Dalam tulisan terdahulu yang berjudul “Tarif PPh Badan Turun? Seberapa Perlukah?” adalah salah satu dari beberapa kebijakan perpajakan yang fundamental segera dilakukan. Dalam tulisan tersebut bahwasanya poin penting dalam perpajakan adalah memperbaiki prilaku kesadaran perpajakan, bahwa banyak potensi diluar sana yang masih bisa dicari utamanya adalah munculnya pembayara pajak baru dibandingkan hal-hal lainnya. Namun apapun itu, pemerintah dengan tim perpajakannya tentu memiliki perspektif yang berbeda dengan apa yang ada terbaik dalam benak penulis yang tujuannya adalah sama memajukan pereknomian dan kemandirian bangsa.

Penulis mencatat ada beberapa hal yang merupakan kebijakan fundamental yang rencananya dibingkai dalam RUU tentang ketentuan dan fasilitas perpajakan untuk penguatan ekonomi.

Penurunan tarif

Tarif PPh Badan direncanakan turun secara bertahap dengan rincian 22% pada tahun 2022 dan efektif berlaku 20% pada tahun fiskal 2023, Sementara untuk perusahaan go public tarif PPh lebih rendah 5% dari normal dan untuk yang baru terdaftar tarif menjadi 3% lebih rendah dan berlaku selama 5 tahun.

Sementara tarif yang berlaku untuk PPh Badan sekarang ini adalah :

  • tarif 0.5% dari peredaran bruto, hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2018  tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. Artinya untuk penggunaan tarif ini dibatasi omsetnya antara Rp. 1,- s.d. Rp. 4.800.000.000,-.
  • tarif diskon  (25% x 50%) atau 12,5% dari  peredaran bruto yang tidak melebihi Rp. 4.800.000.000,-  untuk yang peredaran bruto keseluruhan  sampai dengan Rp. 50.000.000.000,-. Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 31E UU PPh.
  • tarif 20% dari Penghasilan Kena Pajak, hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 17 ayat 2b yaitu khusus bagi Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya.
  • tarif 25% dari Penghasilan Kena Pajak, hal ini bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang omsetnya melebihi batasan Rp. 50.000.000.000n-   sebagaimana diatur dalam pasal 17 ayat 2 UU PPh.

Penghapusan PPh atas Dividen

Penghapusan PPh atas dividen yang diterima wajib pajak badan dalam negeri dihapuskan dengan syarat atas dividen tersebut ditanamkan kembali dalam bentuk instrumen investasi di Indonesia.

Sebagaimana kita ketahui bahwasanya untuk penyertaan saham dibawah 25% untuk Wajib Pajak badan adalah merupakan objek pajak yang dikenakan tarif 15% sebagaimana dijelaskan dalam pasal 23 UU PPh.

Worldwide menjadi Teritorial

Seperti Amerika, Indonesia juga berencana melakukan perubahan sistem pajak dari worldwide menjadi teritorial untuk WP OP baik domestik dan subjek pajak luar negeri. Penentuan subjek pajak berlaku berdasarkan periode waktu 183 hari.

Seperti kita ketahui bawhasanya, negara tempat penghasilan diperoleh sering disebut negara sumber adalah memiliki hak pemajakan pertama atas suatu penghasilan. Sementara itu, negara tempat wajib pajak bertempat tinggal atau berkedudukan sering diebut negara domisili memiliki dua alternatif untuk mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber dari luar negeri yang diterima oleh subjek pajaknya, yaitu berdasarkan sistem pajak worldwide atau territorial.

Dalam sistem worldwide, suatu negara akan mengenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri (WPDN) di negara tersebut (Pasal 4 ayat 1 UU PPh), tanpa memperhatikan apakah penghasilan tersebut bersumber dari dalam negeri maupun dari luar negeri.

Ketentuan ini memberikan kesimpulan bahwa pada dasarnya dalam sistem pajak worldwide terdapat dua prinsip yang mendasari sistem ini. Prinsip pertama adalah prinsip domisili yang digunakan untuk memajaki penghasilan WPDN. Prinsip kedua adalah prinsip sumber yang digunakan untuk memajaki penghasilan WPLN.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa bagi negara yang menerapkan sistem pajak worldwide berlaku ketentuan sebagai berikut:

  • seluruh penghasilan yang diterima oleh WPDN, akan dikenakan pajak tanpa memperhatikan dari mana asal penghasilan apakah dari dalam negeri atau pun dari luar negeri; dan
  • setiap penghasilan yang diterima oleh WPLN yang bersumber dari negara tersebut juga akan dikenakan pajak di negara yang bersangkutan.

Sebaliknya, negara dengan sistem pajak territorial hanya mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber atau dianggap bersumber dari negara/yurisdiksinya. Sementara itu, penghasilan yang bersumber dari luar negara tersebut (foreign income), tidak dikenakan pajak. Sistem ini disebut juga dengan istilah full territoriality .

Oleh sebab itu, negara yang menganut sistem pajak territorial mempunyai hak untuk mengenakan pajak terhadap semua wajib pajak baik berstatus WPDN maupun WPLN. Namun, hak pemajakan tersebut dibatasi hanya atas penghasilan yang bersumber dari negara tersebut (Avi-Yonah, Sartori, dan Amrian, 2011). Artinya, dalam sistem pajakterritorial, hanya penghasilan yang bersumber dari dalam negeri yang dikenai pajak secara efektif 

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa bagi negara yang menerapkan sistem pajak territorial berlaku ketentuan sebagai berikut:

  • setiap penghasilan yang bersumber dari negara tersebut, akan dikenakan pajak tanpa memperhatikan apakah pihak yang menerima penghasilan merupakan WPDN atau WPLN; dan
  • semua penghasilan yang bersumber dari luar negeri dikecualikan dari pengenaan pajak di negara tersebut.

Perbedaan mendasar antara sistem pajak worldwide dan sistem pajak territorial terletak pada perlakuan atas penghasilan yang bersumber dari luar negeri. Sistem pajak worldwide mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber dari luar negeri, sedangkan sistem pajak territorial tidak. Namun, dalam praktiknya, mayoritas negara tidak ada yang menganut satu sistem pajak secara menyeluruh, melainkan hanya memiliki kecenderungan terhadap salah satunya saja.

Saat suatu negara disebut sebagai negara yang menerapkan sistem pajak territorial atau sistem pajak worldwide, tidak dapat diartikan bahwa negara tersebut adalah negara yang telah mengadopsi bentuk murni atau ideal dari sistem pajak territorial atau worldwide. Namun, harus dipahami bahwa penyebutan tersebut mengacu pada karakteristik dominan dari sistem pajak internasional yang diterapkan oleh masing-masing negara tersebut.

 

Bersambung…