Iman adalah hidup yang menghadap Tuhan secara rohani, merupakan arah dari kerohanian seseorang, hidup di hadapan Allah, yang merupakan sikap rohani kita. Orang beriman adalah orang yang hidup berarah dan berkenan kepada Allah. Iman adalah penglihatan rohani, melihat ke dalam roh kita untuk melihat apa yang Allah lihat, berpikir seperti Allah berpikir, merasa seperti Allah merasa, dan mengarahkan diri ke arah rencana dan tujuan Allah. Orang beriman melihat apa yang dilihat Tuhan, yang tidak mungkin dilihat orang yang tidak beriman. Orang yang tidak beriman, kerohanian dan hati mereka sudah dibutakan oleh ilah dunia ini. Dalam 2 Korintus 4:4 ditulis bahwa mereka yang tidak beriman, mata rohani mereka dibutakan sehingga tidak melihat kemuliaan Tuhan, tetapi orang yang beriman diberikan kelahiran baru, visi baru, kekuatan dan penglihatan baru, yang dapat melihat apa yang Tuhan mau mereka lihat secara rohani.
Aku melihat apa yang dikehendaki Allah. Di situ iman bekerja. Orang yang hati nuraninya telah dibutakan oleh Iblis tidak mengerti dan tidak pernah melihat keindahan yang diberikan Tuhan. Saat matanya terbuka, namanya blink. Ketika blink, engkau tiba-tiba dapat melihat dan mulai mengerti kehendak Tuhan dan hidupmu mulai berubah. Jika engkau melihat apa yang Tuhan mau engkau lihat, engkau akan mempunyai penilaian yang lain dari sebelumnya dan dapat mengutamakan yang diutamakan Tuhan, memperhatikan apa yang diinginkan Tuhan, dan seluruh hidupmu berubah.
Mengapa ada orang yang sampai mati-matian rela berkorban, mendapatkan dan mencapai sesuatu yang orang lain lihat tidak penting? Hal itu dikarenakan ia melihat nilai yang tidak dilihat orang lain. Orang Kristen melihat apa yang tidak dilihat oleh orang yang tidak beriman, mata rohaninya tertuju dan fokus kepada apa yang ditetapkan Tuhan. Manusia yang sudah percaya kepada Tuhan mempunyai cara penilaian yang berbeda dengan orang yang tidak beriman, sehingga mereka tidak akan membuang waktu dan hidupnya, memboroskan kegiatannya pada hal-hal yang tidak bernilai.
Ketiga, selain berarah kepada Tuhan, melihat apa yang Tuhan suruh lihat, iman juga bersandar pada Tuhan. Kita mengetahui bahwa segala sesuatu yang kita andalkan di dunia ini tidak ada dasarnya. Kita harus menyandarkan seluruh hidup kita kepada Tuhan yang tidak berguncang. Jika dunia berguncang, yang bersandar pada dunia akan ikut berguncang. Iman disandarkan kepada siapa? Iman dibangun di atas dasar apa? Jika dasarnya adalah Kristus yang tidak berubah, imannya ikut tidak berubah. Definisi iman adalah, pertama, arah kepada Tuhan. Kedua, melihat yang dilihat Tuhan. Ketiga, bersandar pada dasar kekuatan Tuhan yang tidak mungkin ambruk dan pasti dapat diandalkan. Jika berada di atas basis yang berguncang, iman kita menakutkan. Jika ditanam di atas basis yang tidak berguncang, iman kita akan teguh untuk selamanya. Bersandar kepada Allah adalah hal yang penting sekali. Bersandar, mengerti, dan taat menjalankan kehendak Tuhan akan membentuk makna total dari iman.
Definisi keempat, iman adalah peristirahatan. Damai sejahtera dan perhentian merupakan kenikmatan kestabilan iman. Orang beriman mengalami kestabilan, berdiri tegak, dapat tidur dalam kesulitan, dan tenang beristirahat dalam pangkuan Tuhan. Orang beriman tidak ikut gelisah, khawatir, marah-marah, dan takut. Khawatir, marah, gelisah, dan takut adalah empat hal yang tidak pernah menolong. Ketika kita berada di dalam kesulitan, tidak mungkin melalui ketakutan kita dapat mengubah kesulitan tersebut. Ketika kita ada dalam kekacauan, tidak mungkin melalui kekhawatiran kita dapat menghentikan kekacauan tersebut. Ketika kita ada di dalam pergolakan yang menakutkan, kehancuran yang terjadi, tidak mungkin dengan kita menjadi khawatir dan gelisah lalu kehancuran itu tidak terjadi. Bagaimanapun engkau gelisah, takut, atau khawatir, itu tidak berguna. Engkau tidak dapat mengubah yang sedang terjadi, tetapi hanya dapat menunggu sampai waktunya. Ketika menunggu ada dua sikap. Pertama, gelisah. Kedua, tenang dan sabar. Dua sikap ini menyatakan imanmu. Orang Kristen sama dengan orang dunia—sama-sama memiliki kegelisahan, kekacauan, kesulitan, dan sengsara. Bedanya, orang tidak beriman di tengah ujian, hatinya tidak damai, marah, dan gelisah. Orang beriman adalah orang yang tenang menikmati penyertaan Tuhan, tidak khawatir, takut, ragu, gelisah, melainkan sabar, tenang, dan taat kepada Tuhan karena mempunyai pengertian theologi waktu.
Waktu, dalam pengertian theologi, adalah suatu keharusan untuk taat kepada Tuhan. Orang yang tidak mengerti dan tidak memegang waktu Tuhan, hidupnya gelisah, khawatir, marah, takut, dan bersungut-sungut, tetapi tidak berhasil dalam apa pun. Orang beriman adalah orang yang stabil, tenang, dan menikmati penyertaan Tuhan. Orang yang tidak beriman adalah orang yang gelisah, khawatir, cepat-cepat mau memakai cara sendiri, dan tidak taat kepada Tuhan. Jika seseorang mengikuti nafsu, kemauan dan arah sendiri, tidak menunggu waktu Tuhan, dia mungkin dapat lebih cepat dan berpikir bahwa dia sedang menolong Tuhan, padahal dia sedang merusak pekerjaan Tuhan.
Musa dipanggil Tuhan, tetapi panggilan yang sejati baru tiba ketika ia berusia 80 tahun, setelah melewati 40 tahun di istana dan 40 tahun di padang belantara. Ketika berusia 40 tahun, Musa sudah tahu bahwa ia adalah orang Ibrani, bukan orang Mesir. Dia sudah tahu bahwa dia harus menolong orang Israel, jangan menjadi budak Firaun. Maka di usia 40 tahun, ia sudah berani melayani Tuhan dengan bakat yang cukup dan ilmu yang penuh. Selama 40 tahun di istana, ia mempelajari semua ilmu di Mesir. Ketika itu, ilmu di Mesir adalah ilmu dan teknologi tertinggi di dunia dan Musa sudah mempelajari semuanya. Musa dapat dikatakan sebagai salah seorang yang paling pandai, tetapi Musa meninggalkan semua itu. Ini semua adalah catatan Alkitab. Alkitab bukan cerita kosong, tetapi cerita yang menyatakan fakta tertinggi di dunia. Musa dapat dikatakan sebagai orang yang melampaui semua orang dalam pengertian yang menyeluruh akan pengetahuan di dunia saat itu. Tetapi Musa terlalu cepat. Ia mengira saat ia tahu kehendak Tuhan, ia langsung dapat melayani Tuhan dan Tuhan pasti perlu dia. Tetapi Tuhan diam dan tidak menggubrisnya. Selama 40 tahun di padang belantara, semua pengetahuan yang dimilikinya tidak berguna. Setelah berumur 80 tahun, barulah Tuhan berkata, “Musa, pergilah ke istana Firaun. Beri tahu Firaun bahwa Tuhan mengutus umat-Nya keluar dari Mesir untuk beribadah kepada Tuhan di padang belantara.” Ketika itu, Musa baru tahu bahwa waktu Tuhan telah tiba.
Jadi, Saudara jangan gelisah, khawatir, takut, dan marah, karena empat hal ini tidak pernah menolong apa pun. Keempat hal ini adalah musuh kita seumur hidup. Manusia yang bijak dan taat kepada Tuhan adalah manusia yang dapat mengalahkan nafsu sendiri yang sering jatuh ke dalam kegelisahan, kemarahan, kekhawatiran, dan ketakutan. Allah berkata, “Karena Aku adalah Allah, maka engkau harus belajar berhenti di hadapan-Ku.” Ketika berbicara mengenai iman, sering kali dipakai istilah aktif, tetapi saya memakai istilah pasif. Iman adalah kedamaian, kestabilan, tidak melakukan apa pun di hadapan Allah. Iman bukan mati-matian mengerjakan sesuatu untuk menyatakan imanmu. Iman adalah berhenti sama sekali, tidak bekerja apa-apa, hanya menikmati ketenangan karena Tuhan sedang bersama engkau. Berhenti dari kekhawatiranmu, usahamu, rasa takutmu, marah dan gelisahmu, lalu berdiam diri dan tenang menikmati penyertaan Tuhan.
Iman adalah ketenangan. Iman seperti ini penting sekali. Orang beriman mengalami ketenangan, mengalami peristirahatan, dan menikmati penyertaan Tuhan. “Allahku, karena Engkau di sini, aku beroleh ketenangan. Karena Engkau besertaku, aku menikmati damai sejahtera. Karena Engkau menginterupsi hidupku, aku tidak perlu lagi takut, tidak perlu gentar, marah, dan gelisah, karena kini aku menikmati kehadiran-Mu.” Jika Tuhan menyertai, mengapa takut? Jika Tuhan beserta kita, mengapa gelisah? Mengapa kerohanian kita sering kali gagal? Terlalu mudah diguncang oleh lingkungan, terlalu mudah diancam oleh musuh, terlalu mudah ditakuti oleh perubahan situasi.
Iman berarti terbang melampaui, menerobos semua hal yang membuat kita takut dan yang menutupi mata rohani kita untuk melihat takhta Tuhan. Ketika engkau terbang tinggi, ketika engkau menembusi semua batasan dan hambatan dari berbagai hal yang mengelilingimu, dan engkau dapat melihat bahwa Allah masih berada di atas semua itu, Allah tetap duduk di takhta-Nya, dan Ia tidak berubah, kini engkau dapat berkata, “Sekarang aku mengetahui bahwa Engkaulah Allah. Engkau duduk di takhta-Mu yang melampaui semua hambatan, tantangan, kesulitan, dan lebih tinggi dari semua musuh-Mu. Engkau duduk di takhta-Mu. Aku percaya kepada-Mu, aku memuji-Mu, dan kini aku dapat bersandar penuh kepada-Mu menikmati damai sejahtera-Mu.” Itu namanya ketenangan di hadapan Tuhan. Iman adalah kenikmatan, kesejahteraan, dan damai sentosa dalam pimpinan Tuhan yang telah mengalahkan dunia. Dalam Yohanes 16:33, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “Di dalam dunia ini engkau mengalami sengsara, tetapi di dalam diri-Ku engkau memiliki damai, karena Aku sudah mengalahkan dunia ini.”
Bersambung…
…
Sumber : https://www.buletinpillar.org/transkrip/iman-pengharapan-dan-kasih-bagian-15-doktrin-iman#