Sebelumnya…

Jika saya tidak berdoa, bagaimana Tuhan mendengar? Saya berinisiatif atau pasif? Saya inisiator atau penerima anugerah saja? Agustinus menyimpulkan bahwa Tuhan adalah inisiator. Tuhan terlebih dahulu memberi anugerah, baru saya dapat menerima berkat. Tuhan memberi benih iman, barulah saya bisa beriman kepada Dia. Tuhan menghidupkan saya kembali, barulah saya mempunyai kesadaran dan bertobat. Karena Tuhan selalu merupakan inisiator, inisiatifnya bukan dari saya, tetapi dari Tuhan, dan dengan demikian Tuhan aktif dan berdaulat. Tuhanlah yang menjalankan anugerah.

Ada sebuah lagu yang liriknya kirakira demikian, “Aku berdoa untuk menggoyangkan tangan Tuhan sehingga Ia bekerja.” Ketika di Taiwan, sebelum saya berkhotbah, semua orang menyanyikan lagu ini, “Goyangkan tangan Tuhan supaya Tuhan bekerja.” Pada giliran saya naik, saya mengatakan bahwa hanya orang gila yang menyanyikan lagu demikian. Mereka terkejut. Apakah Allahmu Allah yang tidur? Apakah Allahmu Allah yang mati? Apakah Allahmu Allah yang malas, sehingga engkau perlu menggerakkan tangan-Nya barulah Dia bekerja? Ini Allah macam apa? Allah adalah Allah yang hidup. Allah adalah Tuhan yang berdaulat dan memiliki kehendak-Nya sendiri. Dengan demikian, Ia akan bekerja sesuai kehendak-Nya. Ia bekerja, Ia bertindak, dan Ia berkarya seturut inisiatif kehendak-Nya di dalam kedaulatanNya, sehingga dengan demikian Dialah Tuhan yang sesungguhnya. Tuhan disebut Tuhan karena Dia inisiator dan berdaulat. Banyak orang Kristen sembarangan berdoa, sembarangan mendengar khotbah, sembarangan bersaksi, dan sembarangan menyanyi, mengubah kebenaran Alkitab. Jika Tuhan tidak memberikan bibit iman, saya tidak mungkin dapat bereaksi kepada Dia. Jika Tuhan tidak menggerakkan dahulu, saya tidak mungkin mengaku dosa dan bertobat. Oleh karena itu, hidup baru harus diberikan terlebih dahulu, barulah saya mampu menangisi dosa. Jika Tuhan tidak memberikan hidup baru, saya hanya bisa membanggakan dosa. Setiap kali engkau membanggakan dosamu, engkau dipakai setan. Setiap kali engkau menganggap diri pintar, engkau mempermalukan Tuhan. Setiap kali engkau membanggakan diri bisa berbuat dosa, engkau bukan memuliakan diri, tetapi mempermalukan diri.

Manakah yang benar dari dua kemungkinan di bawah ini:

  • Tuhan memberikan hidup yang baru, lalu kita merasa dosa itu jahat, lalu bertobat mengakui dosa, dan menerima pengampunan dari Tuhan; atau
  • Saya merasa berdosa, lalu bertobat dan minta pengampunan dosa, lalu Tuhan kasihan pada saya sehingga memberikan pengampunan dan memberikan damai sejahtera kepada saya, dan kemudian barulah saya mendapatkan hidup yang baru?

Manakah yang benar, hidup baru dahulu baru bertobat, atau bertobat dahulu baru dapat hidup baru? Kelompok gereja-gereja Karismatik kebanyakan akan berkesimpulan bahwa kita harus bertobat dahulu supaya mendapatkan hidup baru dan berkat Tuhan. Ini terjadi karena kita sadar dosa, karena kita cukup mampu dan pandai untuk menyadari bahwa kita berdosa. Tetapi orang Reformed akan menjawab bahwa Roh Kudus berinisiatif dahulu menyadarkan manusia akan dosa, kebenaran, dan penghakiman, yang membuat orang itu sadar dan bertobat (Yoh. 16:8-10). Anak kita lahir dahulu baru menangis, bukan menangis dahulu minta dilahirkan baru kemudian lahir. Itu semua terjadi bukan atas kemampuan anak bayi itu, dia lahir. Ini adalah dalil Pencipta hidup. Hukum Pencipta tentang ciptaan menjelaskan bahwa setelah hidup menjadi dewasa, setelah waktunya tiba, engkau bukannya menginginkannya, tetapi adalah suatu keharusan. Di sini kita menjelaskan tentang ordo salutis.

Ordo salutis adalah salah satu bagian Theologi Reformed yang memaparkan urutan dalil hidup. Seseorang dilahirkan dahulu baru bisa menangis, sesudah menangis ia mulai bernapas, sesudah bernapas ia bisa hidup bertahun-tahun, sampai pada akhirnya masuk ke dalam kuburan. Alkitab mengatakan kita mati di dalam dosa, Dia membangkitkan kita, Dia memberikan hidup baru. Ketika seseorang mati di dalam dosa, maka ia tidak bisa bertobat, ia tidak bisa mengaku dosa, dan ia tidak bisa sadar seberapa jahatnya dosa. Tidak ada kemungkinan sama sekali bagi orang yang mati untuk bereaksi. Sampai satu waktu Tuhan memberikan kepadanya hidup baru, barulah engkau bisa menangis dan baru bisa bernapas. Itu sebabnya, di dalam pemahaman kerohanian, orang Kristen dilahirbarukan dahulu oleh Roh Kudus barulah ia bertobat. Alkitab mengatakan bahwa pada saat seseorang mati di dalam dosa, ia perlu dibangkitkan, lalu sadar bahwa ia berdosa, dan insaf bahwa dosa itu jahat. Sesudah hidup baru, barulah ia bisa bertobat dari dosa. Pertobatan terjadi akibat sadar dosa. Sadar dosa adalah akibat mempunyai hidup yang baru. Jadi Allah pertama-tama membangkitkan engkau, memberikan kelahiran baru, baru engkau bisa bertobat. Anugerah Tuhan mendahului respons manusia. Tuhan memberikan hidup baru, sehingga kita mempunyai dasar untuk mengetahui bagaimana seharusnya berespons kepada Tuhan. Jika Allah tidak memanggil kita, tidak ada seorang pun yang bisa datang kepada Dia. Jika Allah tidak memberikan kasih karunia (anugerah), tidak ada seorang pun yang dapat kembali kepada Dia (Ef. 2:8-9). Manusia yang menemukan jalan ini begitu sedikit, karena yang dipanggil banyak, sementara yang dipilih sedikit. Alkitab mengatakan bahwa Tuhanlah yang memanggil, sedangkan manusia pasif. Maka iman dasar itu bukan berasal dari manusia. Manusia sudah berdosa, tidak mungkin menghasilkan iman kepada Tuhan. Tuhan tetap adalah inisiator yang memberikan iman. Mempunyai iman natural tidak memampukan engkau untuk mendapat iman keselamatan. Dari iman fundamental dan natural menuju iman keselamatan adalah pekerjaan Roh Kudus. Tanpa Roh Kudus, iman natural sampai mati tidak akan berubah. Roh Kudus bekerja sehingga iman natural itu mendengar firman, dan dengan mendengar firman, seseorang kemudian menerima iman keselamatan, iman yang menuju kepada keselamatan, menerima anugerah penebusan karena pekerjaan Roh Kudus. Oleh karena itu, kiranya engkau terus-menerus mendengar khotbah yang baik, sehingga firman akan mencairkan hatimu, mengubah hidup, dan menumbuhkan iman. Iman bertumbuh mulai dari iman natural menjadi iman keselamatan. Ketika seseorang beriman kepada Tuhan, iman itu menjadi saluran di mana kita diperkenan oleh Tuhan.

Iman berasal dari mana? Iman: a) percaya Allah ada; dan b) percaya jika saya mencari Allah, Dia akan memberikan berkat kepada saya. Ini adalah iman natural. Tetapi ketika saya datang kepada Allah, saya harus mendengar firmanNya; dan sesudah mendengar firman, iman itu datang dari pendengaran. Firman akan menciptakan benih iman, barulah kita mampu menerima Kristus. Apabila engkau tidak mendengarkan firman Tuhan, engkau tidak tahu siapa Yesus dan tidak tahu Dia mati menggantikan engkau. Jika engkau sudah mendengar firman, engkau mengetahui bahwa pada saat engkau datang kepada-Nya, menerima keselamatan yang sudah Dia genapi, menerima Dia, pada saat itu kebenaran dari Tuhan, anugerah dari Kristus, dan keselamatan dari salib menjadi bekal yang saya terima menjadi orang yang beriman kepada Dia. Iman datang dari pendengaran, pendengaran akan firman Kristus. Kristus menjadi sumber yang menciptakan iman keselamatan di dalam hatimu, menggenapkan iman yang akhirnya sempurna di dalam hidupmu ketika bertemu Dia. Kristus pendiri dan Kristus adalah Dia yang menciptakan dan menggenapkan iman dari awal hingga akhir. Saya percaya di dalam Dia yang berinkarnasi menjadi manusia. Saya percaya di dalam Dia yang disalibkan sebagai Juruselamat saya. Saya percaya di dalam Dia yang bangkit dan menggenapkan penebusan sebagai pribadi yang ditetapkan dan direncanakan Allah. Oleh karena itu, saya menerima Kristus sebagai Juruselamat pribadi saya.

Ketika engkau menerima Kristus melalui pendengaran akan firman-Nya, maka mulai hari itu engkau menjadi orang Kristen dan berjalan di dalam iman, taat kepada iman yang sudah membentuk engkau langkah demi langkah, menuju ke langkah terakhir, yaitu kesempurnaan iman ketika Yesus datang kembali. Meskipun iman dasar itu telah ditanam dalam hati manusia, karena manusia menekannya, orang itu akhirnya tetap menjadi atheis.

Mengapa manusia tidak mau mendengarkan Injil? Sebelum engkau datang, mereka sudah terbiasa menindas, sehingga engkau pun ditolak. Penindas kebenaran adalah orang yang menghina iman dasar yang Tuhan tanam di dalam hatinya.

Pertama, Allah tidak terlihat. “Saya tidak percaya Tuhan karena saya tidak pernah melihat Tuhan.” Mereka berargumen, “Bagaimana saya bisa percaya pada sesuatu yang tidak saya lihat?” Semua yang tidak kelihatan dianggap tidak ada. Engkau tidak pernah melihat angin, hanya melihat pohon yang bergerak. Engkau juga tidak pernah melihat listrik, hanya melihat lampu menyala. Dapatkah engkau melihat lampu tetapi tidak percaya ada listrik? Berikan kabel listrik yang diberi tegangan 3.000 volt, lalu dia bilang, “Ah, ini hanya kawat saja,” lalu kita beri tahu bahwa ada tegangan listrik yang sangat besar, tetapi dia tidak percaya karena ia tidak bisa melihat listrik itu dan tetap memegang kawat itu. Maka ketika ia mau merespons, pasti sudah terlambat dan dia sudah menjadi arang. Ketika orang mau mengatakan dia percaya, sering kali sudah terlambat dan sudah menjadi arang. Tuhan ingin kita tidak terlambat dan menjadi arang. Tuhan mau orang Kristen hidup. Ketika hidup, jangan main-main dengan Tuhan. Jika engkau menyalakan murka Tuhan, engkau akan dihancurkan. Sebelum mati hancur, engkau berteriak percaya kepada Tuhan, itu sudah terlambat. Orang yang berkata bahwa ia tidak melihat Tuhan maka Allah tidak ada, adalah orang yang sangat bodoh, karena dia menekan benih iman dengan cara melihat sebagai bukti keberadaan Allah.

Kedua, Allah tidak di dalam pengalaman kita. Ada orang tidak percaya Allah ada karena Allah tidak berada di dalam pengalamannya. “Saya tidak percaya Allah ada karena saya tidak pernah mengalami.” Ini adalah kebodohan kedua, karena dia kira Allah harus melalui pengalaman dia yang terbatas untuk menentukan dan menyatakan ketidakterbatasan Allah.

Ketiga, Allah tidak dapat dibuktikan. Ada orang tidak percaya Allah karena ia belum membuktikannya. Bukti seperti apa yang memiliki kualifikasi cukup yang sanggup kita pakai untuk membuktikan keberadaan Allah?

Keempat, Allah melampaui akal manusia. “Saya tidak percaya kepada Allah karena saya pikir tidak masuk akal.” Inilah empat presuposisi yang salah, yang selalu digunakan manusia untuk menjadi alasan atheisme melawan iman yang sebenarnya sudah ditanam di dalam hatinya. Bolehkah Allah dibatasi hanya Allah yang bisa dilihat; bolehkah Allah dibatasi oleh pengalaman hidup manusia; bolehkah Allah dikenal hanya jika Allah itu masuk akal; bolehkah Allah dibatasi oleh pengertian manusia; bolehkah Allah dibatasi oleh pembuktian manusia? Menurut Theologi Reformed, Allah ada bukan karena dilihat,
dibuktikan, dialami, dan dimengerti dengan rasio. Allah tidak boleh kita batasi, karena: 1) Allah melampaui penglihatan manusia; 2) Allah melampaui pengalaman; 3) Allah melampaui pikiran; dan 4) Allah melampaui bukti.

Ada satu gelas air yang hanya berisi separuh dan sebuah pen. Pen yang bentuknya lurus tegak, ketika dimasukkan ke dalam air, ia terlihat tidak lurus lagi. Lalu Saudara mengatakan, “Saya lihat sendiri, pen itu bengkok.” Engkau membuktikan pen ini tidak lurus atas penglihatanmu? Seorang filsuf Prancis, René Descartes, mengatakan bahwa kita bisa berpikir melalui melihat menggunakan indra dan berpegang pada indra. Melalui indra memberi isyarat, masuk ke dalam pikiran mendapatkan impresi. Impresi adalah kesan melalui isyarat dari indra, yang disalurkan ke otak lalu kita berpikir. Kita berpikir pen ini bengkok karena mata kita melihat pen ini bengkok. Tetapi ketika ditarik keluar dari gelas, pen tersebut tidak bengkok. Berarti kita ditipu oleh mata kita sendiri.

Ketika engkau selalu menerima isyarat mata, pikiran tidak bekerja. Semua yang dilihat dianggap benar. Cara pikir seperti ini disebut empirisme. René Descartes mengatakan bahwa pikiran kita ditipu oleh mata. Mata bisa menipu pikiran karena setan selalu mengganggu mata. Ada orang Karismatik yang mengatakan, “Jika engkau bermimpi melihat Yesus, engkau pasti beriman,” atau, “Engkau disembuhkan kankernya, engkau pasti beriman kuat.” Ini orang yang sudah terjebak percaya pada mimpi, penglihatan, dan pengalaman, di mana ia baru bisa percaya jika hal itu bisa dia buktikan, dia lihat, dia alami, atau dia mengerti. Ini bukanlah cara kita percaya. Pada pembahasan berikutnya, kita perlu memperhatikan bagaimana Alkitab menunjukkan kesalahan-kesalahan ini. Amin. 

Sumber : https://www.buletinpillar.org/pdf/fisik/pillar-212-202103.pdf