Royalti bagi negara maju diartikan sebagai pembayaran yang diterima sebagai imbalan atas pemakaian atau hak memakai hak cipta atas karya tulis, karya seni atau karya ilmiah, termasuk film bioskop serta hak paten, merk dagang, pola atau model, rencana, rumus rahasia atau proses rahasia dan juga pembayaran yang diterima sebagai imbalan atas informasi yang berkenaan dengan pengalaman di bidang industri, perdagangan, atau ilmu pengetahuan (disebut sebagai know-how).
Beberapa hari lalu Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan regulasi nomor PER-1/PJ/2023 tentang pedoman teknis tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23 atas penghasilan royalti yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang menerapkan penghitungan PPh menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) yang dibuktikan dengan Bukti Penerimaan Surat (BPS) dari KPP atas pemberitahuan penggunaan NPPN, ketentuan ini mulai berlaku sejak tanggal 16 Maret 2023.
Berikut disajikan bagi pembaca setia nusahati.com dalam memudahkan dan mengetahui letak perubahan dibandingkan ketentuan sebelumnya, khususnya penghasilan Royalti yang diperoleh oleh khusus Wajib Pajak Orang Pribadi (OP).
Pajak Penghasilan Penerima Royalti
Bagi penerima royalti adalah merupakan penghasilan yang wajib dihitung kembali dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Orang Pribadi (SPT Tahunan OP). Penghitungan kembali dilakukan karena royalti yang diterima oleh OP telah dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebelumnya oleh pemotong pajak dan dapat dikreditkan oleh OP penerima Royalti. Dalam perpajakan OP penerima royalti dipersamakan sebagai pekerja bebas yang berhak menggunakan NPPN apabila penghasilan dalam setahun kurang dari Rp. 4.8 miliar.
Sebagaimana kita ketahui dalam Pasal 23 UU HPP-PPh tarif PPh Pasal 23 tidak berubah yaitu 15% dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Namun, dalam PER-1/PJ/2023 pengertian bagi penerima OP yang menggunakan NPPN, pengertian jumlah bruto dibumbui kalimat 40% dari jumlah penghasilan royalti. Sehingga jika tarif 15% dikalikan 40% maka didapatkan angka persentase 6%.
Contoh dalam penghitungan (Sebelum PER-1/PJ/2023)
Tuan Lokkot (80th) status K/0 tinggal di parsorminan, salah satu desa di kecamatan Pangaribuan kabupaten Tapanuli Utara provinsi Sumatera Utara, memiliki penghasilan sepanjang tahun 2022 sebesar Rp. 1.200.000.000,-. Dalam penghitungan pajaknya Tuan lokkot melalui Konsultan Pajaknya menggunakan NPPN dengan KLU 77400 dengan persentase 29% yaitu atas penerimaan royalti atas lisensi. Perusahaan pemakai lisensi telah melakukan pemotongan PPh Pasal 23 (15%) sepanjang tahun 2022 dengan total sebesar Rp. 180.000.000,-.
Maka SPT Tahunan Tuan Lokkot Tahun 2022 sbb :
Penghasilan Bruto | Rp. 1.200.000.000,- |
NPPN | 29% |
Penghasilan Neto | Rp. 348.000.000,- |
PTKP (K/0) | Rp. 58.500.000,- |
Penghasilan Kena Pajak | Rp. 289.500.000,- |
PPh Terutang | Rp. 41.375.000,- |
Kredit Pajak (15% x Rp. 1.200.000.000,-) | Rp. 180.000.000,- |
Status SPT Tahunan PPh OP adalah (Lebih Bayar) | (Rp. 138.625.000,-) |
Atas kelebihan bayar tersebut, maka Tuan Lokkot mengajukan restitusi (pengembalian Pajak) yang didahului dengan pemeriksaan pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 17B UU HPP -KUP.
Contoh dalam penghitungan (Setelah PER-1/PJ/2023)
Tuan Lokkot (80th) status K/0 tinggal di parsorminan, salah satu desa di kecamatan Pangaribuan kabupaten Tapanuli Utara provinsi Sumatera Utara, memiliki penghasilan sepanjang tahun 2023 sebesar Rp. 1.200.000.000,-. Dalam penghitungan pajaknya Tuan lokkot melalui Konsultan Pajaknya menggunakan NPPN dengan KLU 77400 dengan persentase 29% yaitu atas penerimaan royalti atas lisensi. Perusahaan pemakai lisensi telah melakukan pemotongan PPh Pasal 23 (6%) sepanjang tahun 2023 dengan total sebesar Rp. 180.000.000,-.
Maka SPT Tahunan Tuan Lokkot Tahun 2023 sbb :
Penghasilan Bruto | Rp. 1.200.000.000,- |
NPPN | 29% |
Penghasilan Neto | Rp. 348.000.000,- |
PTKP (K/0) | Rp. 58.500.000,- |
Penghasilan Kena Pajak | Rp. 289.500.000,- |
PPh Terutang | Rp. 41.375.000,- |
Kredit Pajak (6% X Rp. 1.200.000.000,-) | Rp. 72.000.000,- |
Status SPT Tahunan PPh OP adalah (Lebih Bayar) | (Rp. 30.625.000,-) |
Atas kelebihan bayar tersebut, maka Tuan Lokkot mengajukan restitusi (pengembalian Pajak) yang juga didahului dengan pemeriksaan pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 17B UU HPP -KUP.
Berdasarkan kedua contoh tersebut di atas, jika penghasilan berdasarkan hanya dari Royalti saja maka Wajib Pajak Orang Pribadi dalam SPT Tahunannya tetap akan lebih bayar, sehingga jika ketentuan PER-1/PJ/2023 dikatakan agar SPT Tahunan OP tidak lebih bayar tidak tepat, ditambah contoh yang diambil dengan NPPN dengan persentase 29% (License) dibandingkan NPPN Pekerja Seni yang mencapai 50%. Pula jika disebutkan bahwasanya peraturan ini untuk memberikan kemudahan dan kepastian hukum bagi Wajib Pajak orang pribadi pun tidak pas, karena UU HPP-PPh sudah sangat mudah dan berkepastian hukum.
Royalti Dari Sisi Pemotong
Berdasarkan contoh tersebut di atas, Perusahaan (Pemotong) yang akan membayarkan Royalti kepada Orang Pribadi (Tuan Lokkot) meminta Bukti Penerimaan Surat pemberitahuan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan neto dan Tuan Lokkot wajib memberikan foto kopinya agar Perusahaan (Pemotong) menerapkan sesuai PER-1/PJ/2023 dengan tarif efektif 6%.
Perusahaan (pemotong) wajib membuat bukti pemotongan PPh Pasal 23 dan harus memberikan bukti pemotongan kepada Tuan Lokkot sebagai pihak yang dipotong (melalui e-bupot unifikasi) dan menyetorkan PPh Pasaql 23 yang telah dipotong ke kas negara (melalui e-billing) serta melaporkan pemotongan PPh 23 dalam SPT Masa PPh Unifikasi (e-filing).
… Loading
Download aturan : PER-1/PJ/2023
Tulisan terkait :