Dalam tulisan terdahulu yang berjudul “Menelisik Rencana Perubahan ke 5 UU KUP” yang menjadi isu besar adalah memasukkan rencana pemberlakuan pengampunan pajak tentu kaitannya adalah bagaimana mengumpulkan pundi negara melalui pajak terlebih disaat ini negara benar-benar membutuhkan darah segar berupa tambahan penerimaan pajak. Karena yang wajib kita ketahui adalah salah satu sumber penerimaan negara adalah dari pajak mencapai 84% dari total penerimaan negara (RAPBN 2020). Namun, media baru-baru ini menyebutkan bahwasanya Indonesia mendapat utang sebesar US$ 500 juta dari Bank Dunia setelah sebelumnya telah menerima juga sebesar US$ 400 juta yang kesemuanya ini dalam rangka pembiayaan masa Pandemi Covid 19, sehingga penerimaan negara pun bersumber dari utang.

Menariknya, dalam rencana perubahan ke 5 UU KUP ini terdapat pasal 44E yang menyinggung perubahan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 (UU PPN 1984). Hal ini menjadi heboh karena dengan berani dan percaya diri Kementerian Keuangan ujug-ujug mengusulkan perubahan fundamental terkait Pajak Pertambahan Nilai, bisa jadi ada pemikiran bahwasanya Masa Pandemi Covid 19 ini adalah momentum yang paling baik. Namun apapun itu, tentang apa yang menjadi perubahan tersebut akan coba kita uraikan secara terang benderang, dan kiranya bisa menjadi bahan pemikiran dan persiapan bagi kita masyarakat pembayar pajak.

Perubahan Pasal 4A UU PPN 1984

Secara prinsip semua barang baik itu berwujud maupun tidak berwujud merupakan Barang Kena Pajak dan semua jasa merupakan Jasa kena Pajak kecuali yang ditentukan lain oleh UU PPN 1984, itulah mengapa UU PPN 1984 dikenal menganut azas negatif list karena UU PPN mengatur secara rinci barang-barang ataupun jasa yang tidak dikenakan PPN.

Namun, melalui rencana perubahan ke 5 UU KUP ini yang juga menguliti UU PPN 1984 menghapus beberapa jenis barang dan jasa krusial yang sebelumnya tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi terutang PPN, mari kita lihat perubahannya :

Pasal 4 (2) UU PPN 1984 Sebelum Rencana Perubahan ke 5 UU KUP

Jenis barang yang tidak dikenai PPN :

  • a. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya;
  • b. barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
  • c. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan
  • d.  uang, emas batangan, dan surat berharga.

Pasal 4 (2) UU PPN 1984 Setelah Rencana Perubahan ke 5 UU KUP

Jenis barang yang tidak dikenai PPN :

  • a. dihapus
  • b. dihapus
  • c. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan
  • d.  uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga.

Pasal 4 (3) UU PPN 1984 Sebelum Rencana Perubahan ke 5 UU KUP

Jenis Jasa yang tidak dikenai PPN :

  • a. jasa pelayana kesehatan medik;
  • b. jasa pelayanan sosial;
  • c. jasa pengiriman surat dengan perangko;
  • d. jasa keuangan;
  • e. jasa asuransi;
  • f. jasa keagamaan;
  • g. jasa pendidikan;
  • h. jasa kesenian dan hiburan;
  • i. jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
  • j. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;
  • k. jasa tenaga kerja;
  • l. jasa perhotelan;
  • m. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum;
  • n. Jasa penyediaan tempat parkir;
  • o. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
  • p. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan
  • q. Jasa boga atau katering

Pasal 4 (3) UU PPN 1984 Setelah Rencana Perubahan ke 5 UU KUP

Jenis Jasa yang tidak dikenai PPN :

  • a. dihapus;
  • b. dihapus;
  • c. dihapus;
  • d. dihapus;
  • e. dihapus;
  • f. jasa keagamaan, meliputi jasa yang diberikan oleh penceramah agama atau pengkhotbah dan kegiayan pelayanan ibadah keagamaan yang diselenggarakan rumah ibadah;
  • g. dihapus;
  • h. jasa kesenian dan hiburan, meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang pajak daerah dan retribusi daerah;
  • i. dihapus;
  • j. dihapus;
  • k. dihapus;
  • l. jasa perhotelan, meliputi jasa penyewaan kamar dan/atau jasa penyewaan ruangan di hotel yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah;
  • m. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, meliputi semua jenis jasa sehubungan dengan kegiatan pelayanan yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah sesuai kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan jasa tersebut tidak dapat disediakan oleh bentuk usaha lain;
  • n. Jasa penyediaan tempat parkir, meliputi jasa penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir atau pengusaha pengelola tempat parkir kepada pengguna tempat parkir yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah;
  • o. dihapus;
  • p. dihapus; dan
  • q. Jasa boga atau katering, meliputi semua kegiatan pelayanan penyediaan makanan dan minuman yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.

Perubahan Pasal 7 UU PPN 1984

Pasal  7 UU PPN 1984 Sebelum Rencana Perubahan ke 5 UU KUP

  1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10%.
  2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:
    • Ekspor BKP Berwujud
    • Ekspor BKP Tidak Berwujud; dan
    • Ekspor JKP
  3. Tarif pajak dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15% yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal  7 UU PPN 1984 Setelah Rencana Perubahan ke 5 UU KUP

  1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 12%.
  2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:
    • Ekspor BKP Berwujud
    • Ekspor BKP Tidak Berwujud; dan
    • Ekspor JKP
  3. Tarif pajak dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15%.
  4. Perubahan tarif PPN diatur dengan Peraturan Pemerintah setelah disampaikan oleh pemerintah kepada DPR RI untuk dibahas dalam penyusunan RAPBN.

Penambahan Pasal 7A Perubahan ke 5 UU KUP Kaitannya dengan PPN

Walaupun ada tarif 0% dalam pengenaan PPN atas ekspor, namun secara umum PPN menggunakan penerapan tarif tunggal yaitu 10% X DPP adapun dasar pemikirannya adalah biaya administrasi  dari penggunaan lebih dari satu tarif akan jauh lebih besar serta juga beresiko terhadap kesalahan penerapan tarif serta berkurangnya efesiensi PPN. Namun, dengan melihat perubahan yang ada tampak sepertinya ada pemikiran berbeda dengan pemikiran terdahulu. Adapun lengkapnya penambahan pasal dalam perubahan ke 5 UU PPN kaitannya dengan PPN adalah sebagai berikut.

  1. PPN dapat dikenakan dengan tarif berbeda dari tarif Pasal 7 ayat (1) atau ayat (3) atas
    • Penyerahan BKP tertentu dan/atau JKP tertentu;
    • Impor BKP tertentu;
    • pemanfaatan BKP TB dan atau JKP tertentu dari luar pabean di dalam daerah pabean;
  2. Tarif berbeda dikenakan paling rendah 5% dan paling tinggi 25%;
  3. Ketentuan mengenai jenis BKP tertentu, JKP tertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah;

Bersambung…