Dalam tulisan sebelumnya telah dibahas terkait natura dan kenikmatan yang menjadi objek PPh demikian juga tentang pengecualian natura dan kenikmatan sebagai objek PPh. Berikut ini akan coba dibahas terkait pengenaan natura dan/atau kenikmatan pada jenis pajak PPh Badan dalam SPT Tahunan serta pelaporan Natura dan/atau Kenikmatan pada jenis pajak PPh Pasal 21 dan PPh Orang Pribadi dalam SPT Tahunan. Kiranya dapat memberi informasi yang bermanfaat terkhusus bagi penikmat web nusahati.
Implikasi PMK 66/2023 Pada PPh Badan
Sejalan dengan UU Nomor 7 Tahun 2021, Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022, dan PMK 66 Tahun 2023 menyebutkan bahwa biaya imbalan yang diberikan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk menentukan penghasilan kena pajak (Pasal 6 ayat (1) huruf n. Artinya secara implisit dan filosofis mencabut ketentuan yang mengatur pembebanan 50% atas biaya telepon seluler, kendaraan (tidak dapat dipisahkan untuk kepentingan kedinasan dan pribadi) sebagaimana diatur dalam KEP-220 tahun 2002 menjadi tidak berlaku.
Terhadap biaya natura dan/atau kenikmatan, pemberi kerja (Wajib Pajak) perlu mengelompokkan natura dan/atau kenikmatan sesuai masa manfaat, dimana yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi dan sebaliknya dibebankan saat terjadinya pengeluaran apabila masa manfaat kurang dari satu tahun.
Implikasi PMK 66/2023 Pada PPh Pasal 21
Memperhatikan pasal 73 Peraturan Pemerintah nomor 55 tahun 2022, disebutkan :
- bagi pemberi kerja atau pemberi penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang menyelenggarakan pembukuan tahun buku 2022 dimulai sebelum tanggal 1 Januari 2022, mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2022;
- bagi pemberi kerja atau pemberi penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang menyelenggarakan pembukuan tahun buku 2022 dimulai tanggal 1 Januari 2022 atau setelahnya, mulai berlaku pada saat tahun buku 2022 dimaksud dimulai.
Tapi nggak jadi, karena merujuk ketentuan dalam PMK 66 Tahun 2023 pasal 7 menyatakan bahwa penentuan natura dengan jenis dan batasan tertentu termasuk diperuntukan bagi natura dan/atau kenikmatan yang diterima atau diperoleh penerima selama tahun 2022. Artinya natura dan/atau kenikmatan diberikan selama tahun 2022 dikecualikan dari objek PPh. Bahkan lebih jauh mengatur :
- Pemotongan PPh oleh pemberi dilakukan untuk pemberian natura dan/atau kenikmatan mulai 1 Juli 2023;
- Natura dan/kenikmatan yang diterima selam 1 Januari 2023 sampai dengan 30 Juni 2023 yang belum dipotong PPh, wajib dihitung dan dibayarkan PPh terutangnya serta dilaporkan dalam SPT PPh oleh penerima.
Lalu, bagaimana bagi Wajib Pajak secara ketat dan prinsip mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 7 tahun 2021 yang secara inisiatif memasukkan semua unsur natura dan/atau kenimakatan sebagai penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 bahkan untuk tidak membebani karyawan juga memberlakukan sistem grossup menjadi tunjangan sejak Januari 2022? Terkait hal ini merujuk ketentuan di atas maka Wajib Pajak berhak untuk melakukan pembetulan bahkan melakukan kompensasi atau restitusi.
Implikasi PMK 66/2023 Pada PPh Orang Pribadi
Melihat ketentuan ini akan mengakibat beberapa kondisi bagi pemberi kerja yaitu :
- Bagi yang telah melaksanakan ketentuan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2021, maka pemotongan yang dilakukan sepanjang tahun 2022 dan telah diberikan bukti potong 1721-A1 dipersilahkan untuk melakukan pembetulan dan memberikan bukti potong baru dan Karyawan tersebut melakukan pembetulan SPT Tahunan PPh OP yang tadinya nihil menjadi lebih bayar.
- Bagi Orang Pribadi yang secara inisiatif melaporkan dan memperhitunglan natura dan/atau kenikmatan sepanjang tahun 2022 dan ternyata termasuk yang dikecualikan dari objek PPh maka diperkenankan membetulkan SPT Tahunan PPh OP yang tadinya status SPT Tahunannya KB menjadi LB dan melakukan restitusi sebagaimana diatur dalam PER 05/PJ/2023 apabila lebih bayarnya dibawah Rp. 100.000.000,-.
Ilustrasi Penilaian dan Perhitungan
a. Pemanfaatan Fasilitas
Yoga dan Dian adalah direktur dari PT. Nusa Sohib Bersama (NSB) yang mendapat fasilitas Perahu Motor yang dipakai secara bergilir. PT. NSB menggunakan jumlah hari pemakaian fasilitas sebagai dasar pencatatan pemanfaatan fasilitas tersebut. Selama bulan Juli 2023. Yoga tercatat menggunakan perahu motor selama 10 hari dan Dian menggunakan selama 15 hari. Adapun biaya-biaya terkait penyediaan fasilitas terdiri dari :
- Biaya penyusutan perahu motor sebesar Rp. 480 juta/tahun;
- Biaya pemeliharaan selama bulan Juli 2023 sebesar Rp. 15 Juta;
- Biaya Operasional (Bahan bakar, kru, dan lain-lain) selama bulan Juli 2023 adalah Rp. 10 Juta.
Untuk mengetahui nilai fasilitas yang diterima Yoga dan Dian, maka dilakukan melalui 2 tahapan yaitu :
- penentuan biaya penyediaan fasilitas selama bulan Juli 2023 yaitu dihitung dengan mengalokasikan biaya dengan nilai manfaat lebih dari 1 (satu) bulan untuk menjadi bagian biaya bulan Juli 2023. Berdasarkan gambaran di atas diperoleh biaya penyusutan sebulan adalah Rp. 40 juta (Rp. 480 juta/12 bulan), biaya pemeliharaan Rp. 15 Juta, biayaoperasional Rp. 10 juta dengan total keseluruhan Rp. 65 juta.
- pengalokasian biaya bulan Juli 2023 berdasarkan hari pemakaian. Maka untuk objek PPh pasal 21 bagi :
- Yoga : 10/(10+15) X Rp. 65 juta = Rp. 26 juta
- Dian : 15/(10+15) X 65 Juta = Rp. 39 juta
b. Hubungan Jasa Antar Wajib Pajak
Mollyna seorang bintang iklan menandatangani kontrak dengan PT. Nusa Aesthetic (NA), sebuah perusahaan kosmetik, untuk mengiklankan produk kosmetiknya di media sosial. Atas jasanya tersebut, pada bulan Juli 2023 Mollyna menerima penggantian atau imbalan dalam bentuk paket alat-alat kosmetik dari PT. NA. Harga pokok penjualan alat-alat kosmetik diketahui sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Mengacu pada situasi tersebut, Mollyna menerima penghasilan dalam bentuk natura pada bulan Juli 2023 yang menjadi objek pemotongan PPh Pasal 21 sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
c. Hubungan Pekerjaan Antara Pegawai dan Pemberi kerja
Pada bulan Juli 2023, PT NA memberikan fasilitas apartemen kepada Paijo selaku pegawainya. Apartemen tersebut disewa PT NA dari pihak ketiga secara bulanan. Selama bulan Juli 2023, biaya-biaya terkait fasilitas apartemen tersebut yang dikeluarkan PT NA terdiri dari biaya sewa sebesar Rp. 20. Juta,-, Biaya pemeliharaan lingkungan Rp. 5 Juta dan tagihan listrik, air, internet sebesar Rp. 5 Juta.
Fasilitas tempat tinggal dengan hak penggunaan dipegang oleh perseorangan (individual) dikecualikan dari objek PPh sepanjang bernilai secara keseluruhan tidak lebih dari Rp2.000.000,00/Pegawai/bulan. Fasilitas Apartemen yang menjadi objek pemotongan PPh Pasal 21 sebesar adalah sebesar Rp. 27 Juta ( Rp. 30 juta dikurang batasan Rp. 2 Juta).
Penutup
Melihat signifikansi maksud dari PMK 66 Tahun 2023 jelas maksud dan tujuannya sejalan dengan penambahan lapisan tarif tertinggi bagi orang pribadi yang memiliki penghasilan kena pajak di atas Rp. 5 miliar. Artinya natura dan/atau kenikmatan menjadi biaya 100% bagi pemberi dan penghasilan bagi yang menerima, namun penerima dimaksud bukanlah penerima penghasilan yang kecil melainkan yang selama ini menikmati struktur gaji besar ditambah natura/kenikmatan yang besar juga, itulah kenapa penerima natura dan kenikmatan yang bukan objek pajak penghasilan dilimitasi dengan batasan tertentu. Bahkan konon katanya batasan tertentu tersebut mempertimbangkan indeks harga beli (purchasing power parity), survey standar biaya hidup (BPS), standar biaya masukan (SBU Kementerian Keuangan), sport development index (dari kemenpora), dan bencmark berbagai negara.
PMK 66 Tahun 2023 ini, tidak berpengaruh besar terkait penurunan penerimaan pajak dari jenis PPh akibat adanya batasan tertentu atau pengecualian objek pajak. Karena sejujurnya secara keseluruhan ketentuan kaitannya dengan natura dan/atau kenikmatan ditahun 2022 telah meningkatkan penerimaan PPh Pasal 21.
Harus diakui bahwasanya batasan terkait 3 M yaitu biaya untuk mendapatkan, memperoleh, dan memelihara perlu atauran penegasan untuk memberikan kepastian bagi Wajib Pajak dan Fiskus terkhusus apabila nanti dimasa yang akan datang dilakukan koreksi oleh pemeriksa pajak.
Loading…