Ada 3 (tiga) alasan yang menyebabkan penulis mengambil tema tentang perpajakan atas lembaga Gereja dan Pendeta, ke tiga alasan tersebut adalah :
- Seorang teman kuliah yang sudah 20 tahun tidak bertemu muka mengirim SMS yang berintikan pertanyaan sebagai berikut : Ada seorang jemaat salah satu gereja dihimbau oleh Kantor Pajak untuk ikut program amnesti pajak atas kepemilikan properti namun properti tersebut sesungguhnya milik gereja, apa yang harus dilakukan?
- Seorang Wajib Pajak yang hendak mengikuti program amnesti pajak bertanya kepada penulis apakah properti yang diperoleh dari hibah kepada seorang Pendeta merupakan harta yang wajib diungkapkan? Apakah Pendeta tersebut wajib menyampaikan SPT Tahunan jika syarat SPT Tahun 2015 harus disampaikan.
- Hari-hari ini nuansa perayaan kelahiran Juruselamat sangat terasa.
Adapun tulisan ini murni interprestasi penulis atas pengertian Gereja dan Pendeta dikaitkan dengan kewajiban perpajakannya menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dan kiranya dapat memberi informasi dan pembanding yang bermanfaat.
Gereja dan Pendeta Sebagai Subjek Pajak
Di dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 2 ayat (1) sangat jelas menyebutkan bahwa yang menjadi subjek pajak diantaranya adalah :
- Orang Pribadi, Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia.
- Badan, sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Sehingga berdasarkan hal tersebut di atas sangat jelas bahwa baik gereja yang merupakan persekutuan, perkumpulan, yayasan, lembaga dan bentuk lainnya adalah subjek pajak demikian dengan pula Pendeta yang merupakan orang pribadi yang dapat bertempat tinggal di Indonesia atau di luar Indonesia.
Penghasilan Gereja dan Pendeta sebagai Objek Pajak
Jika gereja dan pendeta mutlak adalah Subjek Pajak, lalu bagaimana dengan penghasilan yang diperoleh oleh gereja dan atau pendeta? Apakah merupakan objek pajak?
a. Gereja
Berdasarkan pengamatan penulis, hal yang umum atas penghasilan yang diperoleh oleh gereja adalah bersumber dari sebagai berikut :
- Sumbangan dan bantuan dari jemaat dapat berupa alat-alat perlengkapan gereja, kendaraan operasional gereja dan lain-lain
- Hibah dari jemaat dapat berupa Tanah dan Bangunan atau lainnya
- Persembahan dari jemaat baik berupa kolekte maupun ucapan syukur
Kenapa gereja memperoleh penghasilan sebagaimana disebutkan di atas, karena gereja memiliki tugas dan pekerjaan sebagai berikut :
- Gereja mendedikasikan dan berbakti pada Tuhan, memberikan kemuliaan, hormat yang tertinggi pada-Nya bukan pada manusia, dan mematuhi segela perintah-Nya
- Menjalankan kehendak Tuhan dengan pengertian doktrin yang benar. Karena tanda dari gereja adalah: keep all the teachings inherited from the apostles dari zaman ke zaman. Jadi, barangsiapa memalsukan atau menyelewengkan ajaran rasul, lalu memasang plang gereja sebenarnya bukan gereja.
- Bersekutu di dalam kasih
- Mengabarkan Injil
Maka berdasarkan hal tersebut di atas penghasilan yang diperoleh oleh gereja bukanlah merupakan objek pajak (Pasal 4 ayat (3) UU PPh), hal ini sebagaimana dijelaskan dalam UU Pajak Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak adalah :
- bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
- harta hibahan yang diterima badan keagamaan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
b. Pendeta
Berdasarkan pengamatan penulis, hal yang umum atas penghasilan yang diperoleh oleh Pendeta adalah sebagai berikut :
- Gaji, yang diterima secara rutin dari lembaga bernama Gereja
- Sumbangan, yang diterima langsung dari jemaat kepada pribadi pendeta
- Hibah, yang diterima langsung dari jemaat kepada pribadi pendeta
- Honor, penghasilan yang diterima dari jemaat yang memanggil dalam rangka upacara ucapan syukur, ceramah, dan lain-lain
- Bisnis lainnya yang dimiliki oleh Pendeta
Maka berdasarkan hal tersebut di atas penghasilan yang diperoleh oleh Pendeta adalah merupakan objek pajak (Pasal 4 ayat (1) UU PPh), hal ini sebagaimana dijelaskan dalam UU Pajak Penghasilan yang menjelaskan bahwa penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk :
- Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji.
- tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak
- Laba usaha
- Bantuan atau sumbangan bagi pihak yang menerima dalam rangka hubungan kerja, hubungan usaha, hubungan kepemilikan, atau hubungan penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
- Harta hibahan bagi pihak yang menerima bukan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat.
NPWP bagi Gereja dan Pendeta
a. NPWP Bagi Gereja
Walaupun penghasilan yang diperoleh oleh gereja bukanlah penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan tetapi Gereja Wajib Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Salah satu keperluan Gereja memiliki NPWP adalah pada saat melakukan pembayaran akibat pekerjaan, jasa, kegiatan yang dilakukan pihak ketiga, gereja berkewajiban memotong Pajak penghasilan baik berupa PPh Pasal 21 ataupun 23 kepada orang Pribadi atau badan yang telah melakukan melakukan kegiatan, pekerjaan atau jasa. Dalam hal ini gereja adalah sebagai pemberi kerja.
b. NPWP Bagi Pendeta
Sebagai Orang Pribadi yang memiliki penghasilan yang merupakan objek pajak (Pasal 4 ayat (1) UU PPh) maka Pendeta mutlak memiliki NPWP sebagai dasar untuk melaksanakan kewajiban pembayaran pajak dan pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan Orang Pribadi.
Amnesti Pajak bagi Gereja dan Pendeta
Karena Amnesti Pajak berbicara tentang harta, maka baik Gereja dan Pendeta berhak untuk ikut program amnesti pajak. Sangatlah mungkin selama ini baik gereja dan pendeta tidak pernah atau pernah namun tidak rutin dalam setiap tahunnya dalam menyampaikan SPT Tahunan sementara memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang berarti memiliki kewajiban menyampaikan SPT Tahunan namun abai dalam pelaksanaannya. Maka disinilah Amnesti Pajak hadir untuk memperbaiki semuanya termasuk administrasi aset yang dimiliki.
Bagi Wajib Pajak baik itu Subjek Pajak Badan yaitu Gereja maupun Subjek Pajak Orang Pribadi yaitu Pendeta yang belum memiliki NPWP dapat mengikuti Amnesti Pajak yaitu dengan cara mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP setelah memiliki NPWP segera membuat Surat Pernyataan Pengampunan Pajak dengan melampirkan daftar harta yang dimiliki sesuai dengah harga wajar yang ditentukan oleh Wajib Pajak dan uang tebusannya. Maka ke depan secara legal perpajakan akan menjadi baik dan tidak menjadi permasalahan dikemudian hari dan setelah ikut program Amnesti Pajak ditahun-tahun berikutnya untuk secara kontinyu melaporkan SPT Tahunannya.
Amnesti Pajak Antara Aset Gereja, Pendeta, dan Jemaat
Bagi aset-aset gereja yang mengatasnamakan jemaat, maka Gereja tersebut sebaiknya mengikuti Amnesti Pajak dan membuat Surat Pernyataan Kepemilikian Harta atau Surat Pernyataan Pengakuan Nominee dimana harta yang mengatasnamakan jemaat tersebut diakui sebagai harta tambahan Gereja, dan sebelum 31 Desember 2017 segera melakukan pengalihan aset dari atas nama jemaat ke atas nama Gereja, kenapa sampai dengan 31 Desember 2017 agar fasilitas bebas Pajak penghasilan atas pengalihan hak dapat dinikmati.
Bagi Jemaat yang dihimbau karena kepemilikan aset yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) untuk segera memberikan bukti kepemilikan bahwa aset tersebut adalah milik gereja. Bukti dapat berupa Fotokopi Surat Pernyataan Pengampunan Pajak bahwa Gereja telah mengikuti Amnesti Pajak dan Aset tersebut telah diaku sebagai harta tambahan. Demikian pula bagi Pendeta yang menerima hibah, sumbangan, bantuan, dan lain-lain untuk segera mengikuti Amnesti Pajak dengan membuat Surat Pernyataan Pengakuan Kepemilikan Harta atau Nominee.
Kesimpulan
Kewajiban penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) baik Tahunan maupun Masa baik bagi gereja sebagai subjek pajak Badan dan pendeta sebagai subjek pajak Orang Pribadi menjadi sesuatu yang penting bagi warga negera yang baik. Walaupun tidak dapat dipungkiri ada kesulitan tersendiri bagi Gereja dalam kepengurusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) terkait syarat administrasi, namun itu bukan merupakan halangan bagi Gereja untuk tidak mengurus kelengkapan administrasinya dengan pentingnya misi kerohanian yang diemban.
…
Artikel Terkait :
Selamat siang pak
Mau tanya, apakah seorang Romo/Pastur harus daftar NPWP juga? Terima kasih
Romo/Pastur adalah subjek pajak, maka jika penghasilannya di atas PTKP maka wajib untuk memiliki NPWP.
Izin bertanya pak, kalau untuk tahun 2022 pendeta saya digaji perbulan 10jt (dari gereja) gereja tidak melakukan pemotongan pajak. Perhitungan pajak pendeta saya seperti apa? Apakah masih bisa perhitungan nppn? Soalnya saa lihat klu 94910 sudah tidak ada besaran berapa %.
Terimakasih.
Atas penghasilan dari gaji yang belum/tidak dipotong, betul dihitung sendiri sesuai pasal 17 ayat 1a, Yaitu Penghasilan Kena Pajak (Penghasilan Neto dikurangi PTKP). Penghasilan Neto adalah total penghasilan yang diterima periode Januari s.d. Desember dari Organisasi gereja.
terkait NPPN (Norma Penghitungan Penghasilan Neto), diatur dalam PER-17/PJ/2015. Perlu diingat bahwa NPPN hanya diperuntukan bagi Orang Pribadi yang melakukan KEGIATAN USAHA atau PEKERJAAN BEBAS. Itulah kenapa penghasilan dari Kegiatan Organisasi Keagamaan, ASN, TNI, Polri… tidak ada besaran persentase.
Syalom Bapak Taripar Doly. Selama ini yg sy tau, lembaga non profit tidak dikenakan pajak. Maka org2 yg mjd karyawan lembaga non profit tsb juga tdk dikenakan pajak. Jadi asumsi sy, pendeta dan staf gereja tdk ada kewajiban utk bayar pajak. Mohon penjelasan nya, apakah lembaga non profit wajib bayar pajak?
Pak Taripar Dolly, Yth,
Selamat siang pak,
Saya sebagai Pendeta, gereja dimana saya melayani sebagai Fultime, tidak melakukan pemotong PPH 21, kira-kiranya bagaimana tata cara penghitungan Pajak pengadilan saya. Misalnya saya dapat persembahan Kasih dari gereja dimana saya melayani Rp. 300.000.000 per tahun. Boleh tahu, bagaimana tata cara penghitungannya ?
Mohon percerahan, Terima kasih
Terima Kasih atas komentarnya,
Penghasilan setahun Rp. 300.000.000,-
NPPN (PER-17/PJ/2015) 30% Rp. 90.000.000,-
PTKP (Kawin Anak 3 atau K/3) Rp. 72.000.000,-
Penghasilan kena Pajak Rp. 18.000.000,-
PPh Terutang (5%) Rp. 900.000,-
Setiap bulan membayar Rp. 75.000,-
Setiap tahun (31 Maret) wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Formulir 1770 adapun NPPN (Norma Penghitungan Penghasilan Neto) adalah sesuai PER-17/PJ/2015 dengan KLU : Jasa Pendidikan dan Kebudayaan.
Catatan penghitungan lain dapat dilihat dalam : https://nusahati.com/2014/10/petugas-pajak-buruh-yang-terlupakan/
Selamat Siang Pak Tarifar Doly,
Terima kasih atas tulisannya. Saya sebagai Hamba Tuhan ingin sekali membayar pajak dari persembahan yang saya terima setiap dari gereja dimana saya melayani dan dari persembahan Kasih yg saya dapat waktu khotbah. Permasalahnnya adalah Gereja dimana saya melayani tidak melakukan pemotongan dengan alasan bahwa seorang Hamba Tuhan yang hidup dari sumbangan umat belum ada ketentuannya dalam hal pembayaran Pajak Penghasilan. Saya juga sudah bertanya konsultan Pajak, dia juga mengatakan bahwa Pendeta ( Hamba Tuhan ) belum ada aturannya. Saya mohon pencerahannya sebab secara pribadi saya santa mau membayar Hanya tidak Tahu bagaimana caranya.
Terima kasih atas komentarnya, menurut pendapat saya siapapun dan apapun pekerjaannya (termasuk pendeta) tidak akan dikenakan pajak apabila penghasilan dalam 1 bulan tidak melebih Rp. 4.500.000,00 (dibawah PTKP) namun sebaliknya, apabila penghasilan diatas PTKP maka kepada yang bersangkutan memiliki kewajiban membayar pajak dapat melalui pemotongan oleh pemberi kerja atau secara pribadi menghitung, membayar, dan melaporkannya (self assessment system).
Yang dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) UU PPh, Peraturan Menteri Keuangan nomor 245/PMK.03/2008 adalah Harta hibah, bantuan, atau sumbangan yang diterima oleh :
1. Keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat;
2. badan keagamaan;
3. badan pendidikan;
4. badan sosial termasuk yayasan dan koperasi; atau
5. orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan usaha kecil adalah orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan usaha kecil yang memiliki dan menjalankan usaha produktif yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua miyar lima ratus juta rupiah).
tentang bagaimana caranya dapat dilihat pada komentar sebelumnya.
Terima Kasih
thank you untuk tulisannya yang sangat bermanfaat.
hanya ada yang mau saya pastikan …
mengenai pendeta yang mendapat pemberian kasih berupa uang yang tidak dalam konteks pemberian layanan jasa pelayanan … apakah itu termasuk objek pajakpenghasilan?
kalau dari info kringpajak, katanya tetap termasuk objek pajak. bagaimana tanggapannya ya Pak Taripar.
kok rasanya membingungkan .. karena ada yang bilang bukan objek pajak dan ada yang bilang objek pajak.
terima kasih untuk responsnya
Shalom Pak Taripar Doli, terimakasih untuk tulisannya. Saya ingin bertanya jika saya menerima persembahan kasih pertahunnya 187.600.000 (jadi akhir tahun tidak menerima persembahan kasih sekaligus tapi lgsg dibagi 12 dan diberikan perbulan)
(setiap tahun selalu dibahas berapa besarannya karena ada 5 gereja saya layani dan 5 gereja itu selalu mengadakan rapat utk menentukan besaran persembahan kasih untuk pendeta)
Pihak gereja memberikan persembahan kasih tersebut setiap bulan sebesar 13.400.000 (setahun menjadi 187.600.000) tanpa memotong pajak. Bagaimana cara saya menghitung pajaknya Pak? Apakah saya bisa menggunakan perhitungan non pegawai berkesinambungan? Dengan metode bruto x 50% – PTKP x pasal 17?
Atau justru menjadi pegawai swasta dengan metode penghasilan netto – ptkp x pasal 17?
Terimakasih Pak, Tuhan Yesus memberkati Bapak dan keluarga. Amin
Lapor dengan formulir 1770S, dengan penghitungan :
Penghasilan Neto Setahun (setelah dikurangi biaya Jabatan setahun) dikurangi PTKP dikali PPh Pasal 17 (1a) = PPh Terutang (PPh Pasal 29) atau jika ada dikurangi PPh 25 yang telah disetor setiap bulan.
Untuk setiap bulannya PPh terutang dibagi 12
demikian
Sangat bermanfaat sekali tulisannya Pak. Izinkan saya bertanya Pak, saya sudah bekerja sebagai gembala (pendeta) kurang lebih 20 tahun di desa wilayah pesisir Aceh. Dua bulan lalu saya dipindahtugaskan ke Bogor dan dianjurkan membuat NPWP, jika gaji yang saya terima Rp 6jt/bulan, bagaimana proses pembayaran pajak saya Pak yang 20tahun tidak punya NPWP?
Apakah saya harus membayar 20 tahun tersebut? Saya juga tidak punya catatan apapun yang bisa menjadi bukti pemasukan saya selama ini karena gaji saya terima langsung (tidak di transfer).
Gereja saya tidak memiliki NPWP dan tidak pernah melakukan pemotongan pajak.
Terimakasih Pak, Tuhan Yesus memberkati.
Tetap semangat melayani Pak Gembala, terkait perpajakan ada yang namanya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) maksimal apabila status menikah anak 3 adalah sebesar Rp. 72 juta pertahun atau perbulan Rp. 6 juta, juga ada istilah daluarsa penetapan pajak (lima tahun) sehingga DJP hanya melihat lima tahun terakhir (2019).
Demikian
Malam Pak, tanya apakah sumbangan/pemberian kasih jemaat kepada seorang pendeta merupakan objek PPh atau kategori Non Objek PPh?
Demikian juga seperti pemberian uang/barang dari tamu pernikahan kepada kedua mempelai apakah Objek PPh?
Terima kasih sebelumnya.
Menurut saya :
a. Sumbangan/pemberian kasih dari jemaat kepada pendeta
b. Pemberian uang/barang dari tamu pernikahan kepada mempelai
adalah penghasilan bagi penerima dan Wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi si penerima.
Namun, karena yang diterima umumnya tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. Maka atas penghasilan tersebut bukan merupakan Objek Pajak (Penghasilan yang tidak dikenakan Pajak).
Misal :
Pendeta menerima bingkisan/uang dari jemaat bukan objek PPh (Pasal 4 ayat 3 UU PPh)
Mempelai menerima bingkisan/uang dari tamu undangan bukan objek PPh (Pasal 4 ayat 3 UU PPh)
Terima kasih Pak Taripar Doly.