Membangun lingkungan pajak yang ramah serta mampu mendorong perkembangan ekonomi sekaligus mobilisasi penerimaan pajak merupakan harapan dari setiap insan yang peduli dan berharap negara dibangun tanpa mengandalkan utang. Sebagai penulis yang juga pendiri pusat pelatihan perpajakan di wilayah Karawang melihat pengusaha dalam perspektif yang positif, yaitu agar pengusaha mengikuti aturan hukum dalam perpajakan serta disisi lain tugas negara meningkatkan kepastian pajak. Misalnya, dengan melakukan penelitian tentang kepastian pajak untuk mengidentifikasi masalah, mencari solusi, meningkatkan prediktabilitas dan konsistensi penerapan undang-undang perpajakan dan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) dalam praktik administrasi perpajakan, serta memberikan program pelatihan kepada wajib pajak ketika terdapat undang-undang pajak yang baru berlaku. Tindakan tersebut adalah bagian kecil yang mutlak dilakukan agar harapan lingkungan pajak yang ramah mampu mendorong perkembangan ekonomi.
Beberapa tindakan yang tidak kala penting perlu dilakukan juga adalah :
- Mempercepat penyelesaian sengketa pajak. Misalnya, dengan memberikan akses penyelesaian sengketa yang baik kepada wajib pajak, mulai dari upaya administrasi, upaya hukum, hingga pelaksanaan Mutual Agreement Procedure (MAP) sebagaimana tercantum dalam P3B.
- Meningkatkan kapasitas administrasi pajak. Untuk meningkatkan kapasitas administrasi pajak dalam menangani masalah pajak internasional rumit yang muncul, dengan mengadakan seminar, workshop, dan bentuk kegiatan diskusi serta pembelajaran lainnya sebagai sarana berbagi pandangan dan pertukaran ide dalam upaya mencari solusi untuk masalah umum perpajakan yang terjadi .
- Merampingkan kepatuhan pajak. Misalnya, dengan mengevaluasi kembali persyaratan dokumentasi dengan tujuan untuk mengurangi pelaporan informasi dan persyaratan dokumentasi yang tidak perlu. Cara lainnya adalah dengan membantu wajib pajak memahami hak dan kewajiban mereka serta memberikan perlindungan terhadap kerahasiaan informasi wajib pajak. Pembagian informasi dengan pihak ketiga hanya dapat dilakukan apabila diizinkan secara hukum.
- Menerapkan Digitalisasi administrasi pajak. Misalnya, dengan merancang dan meningkatkan penggunaan sarana digital untuk berdialog dengan wajib pajak, melaksanakan proyek percontohan digitalisasi administrasi pajak, serta meningkatkan sistem informasi dengan memberikan pelatihan kepada staf administrasi perpajakan.
Ekonomi Digital Indonesia Lingkup Internasional
Indonesia merupakan negara dengan penduduk terbesar ke-4 di dunia dengan pengakses internet yang mencapai 132,7 juta orang (Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia (APJII)). Tidak dapat dipungkiri, perkembangan ekonomi digital telah membawa banyak perubahan pada wajah dunia bisnis sekaligus tantangan bagi dunia perpajakan. Maka sangat beralasan jika Direktorat Jenderal Pajak menaruh atensi dan mengejar pajak perusahaan berbasis ekonomi digital.
The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) sebagai salah satu organisasi internasional yang fokus dalam mengembangkan konsensus pajak ekonomi digital, pada bulan Februari 2019, merilis sebuah dokumen konsultasi publik yang berjudul “Addressing The Tax Challenges of The Digitalisation of The Economy”.
Dokumen yang disusun dengan melibatkan 127 negara anggota BEPS Inclusive Framework ini merupakan tindak lanjut dari proyek BEPS Rencana Aksi 1 untuk mengatasi berbagai tantangan perpajakan dalam ekonomi digital. Melalui dokumen ini pula, pihak-pihak yang berkepentingan dapat melihat berbagai usulan kebijakan perpajakan ekonomi digital sekaligus memberikan feedback atas kebijakan tersebut (Bunn, 2019). Opsi kebijakan yang diuraikan dalam dokumen ini dikelompokkan menjadi dua pilar kebijakan terpisah.
- Pilar pertama mengenai kebijakan pengalokasian laba yang lebih adil, memuat kebijakan untuk mengalokasikan lebih banyak laba atau keuntungan ke negara-negara tempat pasar berada (market countries) tanpa memperhatikan ada tidaknya kehadiran fisik.
- Pilar kedua berisi proposal kebijakan yang disebut dengan global anti-base erosion proposal, yaitu sebuah proposal yang menetapkan besarnya tarif pajak efektif minimum atas laba yang diperoleh perusahaan multinasional.
Kehadiran Ekonomi dengan Teknologi Digital
Kehadiran ekonomi secara signifikan yang tidak mempersyaratkan kehadiran fisik. Kemudian, hak pemajakan akan dialokasikan kepada negara di mana significant economic presence tersebut berada. Hal ini sejalan dengan dokumen konsultasi OECD, bahwasanya subjek pajak luar negeri memiliki kehadiran ekonomi secara signifikan di suatu negara apabila ia memiliki interaksi melalui teknologi digital di negara terkait, seperti:
- basis pengguna dan input data;
- volume konten digital;
- penagihan dan pengumpulan dalam mata uang lokal atau dengan bentuk pembayaran lokal;
- pemeliharaan situs web dalam bahasa lokal;
- tanggung jawab untuk pengiriman barang akhir kepada pelanggan atau penyediaan pelayanan pendukung lainnya, seperti layanan purna jual atau perbaikan dan pemeliharaan;
- kegiatan pemasaran dan promosi penjualan yang berkelanjutan, baik online atau sebaliknya, untuk menarik pelanggan.
Perpajakan Atas Ekonomi Digital
Fenomena digitalisasi bisnis ini tidak membutuhkan perlakuan pajak yang berbeda atau khusus. Karena ketentuan khusus akan berpotensi menimbulkan diskriminasi antar model bisnis yang justru mengurangi prinsip netralitas pajak dan mendistorsi keputusan ekonomi.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah menyebabkan transformasi model dan strategi bisnis yang perlu ditegaskan aspek perpajakannya. Pada prinsipnya, transaksi perdagangan barang dan/atau jasa melalui sistem elektronik, yang selanjutnya disebut e-commerce sama dengan transaksi perdagangan barang dan/atau jasa lainnya, tetapi berbeda dalam hal cara atau alat yang digunakan. Oleh karena itu, tidak ada perbedaan perlakuan perpajakan antara transaksi e-commerce dan transaksi perdagangan barang dan/atau jasa lainnya. Sehingga fenomena digitalisasi bisnis ini tidak membutuhkan perlakuan pajak yang berbeda atau khusus. Karena ketentuan khusus akan berpotensi menimbulkan diskriminasi antar model bisnis yang justru mengurangi prinsip netralitas pajak dan mendistorsi keputusan ekonomi.
Domestik
Jika kita melihat dan membaca dalam tulisan sebelumnya yang berjudul Sekilas tentang pajak atas e-commerce, ketentuan yang mengatur adalah SE-62/PJ/2013 ditetapkan tanggal 27 Desember 2013 tentang penegasan ketentuan perpajakan atas transaksi e-commerce.
Namun, ketentuan dalam SE-62/PJ/2013 lebih relevan untuk kontek domestik, yaitu jika pihak yang terlibat dalam transaksi digital merupakan subjek pajak dalam negeri dan transaksi dilakukan dalam yurisdiksi Indonesia.
Pengawasan administrasi dan kepatuhan pajak untuk model bisnis digital bisa dilakukan melalui berbagai terobosan administrasi, misalnya dengan menunjuk online marketplace sebagai pemungut pajak. Sementara untuk PPN, mekanisme wajib pungut (VAT reverse charge) beserta kewajiban registrasi pemain asing untuk mendapatkan nomor pengukuhan pengusaha kena pajak bisa menjadi solusi.
Internasional
Ekonomi digital menyimpan tantangan yang lebih besar. Dalam era globalisasi bisnis dan transaksi ekonomi digital sering melibatkan dua atau lebih yurisdiksi atau negara. Interaksi sistem pajak antarnegara membuat pemungutan pajak akan jauh lebih sulit, terutama dengan terbukanya peluang penghindaran pajak. Dalam rangka menangkal skema penghindaran pajak tersebut kehadiran aturan khusus untuk memastikan pengenaan pajak bisa dijustifikasi menjadi sangat diperlukan. Secara umum, terdapat dua jenis skema penghindaran pajak internasional yang digunakan dalam bisnis ekonomi digital yaitu :
- Menghindari kehadiran fisik atau fungsi signifikan di negara sumber penghasilan; Dalam konsensus internasional, disyaratkan adanya kehadiran fisik suatu perusahaan di negara sumber penghasilan dalam Bentuk Usaha Tetap (BUT) agar negara sumber penghasilan dapat mengenakan pajak telah ketinggalan jaman.
- Penggerusan basis pajak yang biasanya berkaitan dengan mobilitas harta tak berwujud. Berbeda dengan bisnis tradisional, aset-aset terbesar perusahaan digital adalah harta tak berwujud, mulai dari video digital hingga logaritma. Perusahaan ekonomi digital dapat memindahkan harta-harta tak berwujudnya ke negara lain dengan tarif pajak lebih rendah seperti kasus Google, Amazon, dan Apple adalah contoh sempurna.
Dalam Proyek Anti Penggerusan Basis Pajak dan Pengalihan Laba yang diinisiasi oleh OECD dan G20, persoalan pajak atas ekonomi digital turut dibahas. Sayangnya, laporan resmi proyek yang diluncurkan pada 2015 tersebut tidak memberikan konklusi yang bisa dijadikan konsensus global dalam menangkal skema penghindaran pajak perusahaan digital. Saat ini, perumusannya masih berlanjut dan ditargetkan rampung pada 2020.
Belum adanya kesepakatan global dalam mengatasi penghindaran pajak dari ekonomi digital telah mendorong banyak negara bereaksi dengan membuat aturan pajak secara sepihak atau unilateral. Sebut saja, google tax atau diverted profit tax di Inggris, netflix tax di Argentina, web tax di Italia, dan sebagainya.
Dalam keterangan resmi sebuah organisasi Amerika yang mempunyai komitmen dalam meningkatkan kualitas hidup seperti akses sosial dan teknologi yang bernama The Information Technology Industry Council (ITIC) menyebutkan berbagai strategi kebijakan sepihak untuk memajaki ekonomi digital harus ditentang.
…
dari berbagai sumber
Trackbacks/Pingbacks