I. Etimology

Bea/ Cukai/ Pajak/ Upeti adalah bayaran, yaitu pajak yang diambil dari uang/ barang-barang dari wajib pajak, yaitu rakyat. Pajak ini masuk kepada kas negara. Para Raja mempunyai hak untuk menuntut pembayaran Pajak/ Upeti untuk membayar tentara dan istananya (1 Raja 12:11). Tetapi sejak Salomo yang mengeluarkan biaya besar untuk pengeluaran istana dan pembangunan yang megah itu, maka ia menuntut pajak secara teratur. Daerah kerajaan dibaginya menjadi 12 daerah. Setiap bulan daerah-daerah itu diwajibkan menyerahkan Pajak (dalam bentuk bahan). Nantinya keluhan setelah meninggalnya Salomo (1 Raja 12:3-4) menunjukkan sistim yang tidak biasa itu. Hilangnya kebebasan politik di kemudian hari akhirnya mengakibatkan adanya wajib Bea/ Pajak/ Upeti yang teratur.

Orang-orang Persia mengambil Cukai/ Bea/ Pajak/ Upeti per kepala dan Pajak tanah (Ezra 4:13-20). Orang-orang Seleukid mengadakan cukai, Pajak garam dan Pajak pekerjaan, orang-orang Roma mengadakan cukai, Pajak tanah dan berbagai Pajak kepala (bdk.: uang logam Pajak. Matius 22:19/ Markus 12:14). Di Palestina, di bawah pemerintahan Roma, orang harus membayar pajak perseorangan kepada Kaisar (Matius 22:17).

Orang Yahudi membayar pula pajak Bait Suci sebanyak dua dirham setahun (Matius 17:24) dan berbagai kewajiban pajak lain (Markus 2:14) di Yerikho, kota sebagai pos terdepan yang terletak di antara Yudea dan Perea, bagian dari wilayah pemerintahan Herodes -Antipas. Ini merupakan sumber pendapatannya yang penting.

Pemungut pajak/ cukai dikenal sebagai publicani, karena itu juga disebut publicans dalam bahasa Inggris, atau pemungut cukai. Pemungut cukai dan wanita sundal” (Matius 21:31), pergaulan dengan mereka dipandang sebagai sebuah sandungan. Para pemungut cukai adalah pejabat yang sangat tidak disukai, sebab sebagai seorang penagih-antara, ia memungut uang dan membayarkan kepada atasannya, tarip cukai sering ditentukan sekehendak mereka, sehingga para pemungut cukai dibenci oleh rakyat. Dan lagi para pemungut cukai ini bekerja untuk pemerintah Roma, yang mengumpulkan cukai dan kemudian menyalurkannya ke Pemerintah Roma. Prosedur ini meluangkan banyak kemungkinan untuk berlaku serakah dan tidak jujur. Di Yerikho Yesus bertemu dengan Zakheus (Lukas 19:1-10).

II. Bea/ Cukai/ Pajak/ Upeti yang Wajib Dibayarkan Untuk Bait Allah

Terdapat ketentuan bea/ pajak yang dibebankan kepada umat di Israel Kuno seperti disebut dalam Alkitab, adalah pajak untuk pemeliharaan Kemah Suci dan pejabat-pejabatnya. Uang tebusan sebagai pungutan Bea kepada Bait Allah, Ayat-ayatnya tentang perintah ‘Uang Tebusan’ ini, sebagai berikut:

Keluaran 30:11-16

(11) TUHAN berfirman kepada Musa: (12) Apabila engkau menghitung jumlah orang Israel pada waktu mereka didaftarkan, maka haruslah mereka masing-masing mempersembahkan kepada TUHAN uang pendamaian karena nyawanya, pada waktu orang mendaftarkan mereka, supaya jangan ada tulah di antara mereka pada waktu pendaftarannya itu. (13) Inilah yang harus dipersembahkan tiap-tiap orang yang akan termasuk orang-orang yang terdaftar itu: setengah syikal, ditimbang menurut syikal kudus–syikal ini dua puluh gera beratnya–;setengah syikal itulah persembahan khusus kepada TUHAN. (14) Setiap orang yang akan termasuk orang-orang yang terdaftar itu, yang berumur dua puluh tahun ke atas, haruslah mempersembahkan persembahan khusus itu kepada TUHAN.  (15) Orang kaya janganlah mempersembahkan lebih dan orang miskin janganlah mempersembahkan kurang dari setengah syikal itu pada waktu dipersembahkan persembahan khusus itu kepada TUHAN untuk mengadakan pendamaian bagi nyawa kamu sekalian. (16) Dan haruslah engkau memungut uang pendamaian itu dari orang Israel dan menggunakannya untuk ibadah dalam Kemah Pertemuan; supaya itu menjadi peringatan di hadapan TUHAN untuk mengingat kepada orang Israel dan untuk mengadakan pendamaian bagi nyawa kamu sekalian.”

Study Tentang Taurat yang berasal dari Wicliffe Commentary menjabarkan Keluaran 30:11-16 berbicara tentang Uang Tebusan yang merupakan Mitsvot Hukum Taurat yang ke 404 dari 613 Mitsvot.

Setiap orang Israel yang usianya dua puluh tahun ke atas (ayat 14) diwajibkan untuk membayar setengah syikal kepada Tuhan sebagai pendamaian bagi nyawa kamu (ayat 15). Persembahan tersebut harus dibayar Israel kepada Tuhan selaku Raja mereka, dan juga sebuah tindakan yang dituntut oleh Perjanjian Pemerintahan Teokratis Israel dengan perantaraan Musa.

Uang Tebusan itu adalah sebagai pendamaian bagi jiwa, tindakan ini menunjuk kepada ketidak-sucian sifat Israel, dan senantiasa mengingatkan bangsa itu bahwa pada dasarnya mereka terasing dari Allah (bandingkan komentar Yesus Kristus dalam Matius 17:25-26), dan dapat tinggal di dalam hubungan perjanjian dengan Allah dan hidup di dalam Kerajaan-Nya hanya karena kasih karunia-Nya yang menutupi dosa mereka. Sesudah sifat dosa ini dikuduskan melalui suatu pendamaian yang sempurna (Kurban Kristus), dan perhambaan mereka di bawah hukum Taurat telah diubah sepenuhnya Menjadi kedudukan sebagai “anak” yang untuk itu Israel dipanggil … barulah umat Allah selaku anak-anak kerajaan tidak perlu lagi membayar uang-pendamaian ini bagi jiwa mereka.

Keluaran 30:11-16 secara khusus dibahas dalam Matius 17:24-27. Saya pribadi semakin dicerahkan oleh ayat2 yang dituliskan disitu yang semakin memberitahu kita bahwa orang-orang yang melaksanakan Taurat itu sebenarnya adalah “orang asing” bagi Sang Raja, sebaliknya yang dirujuk sebagai “rakyat” adalah umat Allah sebenarnya yang tidak perlu lagi membayar bea (Matius 17:25-26), mari kita baca ayat-ayatnya:

Matius 17 : 24-27

(24) Ketika Yesus dan murid-murid-Nya tiba di Kapernaum datanglah pemungut bea Bait Allah kepada Petrus dan berkata: “Apakah gurumu tidak membayar bea dua dirham itu?” (25) Jawabnya: “Memang membayar.” Dan ketika Petrus masuk rumah, Yesus mendahuluinya dengan pertanyaan: “Apakah pendapatmu, Simon? Dari siapakah raja-raja dunia ini memungut bea dan pajak? Dari rakyatnya atau dari orang asing?” (26) Jawab Petrus: “Dari orang asing!” Maka kata Yesus kepadanya: “Jadi bebaslah rakyatnya. (27) Tetapi supaya jangan kita menjadi batu sandungan bagi mereka, pergilah memancing ke danau. Dan ikan pertama yang kaupancing, tangkaplah dan bukalah mulutnya, maka engkau akan menemukan mata uang empat dirham di dalamnya.  Ambillah itu dan bayarkanlah kepada mereka, bagi-Ku dan bagimu juga.”

Yesus Kristus Membayar Bea bagi Bait Allah. Dalam soal pembayaran Bea yang merupakan Tuntutan Taurat ini, kita perlu memahami bahwa:

  1. Yesus dalam keadaan daging-Nya takhluk kepada hukum Taurat (Galatia 4:4), dan karena itulah, di bawah hukum Taurat ini Ia dibayarkan bea pada usia empat puluh hari (Lukas 2:22). dan sekarang Ia membayarnya bagi diri-Nya sendiri, sebagai orang yang dalam keadaan merendahkan diri telah mengambil rupa seorang hamba (Filipi 2:7-8). Dan pada akhirnya Yesus menjadi penyempurna Taurat dan menjadi akhir dari Taurat itu saat diri-Nya menjadi Kurban dan Dia berkata “TETELESTAI/ sudah selesai” (Yohanes 19:30).
  2. Ia selalu berusaha menggenapkan seluruh kehendak Allah (Matius 3:15). Ia melakukan hal ini untuk memberikan contoh dan menghindari Diri sebagai batu sandungan.
  3. Dia dijadikan dosa bagi kita, dan dijadikan serupa dengan daging yang dikuasai dosa (Roma 8:3). Nah. pajak yang dibayarkan untuk Bait Allah ini disebut sebagai uang pendamaian bagi nyawa (Keluaran 30:15). Supaya di dalam segala hal Kristus tampak serupa dengan orang-orang berdosa. Dia membayar bea itu meskipun Dia tidak mempunyai dosa apa pun yang harus ditebus.

Perhatikanlah bagaimana bea ini diminta (ayat 24). Kristus pada waktu itu sedang berada di Kapernaum, markas besar-Nya, tempat la paling sering menetap. Ia tidak menghindar dari situ supaya dapat menghindari kewajiban membayar bea, sebaliknya Ia datang ke sana, siap untuk membayar, hal ini dilakukan-Nya agar tidak menjadi “batu sandungan” di antara masyarakat yang kala itu masih ketat melaksanakan adat Yahudi dan hukum Taurat.

Bea yang dituntut ini bukanlah bayaran rakyat kepada pemerintah Romawi, yang dengan ketat dituntut oleh para pemungut cukai, melainkan pajak/ bea bagi Bait Allah, yang banyaknya setengah syikal, atau dua dirham, yang dituntut dari setiap orang atau setiap ibadah di dalam Bait Allah, dan itulah biaya yang dikeluarkan untuk ibadah di sana. Uang itu disebut uang pendamaian karena nyawa (Keluaran 30:12-13).

Tuntutan pembayaran bea ini diajukan oleh para pemungut bea melalui Petrus, yang rumahnya berada di Kapernaum, dan mungkin pada waktu itu Kristus sedang menginap di rumahnya. Oleh karena itu, dialah orang yang tepat untuk diajak bicara, sebab dialah tuan rumahnya, dan mereka menganggap bahwa Petrus mengetahui pikiran Gurunya. Pertanyaan mereka adalah, “Apakah gurumu tidak membayar bea dua dirham itu?” Sebagian penafsir berpendapat bahwa mereka ini mencari-cari kesempatan untuk menentang Yesus. Seandainya Yesus menolak membayar, mereka akan mengatakan Yesus sebagai orang yang tidak menghargai ibadah di Bait Allah, dan para pengikut-Nya adalah orang-orang yang tidak taat hukum, yang tidak lagi membayar pajak, upeti atau bea (Ezra 4:13).

Maka, Petrus menjawab untuk Gurunya, “Ya. tentu saja. Guruku memang membayar bea itu. Membayar bea adalah prinsip-Nya dan Dia selalu melaksanakannya. Kalian tidak perlu takut meminta dari-Nya.”

Keluaran 30:11-16 adalah salah satu bentuk ketentuan Pemerintahan Teokratis Israel dengan perantaraan Musa, oleh sebab itu tidak heran jika kemudian Yesus menghubungkannya dengan pemerintahan kerajaan yang lazim berlaku. Matius 17:25-26 Yesus Berkata “Dari siapakah raja-raja dunia ini memungut bea dan pajak? Dari rakyatnya atau dari orang asing?” Jawab Petrus: “Dari orang asing!” Maka kata Yesus kepadanya: “Jadi bebaslah rakyatnya. Dalam 2 ayat ini, Yesus mengajarkan kepada kita bahwa tuntutan Taurat itu sebagai tanda bahwa pihak yang melaksanakan Taurat adalah “orang asing” bagi Sang Raja. Sebaliknya, yang disebut “rakyat” terbebas dari bea itu.

Lihatlah betapa Matius 17:25-26 telah menunjukkan kepada kita bahwa tuntutan Taurat itu tidak berlaku bagi umat yang telah “diadopsi” sebagai “anak-anak Allah” (Roma 8:15) yang menjadi anggota keluarga Allah dan berhak menerima hak waris. Kristus memberikan contoh mengenai raja-raja di bumi yang menarik bea dari orang orang asing. dari kerajaan-kerajaan yang takluk di bawah mereka, atau dari orang-orang asing yang berurusan dengan mereka, tetapi tidak dari anak-anak dan keluarga mereka sendiri. Di antara orangtua dan anak-anak mereka, barang-barang dipakai bersama, sehingga tidak masuk akal bila orangtua menarik pajak dari anak-anak mereka sendiri, atau menuntut sesuatu dari mereka.

Kristus menerapkan hal ini pada diri-Nya sendiri: Jadi bebas-lah rakyatnya (KJV: “Jadi bebaslah anak-anaknya”). Kristus adalah Anak Allah. dan Ahli Waris atas segala sesuatu. Bait Allah adalah Bait-Nya, Rumah Bapa-Nya (Yohanes 2: 16). di dalamnya Dia setia sebagai Anak yang mengepalai rumah-Nya (Ibrani 3:6). dan oleh sebab itu Dia sebenarnya tidak berkewajiban membayar bea ini untuk ibadah di Bait Allah. Namun demikian, Ia membayar bea ini, meskipun Ia berhak dibebaskan darinya supaya jangan kita menjadi batu sandungan bagi masyarakat yang kala itu masih memegang ketat adat setempat dan Hukum Taurat. Kristus mempertimbangkan bahwa jika Dia menolak membayar. maka prasangka orang, dan akan banyak akan semakin bertambah melawan Dia dan ajaran-Nya. Oleh sebab itu Ia berkeputusan untuk membayarnya. Perhatikanlah kebijaksanaan dan kerendahan hati Kekristenan mengajar kita dalam banyak hal untuk menyerahkan hak kita daripada menjadi batu sandungan.

Hikmat Pengajaran Kristus Tentang Masalah Pembayaran Bea

Bagaimana masalah pembayaran bea itu dibahas (ayat 25), bukan dengan para pemungut bea itu sendiri, supaya jangan mereka marah, melainkan juga sebagai pengajaran untuk Petrus, supaya ia puas dan memahami alasan mengapa Kristus membayar bea, dan tidak memandangnya dengan keliru. Petrus membawa para pemungut bea itu ke dalam rumah, tetapi Kristus mendahului dia, untuk memberinya bukti akan kemahatahuan-Nya, dan bahwa tidak ada satu pemikiran pun yang dapat disembunyikan dari-Nya. Murid-murid Kristus tidak pernah diserang tanpa sepengetahuan-Nya.

Jalan apa yang diambil oleh Kristus untuk membayar bea ini. Ia memperoleh uang bagi diri-Nya untuk membayar bea itu dari mulut seekor ikan (ay. 27). yang dalam hal ini tampaklah kemiskinan Kristus. Ia tidak memiliki setengah syikal pun di kantong-Nya untuk membayar bea. sekalipun Ia telah menyembuhkan begitu banyak orang sakit. Tampaknya Dia mengadakan penyembuhan itu secara cuma-cuma. Oleh karena kita Dia menjadi miskin (2 Korintus 8:9). Kuasa Kristus, dengan mengambil uang dari dalam mulut ikan untuk memenuhi tujuan ini. Kita juga dapat melihat kemahakuasaan-Nya yang menempatkan uang itu di sana. atau kemahatahuan-Nya yang mengetahui bahwa uang itu ada di sana. semuanya mengarah kepada hal yang sama. Hal ini merupakan bukti keilahian-Nya, dan bahwa Dia adalah Tuhan semesta alam. Makhluk-makhluk ciptaan yang paling jauh dari kehidupan manusia berada di bawah perintah Kristus. Bahkan ikan-ikan di laut diletakkan di bawah kaki-Nya (Mazmur 8:7); dan untuk membuktikan kekuasaan-Nya di dunia bawah ini, dan untuk menyesuaikan diri-Nya dengan keadaan-Nya sekarang yang sedang merendah, Ia memilih mendapatkan uang itu dari mulut ikan, meskipun Dia bisa saja memperolehnya dari tangan malaikat.

Yang menjadi perhatian :

  1. Petrus harus menangkap ikan itu dengan memancing. Bahkan dalam mengadakan mujizat la menggunakan sarana untuk mendorong ketekunan dan usaha manusia. Petrus harus melakukan sesuatu, dan yang harus dilakukannya itu termasuk panggilannya juga. Hal ini untuk mengajar kita agar kita rajin dalam melakukan apa yang menjadi panggilan kita. Apakah kita berharap agar Kristus memberikan sesuatu kepada kita? Kalau begitu, marilah kita bersiap-siap bekerja bagi-Nya.
  2. Ikan itu muncul, dengan uang di dalam mulutnya, yang menggambarkan kepada kita mengenai upah ketaatan bila kita taat. Suatu pekerjaan yang kita kerjakan atas perintah Kristus dengan sendirinya akan memberikan upah bagi kita. Baik di dalam memelihara perintah-perintah Allah maupun setelah menjalankannya, ada upah yang besar (Mazmur 19:12). Petrus dengan demikian dijadikan penjala manusia, dan orang-orang yang ditangkapnya pun akan muncul. Apabila hati terbuka untuk menyambut perkataan Kristus, maka tangan pun akan ikut terbuka untuk menyokong para hamba-Nya.
  3. Sekeping uang itu hanya cukup untuk membayar bea bagi Kristus dan Petrus. Engkau akan menemukan uang sebanyak satu syikal, yang dapat membayar bea untuk dua orang, karena satu orang dikenai bea setengah syikal (Keluaran 30:13). Kristus bisa saja dengan mudah mendatangkan sekantong uang, seperti halnya sekeping uang, tetapi Dia ingin mengajar kita untuk tidak tamak dengan hal-hal yang berlebihan, dan merasa cukup dengan hanya memiliki yang sesuai dengan kebutuhan kita pada saat ini. Kita harus puas dengan apa yang ada, dan tidak meragukan Allah, sekalipun kita hidup hanya sekadar untuk menyambung nyawa. Kalau ikan saja dapat dipakai Kristus sebagai pemegang uang-Nya. mengapa kita tidak bisa menjadikan tindakan pemeliharaan Allah sebagai lumbung dan tempat harta karun kita? Jika kita sanggup menjalani hari ini, biarlah hari esok memikirkan kesusahannya sendiri (Matius 6:34).

III. Bea/ Cukai / Pajak/ Upeti Wajib dibayar kepada Kaisar dan kepada Allah

Di waktu yang selanjutnya, dicatat suatu peristiwa yang berkenaan dengan Pajak/ Bea, dan di peristiwa ini Tuhan Yesus membahas adanya 2 jenis Pajak/ Bea yang wajib dibayar oleh orang-orang Yahudi saat itu:

  1. Pajak kepada Pemerintah Kerajaan Romawi yang berdaulat dan yang berkuasa di Yudea.
  2. Pajak kepada Bait Allah, yaitu uang tebusan.

Markus 12:13-17 (Tentang Membayar Pajak Kepada Kaisar)

(13) Kemudian disuruh beberapa orang Farisi dan Herodian kepada Yesus untuk menjerat Dia dengan suatu pertanyaan. (14) Orang-orang itu datang dan berkata kepada-Nya: “Guru, kami tahu, Engkau adalah seorang yang jujur, dan Engkau tidak takut kepada siapapun juga, sebab Engkau tidak mencari muka, melainkan dengan jujur mengajar jalan Allah dengan segala kejujuran. Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak? Haruskah kami bayar atau tidak?” (15) Tetapi Yesus mengetahui kemunafikan mereka, lalu berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mencobai Aku? Bawalah ke mari suatu dinar supaya Kulihat!” (16) Lalu mereka bawa. Maka Ia bertanya kepada mereka: “Gambar dan tulisan siapakah ini?” Jawab mereka: “Gambar dan tulisan Kaisar.” (17) Lalu kata Yesus kepada mereka: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!” Mereka sangat heran mendengar Dia. (Lihat juga di Matius 22:15-22, Lukas 20:20-26).

Peristiwa ini mencatat bagaimana beberapa utusan kaum Farisi dan Herodian (pengikut-pengikut Raja Herodes yang mengakui pemerintahan Roma) datang kepada Tuhan Yesus saat Ia mengajar di halaman Bait Allah selama kunjunganNya yang terakhir ke Yerusalem. Dengan penuh percaya diri bahwa Tuhan Yesus akan langsung menjawab mereka, mereka bertanya tanpa keramahan dan kegentaran, apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak. Maksud mereka dengan ‘diperbolehkan’ ialah ‘menurut hukum Taurat yang merupakan dasar hukum dalam kehidupan bangsa Israel’. Markus menyaksikan bahwa orang-orang yang bertanya itu berencana untuk ‘menjerat Dia dengan suatu pertanyaan’ (Markus 12:13). Lukas menjabarkannya lebih rinci, katanya maksud mereka ialah ‘supaya mereka dapat menjeratNya dengan suatu pertanyaan dan menyerahkanNya kepada wewenang dan kuasa wali-negeri’ (Lukas 20:20). Kuasa wali negeri atau gubernur Yudea merupakan wakil Kaisar. Setiap hasutan untuk tidak membayar pajak kepada Kaisar akan dijatuhi hukuman yang setimpal oleh gubernur.

Sesungguhnya, pertanyaan ini sangat peka. Sesudah Herodes yang Agung, Raja yang ditunjuk kekaisaran Romawi untuk wilayah Israel wafat pada tahun 4 sM, orang-orang romawi membagi kerajaannya menjadi 3 bagian. Setiap bagian diberikan kepada salah seorang putranya. Daerah Galilea dimana Tuhan Yesus tinggal selama hampir seluruh hidup-Nya, diperintah oleh Herodes Antipas sampai dengan tahun 39 M. Yudea, bagian selatan dengan Yerusalem sebagai ibukota, diberikan kepada Arkhelaus (bandingkan Matius 2:22). Putra-putra Herodes menerima pajak dari rakyat seperti yang telah dilakukan ayahnya. Herodes-herodes ini tidak disukai rakyat, tetapi sesuai agamanya mereka orang Yahudi. Jadi, tidak ada kesulitan secara agama untuk membayar pajak kepada mereka.

Tetapi Arkhelaus memerintah Yudea dengan tangan besi, sehingga, setelah sembilan tahun. Kaisar Roma memindahkannya untuk mencegah timbulnya pemberontakan. Yudea kemudian dijadikan sebuah propinsi Roma yang diperintah oleh seorang Gubernur yang ditunjuk oleh Kaisar sendiri. Sejak itu rakyat Yudea harus membayar pajak kepada Kaisar Roma. Pada tahun 6 M, diadakan sensus untuk menentukan berapa banyak upeti yang harus diserahkan oleh propinsi baru ini.

Bangsa Yahudi sepanjang sejarah kehidupannya telah dijajah oleh banyak bangsa asing. Tetapi sejak dahulu kala tidak ada nabi atau guru agama yang mengajar bahwa membayar bea/ pajak/ upeti pada penjajah itu salah. Sebaliknya, para nabi mengajarkan bahwa apabila mereka jatuh ke tangan bangsa asing, itu adalah atas perkenan Allah. Dan mereka harus menerima kehendak Allah itu dengan membayar bea/ pajak/ upeti kepada bangsa asing yang memerintah atas mereka itu. Tetapi sekitar waktu diadakan sensus pada tahun 6 M itu, ada ajaran baru yang menyebar luas. Dikatakan bahwa hanya Allah saja Raja Israel. Karena itu, pengakuan rakyat terhadap penjajah asing dengan menbayar bea/ pajak/ upeti merupakan pengkianatan besar terhadap Allah. Guru utama yang mengajarkan doktrin baru ini ialah Yudas, orang Galilea yang memimpin pemberontakan melawan Roma (bandingkan Kisah 5:37). Pemberontakan ini ditindas, tetapi ideologinya tetap hidup. Hal patut atau tidak patut dalam membayar pajak kepada Kaisar senantiasa menjadi bahan perdebatan teologis.

Umumnya orang setuju bahwa bangsa Yahudi dalam penyebarannya, yang menetap di wilayah bangsa asing, haruslah membayar pajak sesuai hukum yang berlaku di daerah mana mereka tinggal. Tetapi di tanah Israel, ialah tanah Allah. Ini diakui oleh penduduknya ketika mereka menyerahkan sepersepuluhan dari penghasilan mereka bagi pemeliharaan Bait Allah di Yerusalem. Tetapi pajak yang dituntut oleh kaisar Roma juga diambil dari hasil tanah Allah. Apakah dibenarkan bahwa umat Allah, yang tinggal di tanah Allah, memberikan sebagian hasil tanahnya kepada seorang pemimpin kafir? Bila pertanyaan ini dikemas demikian, maka jelas jawabannya bagi kebanyakan orang ialah “Tidak!”.

Apa yang akan Tuhan Yesus katakan? Ketika Ia tinggal di Galilea, pertanyaan ini tidak muncul. Di daerah itu pajak dibayarkan kepada seorang wali Yahudi. Tetapi ketika Tuhan Yesus mengunjungi Yudea, Ia tiba pada suatu daerah dimana pertanyaan ini menjadi perdebatan yang hangat. Apapun jawaban yang diberikan Tuhan Yesus, pasti menimbulkan pertentangan. Terhadap pertanyan yang menjerumuskan itu, Tuhan Yesus tidak tertipu, Ia mengetahui semua maksud dan niat mereka.

Kalau Yesus berkata bahwa membayar pajak kepada Kaisar itu tidak sesuai dengan Hukum Taurat, maka wakil gubernur Roma yang mendengar pernyataan itu bisa menuduh Yesus Kristus sebagai subversif (orang-orang Herodian yang hadir disitu segera akan menyerahkan Dia sebagai seorang yang melawan pemerintah Roma). Kalau Ia berkata bahwa itu tidak melanggar hukum Taurat, Ia menyinggung perasaan orang-orang yag mendukung ajaran Yudas orang Galilea itu akan men-cap Dia sebagai orang yang tidak cinta tanah-air. Anggapan ini akan membuat Ia kehilangan banyak pengikut di Yudea.

Maka dengan hikmat yang luar biasa, Ia menjawab “Bawalah kemari suatu dinar”, kata Tuhan Yesus “Supaya kulihat”. Dinar adalah mata uang perak Roma. Satu dinar adalah upah yang diterima oleh seorang pekerja dalam sehari. Jawaban ini menunjukkan daya pikir Tuhan Yesus yang luar biasa. Pembayaran pajak kepada Roma harus dibayar dengan mata uang Roma. Ketika uang dinar itu diterima Tuhan Yesus, Ia betanya “Gambar siapakah ini?, Nama siapakah ini?”. Tentu jawabannya adalah “Gambar Kaisar dan nama Kaisar”. Nah, kata Tuhan Yesus, mata uang yang memuat wajah Kaisar menerimanya kembali. Kata kerja yang diterjemahkan sebagai ‘berikanlah’ mempunyai arti mengembalikan barang kepada orang yang memiliki barang itu : Dengan memakai uang yang bergambar Kaisar, ini menunjukkan bahwa mereka mengakui Pemerintah Roma, sehingga dengan sedirinya, pertanyaan mereka itu sudah terjawab.

Bangsa Yahudi mempunyai pepatah yang mengatakan “Barangsiapa memakai uang yang bergambar seorang yang pemerintahan, ia juga harus menagakui orang itu sebagai rajanya”. Maka dari itu, jika mereka memakai mata uang Kaisar, mereka juga harus membayar pajak kepada Kaisar.

Ada beberapa orang Yahudi yang begitu kolot sehingga mereka tidak mau melihat apalagi menyentuh uang yang memuat wajah manusia. Mengapa? Karena ini menodai ‘firman Kedua’ dari ‘Sepuluh Firman yang melarang orang ‘membuat patung yang menyerupai apapun yang ada diatas ataupun yang ada dibawah bumi’ (Keluaran 20:4).

Tuhan Yesus tentunya tidak menyetujui pandangan ini. Tuhan Yesus tidak terlalu memandang uang, apapun macamnya. Tetapi mungkin ada pengertian tersembunyi di balik kata-kata Tuhan Yesus yang dapat dihargai oleh orang Farisi yang ada diantara para penanya. Mata uang seperti itu tidak patut untuk digunakan oleh orang-orang yang begitu teliti menjalankan hukum Taurat dan harus dikembalikan kepada asalnya.

Mata uang Kaisar paling tepat digunakan untuk membayar upeti kepada Kaisar. Kalau itu dikehendaki kaisar, berikan saja. Tuntutan-tuntutan Allah tidak dilanggar kalau uang Kaisar dipakai untuk membayar Kaisar. Apa yang sungguh-sungguh penting ialah menemukan apa yang menjadi tuntutan-tuntutan Allah dan melakukannya. Sekali lagi, Tuhan Yesus pertama-tama menekankan perlunya mencari Kerajaan Allah dan kebenaranNya.

Ajaran Tuhan Yesus “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!” menunjukkan bahwa tiap-tiap orang mempunyai kewajiban terhadap negara dan terhadap Allah. Kewajiban terhadap negara tidak bertentangan dengan pendirian orang kristen, sebab kekuasaan suatu pemerintahan diberikan oleh Allah demi kesejahteraan manusia. Dengan membayar pajak, manusia tunduk kepada pemerintahannya dan mengakui bahwa pajak menjadi milik Kaisar (Roma 13:1-7).

Orang-orang Farisi dan orang-orang Herodian heran melihat kecerdasan Tuhan Yesus. Mereka sadar bahwa bukan Yesus yang diuji, tetapi mereka sendiri. Tetapi bukannya mereka itu menjadi sadar dan mengakui bahwa Yesus benar-benar utusan Allah, melainkan semakin mengeraskan hati mereka, dan menolak Tuhan Yesus.

Karena, tentu saja, jawaban Tuhan Yesus tidak memuaskan orang yang percaya bahwa sebagai orang Yahudi membayar pajak kepada Kaisar itu salah. Kalau ada diantara orang yang berkerumun itu yang menyangka Tuhan Yesus akan memproklamirkan kemerdekaan Israel mengingat cara-Nya memasuki kota Yerusalem beberapa hari sebelumnya, tentu mereka dikecewakan. Dan memang kelihatannya kegairahan akan Tuhan Yesus menurun di Yerusalem menjelang perayaan Paskah dibandingkan dengan pada saat mereka menyambutNya bagai seorang Raja ketika Ia memasuki Yerusalem dengan mengendarai keledai. Sebaliknya, kalau para penanya mengharap Ia akan melakukan kompromi lewat jawabanNya, mereka pun dikecewakan. Tuhan Yesus tidak saja keluar sebagai pemenang dari jerat yang mereka pasang, tetapi Ia dapat mengubahnya sedemikian rupa untuk menekankan kembali apa yang menjadi inti pelayananNya.

IV. Bea kepada Bait Allah Masihkah berlaku?

Bea kepada Bait Allah yaitu “Uang Tebusan” yang merupakan Mitsvotn Hukum Taurat yang ke 404 dari 613 Mitsvot, masihkah berlaku? Atau…. Masihkah hal tersebut dapat diimplikasikan di dalam Gereja Kristus dalam bentuk-bentuk suatu pungutan-pungutan yang diterapkan secara “mengikat” sebagaimana sifat “Taurat Musa” bagi jemaat-jemaat Kristus yang sudah ditebus?

Perlu dipahami bahwa jemaat Kristus tidak lagi di bawah Hukum Taurat. Namun demikian, masih ada banyak orang Kristen yang merasa masih terikat oleh kewajiban tertentu yang berkenaan dengan pembayaran “bea” ini. Dan juga kenyataan dimana masih banyak pendeta-pendeta (tertentu) yang masih mewajibkan umatnya untuk membayar sebagian dari penghasilannya sebagai suatu kewajiban yang mengikat sebagaimana Taurat Musa.

Namun, kita semua harus mengerti, kalau “Kuk Taurat” itu masih mengikat dan membebani orang-orang Kristen. Maka ketentuan dalam 613 MITSVOT (perintah-perintah Taurat) ini juga tetap mengikat orang Kristen. Sebab pelaksanaan Hukum Taurat itu harus sempurna, kalau gagal melaksanakan 1 perintah dari Mitsvot yg ditentukan dalam Hukum Taurat (yang jumlahnya 613), maka orang itu bersalah terhadap seluruh Hukum Taurat.

Yakobus 2:10 Sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian dari padanya, ia bersalah terhadap seluruhnya.

Yakobus menekankan suatu prinsip: Apabila seseorang berkata ia menaati Hukum Taurat maka ia mengikatkan dirinya kepada seluruh perintah Hukum Taurat, tanpa kecuali. Barang siapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian dari padanya, ia bersalah terhadap seluruhnya: Pernyataan ini dimaksudkan untuk menjelaskan ajaran Yahudi yang menyatakan bahwa Hukum Taurat harus ditaati secara keseluruhan, sebab tidak ada perbedaan antara perintah yang penting dan kurang penting – hukum itu tidak dapat dibagi. Karena itu. melanggar satu perintah berarti melanggar seluruh perintah itu.

Terhadap pelaksanaan Hukum yang konsisten seluruhnya, Yakobus 2:10 tidak berdiri sendirian. Rasul Paulus dalam prinsip yang sama juga menuliskan:

Galatia 3:10 Karena semua orang, yang hidup dari pekerjaan hukum Taurat, berada di bawah kutuk. Sebab ada tertulis: “Terkutuklah orang yang tidak setia melakukan segala sesuatu yang tertulis dalam kitab hukum Taurat.”

Perhatikan hubungan antara “segala sesuatu yang tertulis” (Galatia 3:10) dengan “bersalah terhadap seluruhnya” (Yakobus 2:10). Hukum Taurat adalah satu-kesatuan. Kegagalan dalam segi manapun merupakan kegagalan terhadap semuanya.

Tuntutan melaksanakan seluruh perintah Hukum Taurat itu berlaku karena Nazar orang Israel sendiri sejak peristiwa yang tercatat di Keluaran 24:3. Dimana bangsa Israel membuat sebuah kesalahan ketika mereka berkata “Segala firman yang telah diucapkan TUHAN itu, akan kami lakukan.” (Keluaran 24:3b). Disanalah mereka digantung oleh lidah mereka sendiri. Selama 1500 tahun tahun, mereka membuktikan bahwa mereka tidak dapat melakukannya. Seperti sebuah percobaan laboratorium! Selama 1500 tahun mereka mencoba untuk mematuhi semua perintah Allah, dan setiap kali pula mereka gagal. Mereka tidak dapat dibenarkan dengan usaha mereka sendiri, demikian juga Anda semua yang masih percaya Taurat mengikat orang Kristen.

Saya dapat mengerti mengapa sebagian orang-orang Kristen ini terus berpaham bahwa Taurat masih mengikat orang Kristen, karena diantaranya adalah mereka yang berasal dari gereja-gereja yang masih melaksanakan “sebagian aturan Taurat” misalnya adanya syariat Persepuluhan, kewajiban membayar buah sulung, pelaksanaan Sabat Sabtu, dll yang masih dilaksanakan di gerejanya. Jadi untuk “melegitimasi pungutan-pungutan” dan sebagian ketentuan lain sebagai syariat itu, mereka harus berkata “yang sebagian dari Taurat” masih berlaku bagi Jemaat Kristus. Tetapi kalau kita membaca Yakobus 2:10, pendapat itu jelas tidak benar.

Kita harus mengerti bahwa pelaksanaan Taurat itu tidak boleh setengah-setengah, harus sempurna seluruhnya! Dan kalau jemaat Kristus masih melaksanakan Taurat… ini bertentangan dengan apa yang dituliskan dalam Alkitab Perjanjian Baru, dimana kita diberikan 2 pilihan untuk memilih “Taurat atau Kristus” yang diungkapkan rasul Paulus di Galatia 2:15-21-

Kita tidak disuruh melakukan Taurat yang separoh-separoh, kita hanya diperhadapkan dalam 2 pilihan, TAURAT atau KRISTUS? atau TAURAT atau KEMERDEKAAN INJIL? Jikalau ada sebagian dari orang Kristen masih menggandoli Taurat dalam ibadah Kristiani, maka pelaksanaannya harus konsisten 613 perintah (mitsvot) itu harus dilaksanakan dengan sempurna.

Seorang Kristen yang telah sadar diri, tahu bahwa TAURAT itu bukan wasiat kita. Kristus telah melaksanakan semua tuntutan Taurat itu dalam kehidupan pelayananNya di dunia dan semua tuntutan telah sempurna dengan tindakanNya mati, darah-Nya tertumpah di kayu salib, sebagai kurban terhadap hutang dosa manusia dan Ia berkata “tetelestai, Sudah Selesai!” (Yohanes 19:30). Dengan tindakanNya di kayu salib itu, kita, jemaat Kristus memiliki Wasiat Baru (New Covenant) yang dijelaskan juga oleh Alkitab Perjajian Baru dalam Ibrani 8:6-13

Sumber : https://www.sarapanpagi.org/bea-pajak-upeti-vt6425.html

Artikel Terkait :