Bagi Wajib Pajak Luar Negeri yang mempunyai kantor perwakilan dagang di Indonesia terhadap ekspor bruto atau semua nilai pengganti atau imbalan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri yang mempunyai kantor perwakilan dagang di Indonesia dari penyerahan barang kepada orang pribadi atau badan yang berada atau bertempat kedudukan di Indonesia dikenakan pajak penghasilan sebesar 0,44% dari nilai ekspor bruto dan bersifat final.

Ketentuan ini sesuai dengan ketentuan UU PPh Pasal 15 yang menyebutkan “Norma Penghitungan Khusus untuk menghitung penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3) ditetapkan Menteri keuangan”

Sesuai Pasal 15 ini maka melalui Keputusan Menteri Keuangan nomor 634/KMK.04/1994 dalam pasal 2 ayat (2) disebutkan “Pelunasan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak adalah sebesar 0,44% dari nilai ekspor dan bersifat final.”

Adapun dasar perhitungan 0,44% sebagaimana ditegaskan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-2/PJ.03/2008 adalah sebagai berikut :

PPh atas penghasilan kena pajak terutang

30% x 1%

=

0,30%

Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu Bentuk Usaha Tetap (Branch profit tax/BPT)  (Tarif 20%)

20% x (1-0.3)%

=

0,14

Total

 

 

0,44%

Penerapan Pasal 15 Sesuai Amanah UU

Adalah Wajib Pajak Kantor Perwakilan Dagang Jepang diketahui ekspor brutonya  Masa Desember  2022 sebesar  Rp. 240 miliar dan dikenakan PPh  Pasal 15 dengan total sebesar  Rp. 888.000.000,- dari penghitungan sebagai berikut :

PPh atas penghasilan kena pajak terutang

30% x 1%

=

0,30%

Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu Bentuk Usaha Tetap (Branch profit tax/BPT)  ( Indonesia – Jepang Tarif 10%)

10% x (1-0.3)%

=

0,07%

Total

 

 

0,37%

Rp. 240.000.000.000,- X 0,37%

Rp. 888.000.000,-

Penerapan Pasal 15 menurut  Putusan  Pengadilan Pajak

Atas penetapan sebesar Rp. 888.000.000,- tersebut Wajib Pajak setuju dengan formula yang digunakan  namun karena salah satu unsur formula di dalam penghitungan pasal 15 adalah tarif PPh Badan dimana untuk tahun 2022 tarif PPh Badan telah berubah menjadi 22% sesuai dengan UU Nomor 7 tahun 2021 maka akan mengakibatkan tarif efektif PPh Pasal 15 juga seharusnya berubah sehingga pajak yang dibayar seharusnya Rp. 528.000.000,-. Wajib Pajak mengajukan Keberatan namun ditolak oleh Kantor Wilayah DJP yang kemudian mengajukan banding ke pengadilan pajak dengan penghitungan sebagai berikut : 

PPh atas penghasilan kena pajak terutang

22% x 1%

=

0,22%

Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu Bentuk Usaha Tetap (Branch profit tax/BPT)  ( Indonesia – Jepang Tarif 10%)

10% x (1-0.3)%

=

0,078%

Total

 

 

0,298%

Rp. 240.000.000.000,- X 0,298%

Rp. 715.200.000,-

Oleh Pengadilan Pajak permohonan banding Wajib Pajak dikabulkan seluruhnya sehingga terutang PPh Pasal 15 untuk  masa Desember 2022 dari Rp. 888.000.000,- menjadi Rp.715.200.000,-. Adapun dasar putusan bahwasanya Norma Penghitungan Khusus untuk menghitung penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu sesuai pasal 15 UU PPh masih merujuk pada Keputusan Menteri Keuangan nomor  634/KMK.04/1994. Karena belum adanya Peraturan Menteri Keuangan yang mengubah atau mencabut Keputusan Menteri tersebut. Adapun pertimbangan dalam penerbitan KMK tersebut adalah UU Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak penghasilan telah diubah dengan UU nomor 7 tahun 2021 (UU PPh) sehingga contoh penghitungan besarnya tarif pajak terutang pada SE-2/PJ.03/2008, masih menerapkan  tarif PPh Badan tertinggi sebesar 30%. Sehingga menurut Majelis formula perhitungan di dalam SE-2/PJ.03/2008 tanggal 31 Juli 2008 adalah sebagai berikut :

PPh atas penghasilan kena pajak terutang

Tarif PPh Pasal 17 x 1%

Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu Bentuk Usaha Tetap (Branch Profit Tax/BPT)  ( Indonesia – Jepang Tarif 10%)

Tarif P3B x (1- Tarif PPh Pasal 17)

Adapun alasannya adalah dengan berubahnya salah satu unsur  formula di dalam penghitungan PPh Pasal 15 maka akan mengakibatkan tarif efektif PPh Paal 15 juga akan berubah.

Sebuah Antitesis

Adapun perubahan yang dilakukan Majelis Hakim dalam membuat keputusan dari formula yang sudah ditetapkan oleh Undang-Undang melalui  Kementerian Keuangan  dari  formula:

PPh atas penghasilan kena pajak terutang

30% x 1%

=

0,30%

Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu Bentuk Usaha Tetap (Branch profit tax/BPT)  (Tarif 20%)

20% x (1-0.3)%

=

0,14

Total

 

 

0,44%

Menjadi

PPh atas penghasilan kena pajak terutang

Tarif PPh Pasal 17 x 1%

Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu Bentuk Usaha Tetap (Branch profit tax/BPT)  ( Indonesia – Jepang Tarif 10%)

Tarif P3B x (1- Tarif PPh Pasal 17)

Adalah sesuatu yang positif jika semangatnya adalah untuk perbaikan suatu aturan dan tentu juga demi menghormati wewenang dan putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak, namun alangkah baiknya jika hal tersebut dikomunikasikan kepada instansi yang memiliki kewenangan dalam aturan tersebut dibandingkan menjadi dasar untuk membatalkan suatu putusan oleh lembaga yang memiliki kewenangan. Hal ini juga merupakan Amanah dari Undang-Undang nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan. Dalam pasal 17 ayat 1 dan 2 yang menyebutkan sbb :

Ayat (1) : badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dilarang menyalahgunakan wewenang

Ayat (2) :  Larangan penyalahgunaan wewenang meliputi : a), larangan melampaui wewenang; b) larangan mencampuradukan wewenang; dan/atau c).  larangan bertindak sewenang-wenang.

Pengertian larangan bertindak sewenang-wenang adalah apabila keputusan dan/atau tindakan yang dilakukan tanpa dasar kewenangan dan atau bertentangan dengan Putusan  Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sementara adigium yang mengatakan  res judicata pro veritate habetur bahwasanya putusan hakim yang telah memiliki kekuatan humum tetap dianggap benar, merupakan sebuah antitesis.

Penutup

Sebagaimana fiskus secara ketat dan disiplin melaksanakan amanah Undang-Undang Pajak Penghasilan sesuai ketentuan dalam tugasnya yang salah satunya mengumpulkan penerimaan negara melalui pajak . Adalah tarif PPh Pasal 15 untuk Kantor Perwakilan Dagang Asing yang telah diamanahkan sebagaimana tulisan di atas  dengan mudahnya dibatalkan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan yang melampaui kewenangannya sebagaimana dijelaskan dalam ketentuan tentang administrasi pemerintahan.

Sebagai petugas pelaksana dilapangan berharap agar apapun yang menjadi ide dan atau masukan yang membangun diantara instansi pemerintahan sangat anggun bila  saling bersinergi untuk adanya suatu kepastian hukum yang tidak merugikan baik negara maupun Wajib Pajak.

 

Artikel ini telah dipulibkasikan di : https://pajak.go.id/id/artikel/menakar-putusan-majelis-hakim-pajak-atas-tarif-pasal-15-uu-pph