Dalam tulisan sebelumnya yang berjudul “Sekilas Tentang Subjek dan Objek PPN” dijelaskan bahwa objek pajak dibagi menjadi 2 (dua) yaitu secara Umum dan Secara Khusus, secara umum adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UU PPN 1984 dan Secara khusus yang timbul  sejak UU  PPN Nomor 11 Tahun 1994  yaitu Pasal 16C dan Pasal 16D.

Pasal 16 D berbicara tentang Objek Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan atas penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut  tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan, dan tentang hal ini telah dituliskan sebelumnya dengan judul “Sekilas Tentang PPN Atas Penjualan Aktiva (Pasal 16D)“.

Sementara objek PPN Pasal 16 C adalah atas Kegiatan Membangun Sendiri (KMS) yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan. Objek PPN Pasal 16 C ini adalah tema yang akan coba penulis tuntaskan kali ini, hal ini ditulis terkait dengan Surat Keberatan yang diajukan oleh wajib pajak baru-baru ini.

Pengenaan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri (KMS) dikenakan bukan tanpa tujuan, karena selain untuk mencegah terjadinya penghindaran pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (pajak objektif dimana terdapat penyerahan/objek yang mengalami pertambahan nilai yaitu dari tanah berdiri bangunan) juga untuk memberikan perlakuan yang sama dan untuk memenuhi rasa keadilan antara pihak yang membeli bangunan dari Pengusaha Real Estate atau yang menyerahkan pembangunan gedung kepada pemborong dengan pihak yang membangun  sendiri.  Bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah tidak perlu khawatir karena aturan ini pasti sudah mempertimbangkan hal itu karena batasan yang di atur memungkinkan tidak akan membebani masyarakat yang berpenghasilan rendah.

Aturan tentang Kegiatan Membangun Sendiri yang mulai berlaku sejak 1 januari 1995 sampai dengan saat ini telah mengalami beberapa kali perubahan yang tentunya sejalan dengan tingkat perekonomian. Karena tarif PPN adalah tunggal 10% maka yang berubah pada umumnya adalah Dasar Pengenaan Pajak (Persentase) KMS dan luas bangunan.

Pilihan Melakukan Kegiatan Membangun Sendiri

Saat saya melakukan penelitian lapangan dan melakukan wawancara dengan wajib pajak yang melakukan kegiatan membangun sendiri, salah satu alasan wajib pajak tidak menyerahkan pembangunan “Hotel Melati” kepada pemborong adalah dengan alasan keuangan/penghematan karena dibangun secara bertahap, dan ketika saya tanyakan kenapa lalai dalam melakukan kewajibannya sebagai wajib pajak yang melakukan kegiatan membangun sendiri… tentu sebagian kita sudah bisa menebak jawabannya :)… meregetehe…., seluas apapun argumen wajib pajak terkait kegiatan membangun sendiri tersebut pihak fiskus tetap mengembalikannya pada aturan perpajakan, mungkin beda hal jika wajib pajak tersebut bila mengajukan permohonan pengurangan sanksi dibandingkan Surat Keberatan  .

Dalam kegiatan membangun suatu gedung baik itu sebagai kantor, tempat tinggal , atau apapun maka pekerjaan tersebut dilakukan oleh beberapa diantaranya

  1. Developer (pengembang) yang memiliki lahan dan membangun, pengembang melakukan pembangunan baik Rumah Tinggal Maupun merangkap toko (Ruko) dengan tujuan dijual kepada konsumen, maka pengembang akan memungut PPN pada saat penjualan (pajak atas konsumen akhir).
  2. Kontraktor, disini pemilik tanah/lahan  meminta untuk dibangunkan suatu gedung berdasarkan nilai kontrak yang disepakati. Kontraktor tersebut akan memungut PPN sesuai dengan nilai kontrak.
  3. Kegiatan Membangun Sendiri, dalam kegiatan ini tidak melihat apakah gedung tersebut akan disewakan atau dimiliki sendiri baik sebagai rumah tinggal maupun sebagai gedung kantor maka yang menanggung PPN adalah pemilik sendiri.

Batasan Kegiatan Membangun Sendiri

Berdasarkan Pasal 16 C disebutkan bahwa batasan dan tata caranya Kegiatan Membangun Sendiri (KMS) diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan. Adapun nomor  Keputusan Menteri Keuangan (KMK) yang masih berlaku sampai tanggal ini ditulis yaitu KMK-163/PMK.03/2012 tanggal 22 Oktober 2012 yang mulai berlaku 20 hari sejak diundangkan tentang.

Kegiatan membangun sendiri terutang Pajak Pertambahan Nilai bagi orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri dan kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain. Bangunan berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria:

  • konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja
  • diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan
  • luas keseluruhan paling sedikit 200m2 (dua ratus meter persegi).

Dokumen Terkait Kegiatan Membangun Sendiri

Saat saya mempertanyakan kembali kepada wajib pajak  tentang dasar keberatannya yaitu sengketa penentuan Dasar Pengenaan Pajak yang menjadi Objek PPN  sebagai dasar penetapan (SKPKB), berapa nilai sesungguhnya biaya saat membangun “hotel melati” tersebut, wajib pajak kelimpungan karena memang walaupun wajib pajak membuat catatan namun tidak didukung dengan bukti transaksi pembelian dalam rangka membangun bangunan tersebut. Karena catatan tanpa bukti pendukung dinggap kurang meyakinkan, pula bangunan tersebut sudah selesai dibangun saat diperiksa dan saat proses keberatan maka tentu saja parameter yang dapat dijadikan indikator nilainya adalah data-data yang ada semisal :

  1. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB, karena di dalamnya terdapat nilai bangunan.
  2. Surat Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) yang dikeluarkan oleh pihak berwenang
  3. Laporan Penilaian oleh pihak yang berwenang
  4. Dan lainnya

Poin-poin tersebut di atas adalah parameter yang dapat dijadikan acuan dalam menentukan Total Pengeluaran atas Kegiatan Membangun Sendiri apabila wajib pajak tidak dapat memberikan bukti pendukung atas biaya yang dikeluarkan untuk membangun bangunan tersebut, terkait hal ini sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan tersebut di atas yaitu bahwa Direktorat Jenderal Pajak secara jabatan berhak menetapkan jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan.

Tarif Dan Dasar Pengenaan Pajak Atas KMS

Pajak Pertambahan Nilai terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 10% (sepuluh persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Dasar Pengenaan Pajak  adalah 20% (dua puluh persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah. Pengertian Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. Dasar 20% dari jumlah biaya yang dikeluarkan ini mengindentifikasikan bahwa apabila yang membangun bangunan telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak maka atas pembelian dimana didalamnya membayar PPN (Pajak Masukan) maka atas Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan.

Hal ini dijelaskan kembali dalam pasal 5 KMK-163/PMK.03/2012 disebutkan bahwa pembayaran Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri dilakukan setiap bulan sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan 20% (dua puluh persen) dikalikan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan pada setiap bulannya.

Contoh :

Pada bulan Agustus 2013 kemarin PT. Nusa Cyber membangun bangunan kantor tanpa menggunakan jasa kontraktor atau pemborong, adapun luas bangunan adalah 450m2, biaya yang dikeluarkan dalam rangka membangun tersebut untuk masa Agustus sesuai dokumen yang ada Rp. 145.000.000,-

Atas kondisi tersebut diatas PT. Nusa Cyber memenuhi kriteria melakukan Kegiatan Membangun Sendiri (Luas bangunan melebih 200m2 serta tidak dilakukan oleh Kontraktor maupun Pemborong).

Penghitungan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri yang harus dibayar PT. Nusa Cyber  adalah sebesar  10% x (20% x Rp. 145.000.000) = Rp. 2.900.000,-.

Saat Dan Tempat Terutang

Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri dimulai pada saat dibangunnya bangunan sampai dengan bangunan selesai, sebagaimana contoh di atas masa pajak terutang adalah masa Agustus 2013. Dan kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun. Tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri adalah di tempat bangunan tersebut didirikan.

Penyetoran Dan Pelaporan

Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri  wajib disetor ke kas negara melalui kantor pos atau bank persepsi paling lama tanggal 15 bulan berikutnya  setelah berakhirnya masa pajak. Dalam contoh di atas maka PT. Nusa Cyber paling lambat tanggal 15 September 2013 harus sudah menyetorkan PPN Terutang.

Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang  dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak  (SSP) yang harus diisi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, dengan ketentuan :

  1. Dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar, kolom NPWP yang tercantum pada Surat Setoran Pajak diisi dengan NPWP Badan (PT. Nusa Cyber) atau orang pribadi.
  2. Dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang berbeda dengan Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar, Surat Setoran Pajak  diisi dengan ketentuan sebagai berikut : a). Kolom NPWP diisi dengan angka 0 (nol) pada 9 (sembilan) digit pertama; angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan tersebut didirikan pada 3 (tiga) digit berikutnya; angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir.  b). pada kotak “Wajib Pajak/Penyetor” diisi nama dan NPWP orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri.
  3. Dalam hal orang pribadi yang melakukan kegiatan membangun sendiri belum memiliki NPWP, Surat Setoran Pajak diisi dengan ketentuan sebagai berikut : a). Kolom NPWP diisi dengan angka 0 (nol) pada 9 (sembilan) digit pertama; angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan tersebut didirikan pada 3 (tiga) digit berikutnya; angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir.  b). pada kotak “Wajib Pajak/Penyetor” diisi nama dan alamat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri.

Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri telah dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor  Pelayanan Pajak Pratama tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar, orang pribadi atau badan  yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam  Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan lembar ketiga Surat Setoran Pajak.

Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang berbeda dengan Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar, orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri selain wajib melaporkan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang  wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan fotokopi lembar ketiga Surat Setoran Pajak.

Loading….