Ada rasa senang ketika mendengar bahwa seorang kawan yang bekerja disuatu perusahaan, diminta atasannya untuk mereview rencana perubahan ke 5 UU KUP yang sudah menyebar kemana-mana. Ketika diajak diskusi tentu saja penulis yang juga merupakan pegawai pajak agak bingung juga, karena jujur baru mendengar jika perubahan UU sudah dalam tahap harmonisasi.

Ya, jujur walaupun kantor penulis berada di Ibukota informasi ini juga baru dengar dari media, mungkin sudah dari sononya begitu, tinggal ketika WP bertanya dan komplain karena kekurang tahuan, baru pegawainya dihajar habius-habisan. Nah, dalam kesempatan kali ini penulis mencoba mereview apa saja hal penting yang mengalami perubahan. Jadi yang kita bahas bereikutnya adalah pokok perubahan, kaitannya ini jadi atau tidak itu urusan belakang saja 🙂

a. Kaitannya Bantuan Penagihan Pajak

Terdapat tambahan pasal 20A yang berintikan bahwasanya DJP berwenang untuk memberikan bantuan dan meminta bantuan penagihan pajak kepada negara mitra atau yurisdiksi mitra.

b. Kaitannya dengan permohonan Banding

Terdapat tambahan ayat dalam Pasal 27, dimana ditambahkan apabila WP mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK), pelaksanaan putusan pengadilan pajak tidak ditangguhkan atau dihentikan. Dan jika hasil PK menyebabkan jumlah pajak bertambhan dikenai sanksi administratif sebagaimana ayat 5d paling lama diterbitkan sejak tanggal putusan PK diucapkan oleh hakim agung.

c. Kaitannya dengan Prosedur Persetujuan Bersama

Penambahan Pasal 27 C, Direktur Jenderal Pajak berwenang melaksanakan prosedur persetujuan bersasma dalam rangka mencegah atau menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam penerapan P3B.

d. Kaitannya dengan Penunjukan WP Sebagai Pemotong/Pemungut

Penambahan Pasal 32A, Direktur Jenderal Pajak dapat menunjuk WP untuk melakukan pemotongan pajak dan/atau pemungutan pajak serta penyetoran dan pelaporan, serta menunjuk pihak lain.

e. Kaitannya dengan Pengampunan Pajak

Penambahan 8 pasal diantara pasal 37A dam Pasal 38, Pasal 37B berbicara WP dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan sepanjang Direktur Jenderal Pajak belum menemukan data dan/atau informasi mengenai harta. Atas harta bersih yang diungkap dianggap sebagai harta bersih yang dikenai PPh Final dengan tarif 15% atau 12,5% bagi WP yang menyatakan menginvestasikan harta bersih dalam insturmen surat berharga negara.

Pasal 37C, berbicara bahwa pengungkapan harta dalam periode 1 Juli 2021 s.d. tanggal 31 Desember 2021. Sementara, Pasal 37D terkait investasi atas harta bersih.  Pasal 37E, berbicara WP OP dapat mengungkap harta yang diperoleh sejak 1 Januari 2016 s.d. tanggal 31 Desember 2019 masih memiliki dan belum dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak 2019. Tarif 30% dan 20% bagi WP OP yang menyatakan menginvestasikan harta.

f. Kaitannya dengan Penyidikan

Tambahan bahwasanya Penyidik berwenang untuk melakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap tersangka; melakukan penyitaan dan/atau pemblokiran harta kekayaan milik Wajib Pajak, Penanggung Pajak dan/atau pihak lain yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

g. Kaitannya dengan Ketentuan UU Lainnya

  • Pasal 44D, perubahan UU PPh
  • Pasal 44E, perubahan UU PPN

Untuk perubahan UU PPh dan PPN akan dibahas tersendiri dalam tulisan seri berikutnya.

Download :  Perubahan ke 5 UU KUPÂ