Sebelumnya…

Alkitab berkata bahwa yang ada dan akan ada selamanya adalah iman, pengharapan, dan kasih. Pandangan ini berbeda dengan filsafat Yunani, dan berlawanan dengan kebudayaan dunia lainnya. Menurut orang dunia, hal yang penting adalah kesejatian, kebajikan, dan keindahan, atau kebijaksanaan, kelembutan, dan keberanian. Tetapi Paulus mengatakan tiga hal yang berbeda dengan dua versi tadi. Paulus berkata iman, pengharapan, dan kasih yang penting. Karena iman, pengharapan, dan kasih merupakan prinsip penting dalam Alkitab. Iman berkaitan dengan kebenaran Tuhan. Pengharapan berhubungan dengan janji Tuhan. Kasih berkaitan dengan esensi Tuhan. Maka Paulus berkata yang tersisa adalah iman, pengharapan, dan kasih, dan yang terpenting adalah kasih. Jika tidak ada iman, manusia tidak berhubungan dengan firman Tuhan, karena iman datang dari pendengaran akan firman Tuhan. Firman adalah kebenaran yang Tuhan janjikan dan diwahyukan kepada manusia. Iman akan timbul karena menerima firman Tuhan. Karena iman, kita dipersatukan dengan firman Tuhan. Karena pengharapan, kita dipersatukan dengan janji Tuhan. Karena kasih, kita dipersatukan dengan Tuhan. Maka iman, pengharapan, dan kasih adalah hal yang penting. 

Kasih dimulai dari pendengaran. Di dalam Ulangan 6:4 ditulis, “Hai Israel dengarlah, Allahmu adalah Allah yang esa.” Kata “Allah” memakai bentuk majemuk, kata “esa” memakai bentuk tunggal. Sehingga dari pemaparan ini kita sudah mendapat indikasi bahwa Allah yang esa itu juga adalah Allah yang Tritunggal. Bukan Allah yang sendiri, tetapi ketritunggalan yang bersatu. Dalam bahasa Ibrani kata ini sangat berbeda, tetapi bangsa Israel tidak mengerti akan hal ini, hingga pada Abad XIII, Moses Maimonides, orang paling intelektual dari bangsa Israel menggabungkan dua kata bahasa Ibrani ini menjadi satu kesatuan pengertian yang difokuskan kepada keesaan tanpa memperhatikan kemajemukan kata ini. Sehingga sejak saat itu hingga sekarang, selama delapan ratus tahun lebih, bangsa Israel sulit menerima konsep Allah Tritunggal; konsep mereka adalah Allah yang esa. 

Agama yang tidak dapat menerima konsep Tritunggal adalah agama Islam dan agama Yahudi. Agama Yahudi menerima wahyu dalam Perjanjian Lama, mewarisi konsep Allah yang esa, menerima pengajaran dari Moses Maimonides. Kata Allah yang dipakai adalah bahasa yang bersifat tunggal, mengabaikan kata Allah yang tunggalnya bersifat jamak. Alkitab berkata, “Allahmu adalah Allah yang esa.” Istilah “esa” di sini memakai istilah yang berarti “bersatu”, bukan “satu”. Orang Indonesia mengerti Bhinneka Tunggal Ika, yaitu berbeda-beda tetapi satu. Negara Indonesia hanya satu, tetapi banyak suku, ada Batak, Toraja, Bali, Jawa, Sumatra, Bugis, Palembang, tetapi satu nusa, satu bangsa, satu negara. Kata persatuan dan kesatuan berbeda artinya. Kesatuan, ketunggalan yang tidak ada variasi. Sumpah Pemuda mengandung Bhinneka Tunggal Ika. Allah sangat mengasihi Indonesia, bahkan dalam Pancasila terselubung prinsip Alkitab. 

“Hai Israel dengarlah,” maka bangsa Israel menjadi bangsa yang mendengar, sedangkan bangsa Yunani menjadi bangsa yang melihat. Bangsa Israel mendengar firman Tuhan dan ini membentuk iman mereka, karena iman datang dari pendengaran akan firman Tuhan. Bangsa Yunani dengan pengamatan meneliti alam semesta. Bangsa Israel percaya Allah yang menciptakan alam semesta, beriman kepada Allah Pencipta. Tetapi bangsa Yunani melihat dan meneliti alam yang diciptakan Tuhan. Maka kebudayaan Yahudi dibentuk dari pendengaran, sedangkan kebudayaan Yunani dibentuk dari penglihatan. Karena iman, maka kita telah menerima firman Tuhan. Dengan iman, kita kembali kepada pusat iman yaitu kepada Tuhan. Inilah dasar dari hidup kita, titik awal dari kerohanian kita. Dengan iman kita masuk ke dalam kebenaran, menikmati penyertaan Tuhan. Kita berharap menerima janji Tuhan, mendengar dan percaya pada firman Tuhan. Ketika melihat, kita melihat pimpinan Tuhan. 

Dua indra yang penting, yaitu telinga dan mata, merupakan dua jendela besar dari kerohanian kita, jendela jiwa kita. Rumah yang tidak ada jendelanya, tidak akan ada cahaya yang masuk dan kita juga tidak dapat melihat keluar. Jiwa manusia juga demikian. Jiwa manusia mempunyai dua jendela: jendela telinga dan jendela mata. Melalui dua jendela ini kita menerima kebenaran, melihat fenomena, dan mengerti pengetahuan yang di luar masuk ke dalam jiwa. Mulut adalah pintu jiwa. Jika rumah tidak ada pintu, tidak dapat masuk dan keluar. Yang masuk adalah makanan, yang keluar adalah ide; yang masuk materi, yang keluar rohani. Jika yang masuk adalah makanan yang salah, akan sakit. Jika yang keluar adalah kalimat yang salah, akan celaka. Orang Tionghoa berkata, semua penyakit timbul karena makanan yang masuk itu salah. Semua kecelakaan timbul karena kalimat yang keluar itu salah. Pintu jiwa kita penting. Jika yang masuk tidak beres, namanya maling, namanya racun. Peliharalah jendelamu supaya jangan salah dengar, jangan salah terima cahaya. 

Dengarlah dengan baik supaya yang masuk adalah firman Tuhan, yang masuk adalah kebenaran. Yang kaulihat adalah visimu. Kita sering melihat secara salah, karena tidak memperhatikan yang dilihat, yang diperhatikan hanya uang. Jika orang melihat apa pun, lihatnya hanya uang dan profit, ia tidak dapat melihat makna dan nilai. Jika yang didengar hanya kabar burung dan gosip, ia tidak mungkin mengenal kebenaran. Maka Tuhan berkata kepada Israel, “Dengarlah Israel, Allahmu adalah Allah yang esa. Haruslah engkau mencintai-Nya dengan sebulat hatimu, seluruh pikiranmu, segenap jiwamu, dan sekuat tenagamu.” Cinta dimulai dari mendengar, dengarlah yang benar, maka dapat mencintai Tuhan. Iman, pengharapan, dan kasih, dan yang terbesar adalah kasih. 

Mengapa kasih yang terbesar, bukan iman dan bukan pengharapan? Iman adalah yang paling dasar dan penting, iman menentukan pengharapan dan kasih. Iman adalah alfa, yang awal. Jika awalnya salah, semua salah. Jika awalnya serong, akibatnya akan jauh dari tujuan. Dari iman akan timbul pengharapan, pengharapan dimulai dari melihat. Orang yang beriman kepada Tuhan melihat anugerah Tuhan, melihat rencana Tuhan, dan melihat tujuan yang ditetapkan Tuhan. Dengan iman yang benar, kita melihat yang akhir. Dengan beriman, kita berpengharapan pada titik akhir yaitu dunia kiamat. Tuhan berkata, “Akulah yang awal dan Aku memberi tahu yang akan terjadi di titik akhir. Permulaan dimulai dari Aku dan akhir akan Aku tutup.” Tuhan yang menentukan dunia akan ke mana, memberi tahu jika kiamat akan terjadi apa. Dari alfa sampai omega, ditentukan oleh Tuhan, sejarah tidak mungkin berubah, sejarah akan diakhiri karena rencana Tuhan. Maka engkau harus melihat pada titik akhir dan inilah pengharapan. Iman menghasilkan pengharapan. Pengharapan ditentukan oleh Allah, melalui mujizat, nubuat, dan kehendak yang tidak berubah. Kristus akan kembali, seluruh rencana Allah akan digenapi, karena ini yang dijanjikan Tuhan, yaitu hidup kekal. Setelah dunia ini selesai, kita akan masuk ke dalam dunia kekal karena Tuhan memberikan hidup kekal kepada kita. Orang Kristen mempunyai dasar iman dan hidup kekal. Dalam seluruh perjalanan yang panjang ini, ada yang lebih besar dari iman dan pengharapan, yaitu kasih. 

Kasih adalah yang terbesar karena: pertama, Allah bukan iman, Allah bukan pengharapan, tetapi Allah adalah kasih. Iman adalah memasukkan diri kita ke dalam Tuhan, pengharapan adalah penglihatan kita terhadap janji Tuhan, sedangkan kasih adalah diri Tuhan sendiri. Karena tidak ada yang lebih besar dari Tuhan, maka iman dan pengharapan tidak sebesar kasih. Yohanes Calvin berkata, “Selain Allah, tidak ada yang lebih besar dari kehendak Allah.” Hanya Allah yang tidak terhingga, tanpa batas, hanya Allah yang terbesar, maka selain Allah, tidak ada yang lebih besar dari kehendak Allah. Allah yang terbesar, termutlak, paling sempurna, dan tanpa batas. 

Bersambung…

Sumber : https://www.buletinpillar.org/transkrip/iman-pengharapan-dan-kasih-bagian-21-kasih-1