Adanya kepastian hukum atas kegiatan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN dan PPnBM oleh pemungut, penyetor, dan pelapor pajak serta untuk memberikan kemudahan bagi BUMN dan Perusahaan Tertentu yang yang dimiliki secara langsung oleh BUMN dalam melaksanakan kewajiban sebagai pemungut PPN maka diperlukan penyesuaian adalah pertimbangan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan nomor 8/PMK.03/2021 tentang tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN/PPnBM oleh BUMN dan Perusahaan Tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN sebagai pemungut PPN. Hal ini mencabut ketentuan semula yaitu :
- Peraturan Menteri Keuangan nomor 37/PMK.03/2015 tentang penunjukan badan usaha tertentu untuk memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, serta tata cara pemugutan, penyetoran, dan pelaporannya.
- Peraturan Menteri Keuangan nomor 136/PMK.03/2012 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan nomor 85/PMK.303/2012 tentang Penunjukan Badan Usaha Milik Negara Untuk Memungut, Menyetor, Dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporannya.
Tentang dua ketentuan yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku tersebut pernah dibahas dalam tulisan sebelumnya yang berjudul Badan Tertentu sebagai Pemungut PPN/PPnBM dan BUMN sebagai Pemungut PPN/PPnBM. Tentang substansi perubahan yang ada dalam ketentuan terbaru ini akan diuraikan dalam tulisan berikut, semoga bermanfaat.
Penyerahan BKP/JKP dari Rekanan kepada Pemungut & Antar Pemungut
Pengertian BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Perusahaan tertentu merupakan perusahaan yang dimiliki secara langsung oleh BUMN dengan kepemilikan saham di atas 25% yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Pemungut PPN adalah BUMN dan Perusahaan tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN, Sementara rekanan adalah Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Badan Usaha Milik Negara.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) oleh rekanan kepada Pemungut PPN dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Pemungut PPN.
Apabila terjadi penyerahan BKP/JKP oleh pemungut PPN kepada Pemungut PPN lainnya, maka PPN/PPnBM yang terutang dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh pemungut PPN yang melakukan penyerahan BKP/JKP (seperti transaksi antar PKP non Pemungut).
PPN atau PPN/PPnBM tidak dipungut oleh Pemungut PPN
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut oleh Pemungut PPN dalam hal :
- pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) termasuk jumlah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang dan bukan merupakan pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dari Rp. 10.000.000,-;
- pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
- pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero);
- pembayaran atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan telekomunikasi.
- pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; dan/atau
- pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang sebagimana disebutkan di atas dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh rekanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Kewajiban Rekanan dan Pemungut PPN
Rekanan wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan BKP/JKP kepada pemungut PPN. Faktur Pajak harus dibuat pada saat :
- penyerahan BKP dan/atau JKP;
- penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan/atau sebelum penyerahan JKP;
- penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.
Pemungut PPN wajib menyetorkan PPN atau PPN/PPnBM yang telah dipungut dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak dilakukan pemungutan berakhir. SSP atau sarana adminitrasi lain yang disamakan dengan SSP dibuat oleh pemungut PPN atas nama rekanan dengan mencantumkan :
- NPWP, nama, dan alamat rekanan pada kolom NPWP, kolom nama, dan kolom alamat;
- kode dan nomor seri faktur pajak (NSFP) pada kolom uraian.
Pemungut PPN wajib melaporkan PPN atau PPN/PPnBM yang telah dipungut dan disetor dengan menggunakan SPT Masa PPN bagi pemungut PPN (1107 PUT), paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah masa pajak dilakukannya pemungutan. SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN wajib dilampiri dengan daftar nominatif Faktur Pajak dan SSP atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan SSP. Apabila pemungut PPN tidak memenuhi ketentuan tersebut,pemungut PPN dikenai sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.
…
Download Peraturan Menteri Keuangan nomor 37/PMK.03/2015