Dalam tulisan terdahulu yang berjudul “PPN Atas Kegiatan Membangun Sendiri” dijelaskan bahwasanya Kegiatan Membangun Sendiri (KMS) baru dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sejak 1 Januari 1995 melalui UU Nomor 11 Tahun 1994 tentang perubahan UU PPN 1984, yaitu Pasal 16 C dimana disebutkan “Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Adapun terkait batasan dan tata cara pengenaan PPN atas kegiatan membangun sendiri di atur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 163/PMK.03/2012.  Namun, sejak 1 April 2022 Peraturan Menteri Keuangan nomor 163/PMK.03/2012 dinyatakan tidak berlaku dan diganti dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri (PPN KMS) yang ditetapkan tanggal 30 Maret 2022. Tentang apa saja perubahan di dalamnya akan coba disarikan dalam tulisan berikut, semoga memberikan informasi yang bermanfaat.

Ruang Lingkup

Kegiatan membangun sendiri merupakan kegiatan membangun bangunan, baik bangunan baru maupun perluasan bangunan lama, yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain. Termasuk dalam kegiatan membangun sendiri yaitu kegiatan membangun bangunan oleh pihak lain bagi orang pribadi atau badan namun Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan tersebut tidak dipungut oleh pihak lain.

Bangunan berupa 1 (satu) atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria : 

  • konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/ atau baja;
  • diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan
  • luas bangunan yang dibangun paling sedikit 200m2 (dua ratus meter persegi).

Kegiatan membangun sendiri dapat dilakukan secara :

  • sekaligus dalam suatu jangka waktu tertentu; atau
  • bertahap sebagai satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan membangun tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.

Tarif, Contoh Penghitungan dan Mekanisme 

  • tarif sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) UU PPN  yaitu 11%
  • Dasar Pengenaan Pajak (DPP) berupa nilai tertentu sebesar jumlah biaya yang dikeluarkan dan/ atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan untuk setiap Masa Pajak sampai dengan bangunan selesai, tidak termasuk biaya perolehan tanah. 

Rumus :    PPN Terutang = (20% x Tarif PPN) x DPP

Contoh Penghitungan :

Bapak Yustinus, Pada April 2022 melakukan pembangunan rumah tinggal pribadinya yang klasik nan rupawan di daerah Cibubur yang rindang dan asri dengan luas tanah keseluruhan 450 meter sementara luas bangunan hanya 220 m2. Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Bapak Yustinus dalam pembangunan rumah tersebut untuk masa April 2022 dengan rincian sebagai berikut :

  1. Pembelian tanah Rp. 745.000.000,-
  2. Pembelian bahan baku bangunan Rp. 450.000.000,-
  3. Biaya upah tukang dan pekerja bangunan Rp. 140.000.000,-

Apakah atas Kegiatan Membangun Sendiri tersebut terutang PPN, jika terutang berapa nilai PPN Terutangnya?

Terutang PPN, karena luas bangunan diatas 200M2 ( paling sedikit 200m2). Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.03/2022 PPN terutang atas Kegiatan Membangun Sendiri adalah :

(20% x 11%) x Biaya tidak termasuk biaya pembelian tanah atau (20% x 11%) X (Rp. 450.000.000,- + Rp. 140.000.000) = Rp. 12.980.000,-

Atas PPN Terutang dari kegiatan KMS tersebut wajib disetor ke kas negara dengan menggunakan Surat Setoran Pajak paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.  Jika dalam contoh biaya yang dikeluarkan selama masa April sejumlah tersebut di atas maka atas PPN Terutang sebesar Rp. 12..980.000,- harus sudah disetor ke Kas Negara paling lambat tanggal 15 Mei 2022.

Dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar, kolom Nomor Pokok Wajib Pajak pada Surat Setoran Pajak  diisi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak orang pribadi atau badan tersebut.

Namun. apabila tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang berbeda dengan kantor pelayanan pajak tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar dan atau tidak memiliki NPWP, Surat Setoran Pajak diisi dengan ketentuan sebagai berikut:

  • kolom Nomor Pokok Wajib Pajak diisi dengan:
    • angka O (nol) pada 9 (sembilan) digit pertama; angka O (nol) pada 9 (sembilan) digit pertama; 
    • angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan tersebut didirikan pada 3 (tiga) digit berikutnya; dan
    • angka O (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir;
  • kolom nama Wajib Pajak diisi nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri; dan
  • kolom alamat Wajib Pajak diisi alamat tempat bangunan didirikan.

Faktur Pajak dan Pengkreditan Pajak Masukan

Surat Setoran Pajak yang memenuhi ketentuan merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak. Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam dokumen tertentu merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan Pajak Masukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.  Sehingga dapat disimpulkan sebagai berikut :

  • perolehan BKP dan/atau JKP sehubungan dengan KMS tidak dapat dikreditkan;
  • PPN yang tercantum dalam SSP PPN KMS (dokumen tertentu) dapat dikreditkan.

Pengawasan Oleh KPP

Apabila orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri :

  • tidak melakukan kewajiban penyetoran Pajak Pertambahan Nilai dan/atau kewajiban pelaporan; atau
  • telah melakukan penyetoran atau pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri namun berdasarkan data yang dimiliki dan diperoleh oleh Direktorat Jenderal Pajak masih terdapat Pajak Pertambahan Nilai yang kurang dibayar dan/ atau dilaporkan.

Maka, kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama  dapat menyampaikan imbauan secara tertulis kepada orang pribadi atau badan untuk memenuhi kewajiban perpajakan tersebut dan menindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. 

 

Download aturan : Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.03/2022