak memuji dia karena pandai menjaga uang, tidak boros, tidak sembarangan pakai. Manusia boleh cari uang, boleh berdagang, boleh dapat untung, tidak ada salahnya. Alkitab jelas sekali mengatakan hal ini. Justru orang yang tidak berusaha yang dimarahi.
Banyak orang yang seumur hidup tidak berkembang, tidak pernah sembarangan memakai uang, tetapi tidak pernah untung apa-apa. Dia pikir dia sudah setia, tetapi justru dimarahi Tuhan. Apakah berdosa, jika kita membeli sebidang tanah, beberapa tahun kemudian kita jual dan mendapat keuntungan karena harganya naik? Tidak. Ketika gereja membeli tanah lalu beberapa tahun kemudian harga tanahnya naik, gereja bukan tamak, tetapi gereja memakai prinsip Alkitab untuk mendapat keuntungan, tetapi harus untuk Tuhan, bukan untuk diri sendiri. Jika semua yang dikerjakan untuk keuntungan diri sendiri, bukan untuk kemuliaan Tuhan, itu dosa. Engkau pintar berdagang, tidak salah, tetapi jika berdagang tidak memikirkan kemuliaan Tuhan, hanya untuk dirimu sendiri, itu salah.
Saya janji iman berani menjanjikan tiga miliar untuk tanah di BSD dan PIK, karena saya mempunyai arloji yang bisa dijual. Saya seorang hamba Tuhan, seorang pendeta, saya tidak punya kesempatan berdagang mencari uang yang banyak. Saya tidak punya uang sebanyak orang kaya. Saya tidak memiliki penghasilan tiga puluh miliar sehingga bisa memberikan perpuluhan tiga miliar. Saya beri tahu rahasia. Saya sangat suka arloji, sehingga sejak muda saya mengumpulkan arloji yang modelnya bagus, mutunya tinggi, dan mesinnya baik. Di luar dugaan, yang saya pilih dan kumpulkan semua yang betul-betul bagus dan harganya makin naik. Arloji itu bisa dijual untuk persembahan. Selain itu, saya juga masih memiliki arloji yang saya janji akan berikan kepada pendeta-pendeta yang sudah berumur lima puluh tahun. Sekarang harganya kira-kira empat puluh jutaan, dahulu ketika beli harganya dua puluh jutaan. Saya janji setiap pendeta yang melayani sampai umur lima puluh tahun, akan saya beri satu Rolex.
Arloji kelompok pertama yang saya miliki, bukan untuk saya sendiri, melainkan untuk pendeta-pendeta jika mereka setia melayani sampai umur lima puluh tahun. Masih ada satu kelompok arloji lagi yang jauh lebih mahal, jika semua dijual, uangnya untuk pembangunan universitas. Ini janji pendetamu, saya berjanji di hadapan Tuhan, hidup bukan untuk diri sendiri, hidup untuk memuliakan Tuhan. Dahulu ada orang yang menawarkan saya untuk membeli arloji Omega Speedmaster All Gold yang ke bulan. Ketika itu saya berumur lima puluhan, sekarang sudah hampir delapan puluh tahun. Saya membeli jam itu dan sampai hari ini tidak pernah memakainya. Ketika itu saya pikir, “Bagaimana membeli arloji yang berharga 6,500 USD, sementara gaji saya ketika itu satu bulan tidak sampai 60 USD?” Lalu semua uang yang saya simpan, yang saya tabung, hanya terkumpul dua sampai tiga ribu. Saya berusaha menjual arloji yang lain untuk mengumpulkan uang tetapi masih kurang sedikit. Saya minta penjualnya tunggu, jangan terlalu cepat dijual. Dia setuju untuk menunggu beberapa minggu lagi. Saya mati-matian mencari uang, akhirnya terkumpul 6,500 USD. Lalu arloji itu saya beli, saya taruh di kotak, belum pernah dipakai satu kali pun sampai sekarang. Itu untuk apa? Untuk besok-besok dijual, uangnya untuk bangun universitas. Berdosakah saya? Tidak.
Saya dari hari pertama sampai sekarang, selama tiga puluh tahun tidak untung satu rupiah pun untuk diri sendiri. Ketika itu 6,500 USD, kalau sekarang kira-kira sembilan ratus juta. Tahun lalu ada lelang di Hong Kong harganya sudah 50,000 USD. Sekarang mungkin naik lagi. Saya ingin tunggu naik lagi. Berdosakah? Tetap saya tidak berdosa. Karena kalau untung, untuk bangun universitas, bukan untuk saya. Semua yang saya kerjakan motivasinya untuk Tuhan, bukan untuk diri sendiri. Saya berhak menjualnya, karena saya membeli arloji tersebut, bukan mencurinya. Jika arlojinya naik harga bukan karena saya tamak tetapi tetapi karena pasaran dunia.
Seumur hidup saya siapkan semua untuk Tuhan. Saya untung segala sesuatu untuk Tuhan. Tetapi kalau engkau bilang, “Jual kepada saya saja, jual yang murah.” Tidak mungkin saya jual murah kepadamu, karena saya tidak boleh merugikan pekerjaan Tuhan untuk keuntunganmu. Semua yang saya janjikan untuk Tuhan harus saya jalankan. Yang milik Tuhan harus jadi milik Tuhan. Yang milik kaisar milik kaisar. Yang harus bantu orang miskin bantulah, orang kaya tidak perlu dibantu. Semua dikerjakan dengan baik dan Tuhan dipermuliakan.
Dalam dua setengah tahun ini saya akan menjual arloji dengan total sekitar tiga miliar untuk membayar tanah di BSD. Tiga tahun kemudian, saya akan menjual arloji lain lagi yang harganya mungkin lima miliar untuk membangun gedung universitas. Saya tidak tahu berapa banyak uang yang engkau siapkan untuk pekerjaan Tuhan dan seberapa besar engkau bersedia memuliakan Tuhan, melebarkan Kerajaan Tuhan dan banyak berkorban. Saya sebagai pendetamu, seumur hidup akan menjadi teladan, menjadi orang yang dapat dicontoh oleh orang-orang yang mencintai Tuhan. Jadi dalam kasih kita memuliakan Tuhan. Tuhan adalah kasih, maka kasih yang paling besar. Kasih bukan mendapat tujuan yang lain, kasih adalah titik penggenapan dari iman dan pengharapan, titik omega yang sangat berharga, maka kasih paling besar. Di antara tiga hal ini, kasih yang paling besar, karena kasih bukan untuk membela dan menguntungkan diri sendiri tetapi mengorbankan diri untuk menggenapi orang lain. Kasih adalah penyangkalan diri. Kasih adalah pengorbanan diri. Berani mengorbankan diri demi menggenapkan orang lain, itulah yang Tuhan kehendaki dari hidup kita.
Tuhan berkata, “Jika engkau tidak menyangkal diri, engkau tidak mungkin mengikut Aku. Jika engkau tidak memikul salib, engkau tidak mungkin mengikut Aku.” Semua yang mengikut Tuhan, mari belajar mau menyangkal diri, belajar mau mengorbankan diri. Di dalam mengorbankan diri, kita menjadi berkat bagi orang lain, kita menggenapi orang lain, dan kita menyempurnakan orang lain. Karena itu kasih lebih besar dari iman dan pengharapan. Kiranya Tuhan memberkati kita menjadi orang yang mengerti firman Tuhan dan menjalankan kehendak Tuhan. Amin.
…
Sumber : https://www.buletinpillar.org/transkrip/iman-pengharapan-dan-kasih-bagian-21-kasih-1