Bab 1 :
MANUSIA : MAKHLUK KRUSIAL (2)

“Menyangkal diri, memikul salib, dan mengikut Aku” adalah perintah yang sangat luar biasa. Semua prinsip ini telah ada sejak kekekalan. Prinsip ini merupakan prinsip total yang telah Tuhan sediakan khusus bagi oknum-oknum yang berpribadi, yang memiliki roh kekal, yaitu malaikat dan manusia saja. Malaikat dan manusia sama-sama diberi kebebasan untuk memilih mau hidup bagi diri sendiri atau hidup bagi Diri Allah. Itu sebabnya ada malaikat yang melawan kehendak Allah. Itulah pertama kalinya ada sesuatu yang disebut dosa. Baru saat itulah ada yang disebut dosa. Sebelumnya tidak ada dosa karena Allah tidak pernah menciptakan dosa. Jadi, kalau demikian, dosa itu dari mana?

IBLIS DAN DOSA : ASAL MULANYA

Kebebasan adalah pemilihan. Antara hidup bagi diri sendiri atau hidup bagi Allah. Ketika di antara sekian banyak penghulu malaikat, ada satu penghulu malaikat yang sangat berbakat, berkarunia dan memiliki begitu banyak pengikut mulai berpikir, “Saya mau hidup bagi diri saya,” maka dia mulai tidak hidup bagi Diri Allah, dan saat itu dia telah jatuh dan berdosa. Dia mau semua malaikat yang ada di bawahnya taat kepadanya, tetapi dia sendiri tidak mau taat kepada Allah. Dia merasa dirinya sedemikian hebat, tetapi dia lupa bahwa seberapa pun hebatnya dia, itu hanya kehebatan yang diberikan oleh Allah. Dia lupa bahwa kehebatan yang begitu besar itu hanyalah pinjaman dari Allah, suatu anugerah yang akan dituntut pertanggungjawabannya. Dia lupa bahwa betapa pun hebatnya, bertalentanya, mulianya,dan kekalnya dia, dia hanyalah ciptaan dan bukannya Pencipta.

Dia mulai mau berkuasa dan tidak memperkenankan Allah memegang monopoli kuasa serta menjadi “diktator” dalam hidupnya. Dia merasa tidak suka harus berada di bawah Allah. Karena merasa memiliki bakat yang sedemikian hebat, maka timbullah hati yang memberontak kepada Allah. Hal ini tidak diketahui oleh siapa pun juga kecuali oleh Allah sendiri karena dia di luar, dia tetap kelihatan seperti melayani dan seperti penuh kesucian, padahal di dalam hatinya dia hanya mau memuliakan dirinya sendiri. Ketika dia mulai memutar arah pelayanannya, semua malaikat lainnya tidak tahu.

Pada usia enam belas tahun, saya mulai mempelajari beberapa lagu yang sulit sekali. Saya ikut koor dan menyanyikan lagu pujian dari Handel atau Mozart. Ketika menyanyikan lagu-lagu itu, orang lain tidak mengetahui bahwa ketika mulut saya menyanyikan Haleluya, sebenarnya hati saya menyanyi lain, yaitu: “Hai Saudara-saudara, ketahuilah bahwa saya pandai menyanyi…” Orang lain tidak mengetahui bahwa ketika saya sedang menyanyikan lagu yang sulit dan panjang itu, saya mempunyai tujuan lain, yaitu ingin menunjukkan kepada semua orang bahwa ada pemuda hebat yang suaranya lumayan. Orang-orang saya tarik untuk melihat saya, bukan melihar Tuhan. Itu sebabnya kita tidak boleh lupa bahwa mungkin saja kita bisa sambil melayani kita berlaku seperti Iblis. Hal ini sangat mungkin terjadi! Jangan anggap jika sudah menjadi majelis pasti kerohaniannya hebat sekali, atau bahkan kalau sudah menjadi pendeta pasti kerohaniannya baik. Banyak sekali pendeta, majelis, pengurus, anggota koor, yang sambil melayani mereka memilih hidup untuk diri sendiri. Pada saat itu Saudara sudah seperti Iblis!

Jika Saudara berkhotbah dengan tujuan agar semua orang tahu bahwa Saudara adalah seorang yang fasih lidah dan berpengetahuan tinggi, maka Saudara sebenarnya sudah mengambil keputusan bahwa khotbah itu bertujuan untuk memuliakan diri sendiri, bukan untuk memuliakan Tuhan. Dan pada saat itu, Saudara sebenarnya sedang bekerja bagi Iblis, bukan bagi Tuhan. Semakin saya mengerti kunci dan rahasia Alkitab, semakin saya gentar. Setiap saat kita bisa jatuh tergelincir ke dalam pencobaan dan godaan, sehingga kita kalah dan menganggap diri kita sebagai orang penting di dalam gereja. Mungkin sekali ketika kita sudah jatuh sedemikian dalam, kita tahu bahwa sebenarnya kita sudah dipakai oleh Iblis, tetapi kemudian kita mengukuhkan diri dan beranggapan bahwa kita masih melayani Tuhan.

Iblis bukan jatuh ke bawah, tetapi justru jatuh ke atas. Mungkin Saudara heran dengan istilah ini. Saudara merasa tidak mungkin ada hal “jatuh ke atas”. Saudara beranggapan semua jatuh harus ke bawah. Tetapi Saudara tidak boleh lupa bahwa hal itu terjadi sebab Saudara sudah terbiasa dikondisikan dengan adanya gravitasi bumi. Karena adanya gaya tarik bumi dan karena Saudara hidup di dalam wilayah gaya tarik bumi ini, maka kekuatan gaya tarik bumi telah membuat Saudara dari sejak kecil membentuk konsep yang salah, yaitu semua jatuh harus ke bawah. Tetapi Alkitab mengatakan bahwa ada satu oknum yang bisa “jatuh ke atas.”

Jatuh ke atas adalah kejatuhan yang terjadi ketika satu pribadi mau menjadi Allah. Pribadi itu menolak untuk menjadi seperti apa adanya dia. Inilah kejatuhan ke atas! Ketika penghulu malaikat mau menjadi Allah dan tidak mau menjadi malaikat, maka ia jatuh ke atas. Begitu pula pada saat seseorang tidak mau berada di tempat yang ditetapkan oleh Tuhan baginya, berusaha melarikan diri dan mau naik ke derajat yang lebih tinggi untuk merebut kemuliaan Tuhan, pada saat itu ia sedang jatuh ke atas.

Jangan kira hanya pelacur dan pemungut cukai yang celaka. Tuhan Yesus menegaskan bahwa para ahli Taurat dan orang Farisi juga adalah orang-orang yang celaka. Bedanya, jika para pelacur dan pemungut cukai jatuh ke bawah, maka para ahli Taurat dan orang Farisi jatuh ke atas. Allah yang tidak dikunci oleh gaya tarik bumi memberikan teguran yang keras kepada para pemimpin agama: “munafik engkau, celaka engkau!” Jauh lebih keras daripada teguran terhadap para pelacur dan pemungut cukai. Ini karena Tuhan mengetahui apa artinya jatuh ke atas.

Sebenarnya yang disebut “jatuh” tidak harus ke bawah atau ke atas. Esensi “jatuh” adalah pergeseran dari status yang asli. Jatuh secara rohani berarti bergeser dari status asli. Status asli itu diberikan oleh Tuhan siupaya kita berada di tempat itu, memeliharanya, dan bertanggung jawab kepada-Nya, berdasarkan status yang Ia berikan kepada kita. Itu baru tanggung jawab sejati. Tetapi, jika Saudara bergeser dari status yang ditetapkan oleh Tuhan, maka kita dianggap sebagai suatu kejatuhan. Allah memberikan vonis kepada malaikat-malaikat yang jatuh sebagai makhluk yang tidak memelihara status yang asli.

Ketika seseorang tidak memelihara status aslinya, maka ia pasti jatuh. Charles jatuh karena walaupun sudah mempunyai Diana, dia masih mencintai wanita lain. Setelah melihat Charles jatuh, Diana juga ikut-ikutan jatuh. Charles jatuh dengan satu orang, Diana jatuh dengan tiga orang, sehingga jatuhnya lebih hebat lagi. Kalau Charles pezinah laki-laki, maka Diana adalah pezinah perempuan. Tetapi begitu banyak orang yang tertipu oleh kecantikannya dan menganggap dia seorang yang agung. Orang seperti ini sangat najis di hadapan Tuhan! Dia lupa bahwa dia seorang Kristen dan hampir saja menikah dengan seorang playboy yang tidak bertanggung jawab. Itulah contoh jatuh ke atas. Jikalau kita bergeser dari status yang ditetapkan oleh Tuhan, maka itu berarti kita telah jatuh.

Jangan Saudara kira hanya dengan berbuat kebajikan atau amal seseorang bisa segera menjadi agung. Tuhan melihat hati! Tuhan melihat seluruh kebajikan yang dilakukan hanya merupakan suatu kewajiban yang wajar. Tetapi sebagai manusia yang diciptakan oleh Tuhan, sudahkah kita memelihara status yang Tuhan telah tetapkan bagi kita? Manusia akhir abad ke dua puluh ini secara merata telah mengalami kebobrokan rohani. Hal ini disebabkan karena manusia sudah terbiasa hidup untuk diri sendiri, sehingga segala sesuatu dilihat berdasarkan nilai dari sudut pandang manusia berdosa. Kita tidak lagi bisa melihat segala sesuatu dari takhta Tuhan, dari sudut pandang Allah. Betapa menyedihkan! Dunia ini berada di dalam kondisi yang sangat gawat. Dunia melihat dengan mata yang sedemikian rabun dengan nilai yang sedemikian rendah. Itu sebabnya kita perlu memiliki kunci master sehingga kita bisa hidup sesuai dengan apa yang ditetapkan oleh Tuhan.

Ketika penghulu malaikat mau menjadi seperti Allah, berusaha merebut takhta Allah, maka ia sedang jatuh ke atas. Tuhan tidak akan berbagi takhta-Nya dengan malaikat. Apakah takhta-Nya terlalu sempit? Ataukah karena takut kedudukan-Nya dirampas oleh pribadi lain sehingga Dia iri hati? Tidak! Alkitab dengan tegas memberikan prinsip pembeda bahwa Yang Mencipta adalah Yang Mencipta dan yang dicipta adalah yang dicipta. Tidak ada kemungkinan bagi yang dicipta untuk dapat menyaingi Yang Mencipta, tidak ada kemungkinan bagi yang dicipta untuk dapat memiliki kemuliaan yang setara dengan Yang Mencipta. Itu sesuatu yang mustahil!

Dalam kitab Yesaya Allah berkali-kali menegaskan bahwa Ia tidak akan memberikan takhta-Nya kepada ilah palsu. Ketika Saudara menyembah berhala, Saudara sedang memaksa Allah untuk berbagi kemuliaan dengan yang dicipta. Itu adalah dosa! Ketika Saudara lupa bahwa Saudara harus berada di dalam status dan prinsip yang sudah ditetapkan oleh Tuhan, dan Saudara “bermain” sedikit saja, maka Saudara sedang mremaksa Allah untuk membagikan kemuliaan dan kehormatan-Nya kepada yang dicipta. Allah akan murka! Bukan karena Allah iri hati atau terlalu kecil takhta-Nya, tetapi hal itu memang tidak mungkin. Allah adalah Allah. Allah adalah Esa. Itu berarti tidak ada pembandingnya. Itulah Allah yang Esa. Selain Dia tidak ada lagi yang sama dengan Dia.

Ketika penghulu-penghulu malaikat sedang memuja Allah, maka seluruh anak buah malaikat melihat “jenderal” mereka sedemikian hebat, sedemikian berkharisma memuja Allah. Tetapi pada saat yang sama, Allah sedang melihat bahwa di antara para “jenderal” ada yang sedang berkhianat di dalam hatinya. Maka ia mengeluarkan vonis: “Engkau berdosa!” yang bergema di seluruh alam semesta. Itu terjadi sebelum manusia diciptakan. Inilah vonis yang pertama, dan ketika vonis yang pertama ini dikumandangkan, itulah awal adanya dosa. Maka berdasarkan pengertian Kitab Suci, dosa tidak ada sebelum Allah memberikan vonis-Nya.

Oleh sebab itu, kita tidak mempercayai adanya pra-eksistensi dosa, dan baru kemudian Iblis dikaitkan dengan dosa. Lalu Saudara bertanya dosa itu berasal dari mana. Pertanyaan ini tidak tepat. Ketika kita mempelajari theologi, ada satu masalah yang cukup pelik, yaitu mempertanyakan asal mula dosa. Jika dikatakan bahwa dosa itu berasal dari kecongkakan, sehingga Iblis jatuh karena dia menjadi congkak, maka orang kemudian akan bertanya lagi, congkak itu dari mana. Pemikiran sedemikian sangatlah bodoh. Sesungguhnya, pertanyaan yang harus diajukan haruslah kembali kepada: mengapa Allah memvonis malaikat itu berdosa? Itu karena kepada malaikat diberikan kehidupan yang berkemungkinan untuk memilih, antara hidup berpusat pada Allah atau berpusat pada diri sendiri, dan kemungkinan ini memang diberikan oleh Allah.

Ketika ditanya lagi mengapa Allah memberikan kebebasan sedemikian? Bukankah kalau tidak ada kebebasan hal itu tidak mungkin terjadi? Jawabnya adalah tidak mungkin tidak ada kebebasan! Kebebasan adalah keharusan yang mutlak (absolute necessity). Mengapa? Karena di dalam kebebasan baru bisa diletakkan fondasi moralitas. Tanpa kebebasan tidak akan ada moralitas! Oleh karena itu, kebebasan sangat krusial posisinya dan sangat penting keberadaannya.

Ketika penghulu malaikat mau menjadi sama seperti Allah, maka di dalam Yesaya 14:12 dst. Dan Yehezkiel 38, digambarkan bagaimana penghulu malaikat itu sebenarnya adalah kerub yang sangat indah, mulia dan agung, tetapi akhirnya jatuh, dicampakkan, melarat, dan akan dibinasakan. Inilah asal mula Iblis (Setan). Arti kata “Iblis” adalah penantang. Kata Iblis berarti ia adalah penantang Allah. Jika menantang Allah berarti yang menantang itu sedang melawan kebaikan, melawan kehormatan, melawan kesucian, melawan keadilan, melawan kebenaran, karena Allah adalah Dirinya kebaikan, Dirinya kehormatan, Dirinya kesucian, dan seterusnya. Maka setelah vonis Allah itu, barulah ada dosa dan barulah ada Iblis.

Iblis bukan sekadar makhluk yang menakutkan yang giginya panjang atau bertanduk. Tidak! Yang disebut Iblis adalah malaikat yang luar biasa mulianya dan luar biasa kuasanya, tetapi yang hatinya menantang Allah. Janganlah kita memiliki pikiran yang kita karang sendiri. Kalau kita berpikir bahwa Iblis itu matanya hijau menyala-nyala, taringnya besar dan bertanduk, lalu juga mempunyai cakar, itu adalah Iblis buatan manusia. Alkitab tidak pernah memberikan gambaran seperti itu! Seringkali pikiran kita sudah dicemarkan oleh penulis atau pelukis atau pengkhotbah yang tidak bertanggung jawab. Seperti halnya jika setiap kali Saudara memikirkan tentang Roh Kudus, langsung Saudara mengaitkan dengan aksi jatuh-jatuhan atau goyang-goyang atau semua fenomena aneh lainnya. Alkitab tidak pernah menyatakan seperti itu dan gambaran seperti itu tidaklah tepat. Alkitab justru mengatakan bahwa penghulu malaikat itu indah dan cantik sekali.

Setan yang menakutkan tidak perlu terlalu ditakuti. Yang lebih perlu ditakuti adalah setan yang cantik-cantik, yang lebih cantik daripada Diana. Kalau Saudara melihat setan yang menakutkan, maka paling parah Saiudara masuk rumah sakit selama dua bulan karena shock. Tetapi setan yang cantik, yaitu pelacur yang terus tidur di sebelah Saudara, yang selalu menggoda Saudara dan membuat Saudara bercerai dengan istri Saudara, itulah yang perlu sangat ditakuti. Penantang kehendak Allah, itulah setan-setan yang seringkali tidak kita sadari.

Dosa dalam bahasa Yunani (hamartia) berarti meleset dari sasaran. Itu sama dengan arti dosa dalam Perjanjian Lama, yang berarti bergeser dari statusnya. Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sangat konsisten di dalam menyatakan bahwa ada tujuan dan rencana Allah yang mau digenapkan, di mana Tuhan menciptakan setiap manusia dengan kedudukan tertentu. Jika kita mengabaikan atau menantang kehendak-Nya, maka kita telah menjadi seperti Iblis.

Saya sangat gentar setiap kali harus membicarakan hal-hal seperti ini. Allah terlalu agung sehingga kita tidak boleh sembarangan hidup dihadapan-Nya. Allah terlalu suci, sehingga kita tidak boleh hidup di dalam penghinaan diri. Allah sedemikian mulia sehingga kita tidak boleh mempermalukan makhluk yang diciptakan menurut peta dan teladan-Nya.

Setelah terjadinya vonis Allah, maka kini ada penantang yang tidak Allah musnahkan. Hal ini membuat banyak orang bertanya, “Mengapa ketika Iblis jatuh tidak langsung dibinasakan saja? Bukankah dengan tidak memusnahkan Iblis, masalah menjadi berlarut-larut dan membuat manusia terus terganggu olehnya? Bukankah kalau Iblis langsung dimusnahkan, Yesus tidak perlu turun ke dalam dunia dan tidak perlu dicobai oleh Iblis? Mengapa harus menunggu sampai prosesnya menjadi begitu panjang, mengapa tidak langsung dibereskan saja?”

Ketika kita memberikan usulan kepada Allah agar Iblis sebaiknya langsung dimusnahkan saja, sebenarnya tanpa sadar kita sedang mengangkat diri menjadi penasihat Allah. Saat itu kita sedang bergeser dari status kita yang seharusnya, karena tidak ada yang mengangkat kita menjadi penasihat Allah. Mungkin kita akan menyanggah bahwa itu adalah aktivitas rasio kita; kita memikirkan alternatif yang menurut kita lebih baik, lalu kita pikir Allah harus begini dan harus begitu. Pertanyaannya, siapa yang berhak menetapkan Allah harus begini atau harus begitu? Bukankah dalam hal ini pun kita mau menjadi penasihat Allah? Pekerjaan sedemikian adalah pekerjaan Iblis!

Ketika saya merancang sebuah gereja di Jakarta, rancangan itu kemudian diserahkan kepada sebuah perusahaan yang besar. Perusahaan itu menunjuk seorang insinyur yang menggambar rancangan saya. Ternyata ia dengan semaunya mengubah desain yang telah saya buat. Setelah itu, gambar yang sudah selesai itu ditunjukkan kembali kepada saya. Saya langsung melihat gambar itu mengandung begitu banyak hal yang tidak beres, yang tidak dilihat oleh insinyur itu. Saya kemudian memanggil dia dan saya tunjukkan bahwa gambar yang dibuat banyak yang tidak beres, sehingga akibatnya banyak jemaat yang nantinya tidak bisa melihat pengkhotbah. Selain itu akustiknya juga tidak beres. Ia baru sadar bahwa di dalam rancangannya terdapat begitu banyak hal yang tidak beres. Mengapa bisa demikian? Karena ia bukan seorang pengkhotbah! Ia tidak pernah berdiri di mimbar ribuan kali sehingga ia tidak pernah mengerti dari sudut pandang seorang pengkhotbah. Dan saya rasa pengkhotbah yang menjadi perancang gereja juga sedikit sekali. Saya sudah merancang sehingga sudut kemiripan dan bentang yang ada dibuat sedemikian rupa, agar setiap orang bisa melihat pengkhotbah dengan baik. Maka, saya perintahkan dia untuk menggambar kembali seperti semula. Setiap kali dia tanya alasan desain saya, saya jelaskan. Akhirnya, dia belajar banyak sekali, karena dia rendah hati.

Tetapi jika pada saat itu ia katakan, “Saya lulusan ITB, engkau Stephen Tong lulusan mana? Saya pasti lebih hebat daripada kamu.” Maka pastilah ia tidak bisa belajar lebih baik. Sekadar Saudara ketahui, bahwa Frank Lloyd Wright, salah seorang arsitek terbesar abad kedua puluh ini, tidak pernah belajar arsitektur! Jika seseorang baru belajar sedikit sudah merasa congkak, maka ia tidak akan bisa belajar banyak. Demikian juga, banyak pendeta yang setelah lulus sekolah theologi, yang seumur hidup tidak pernah belajar lagi, mereka tidak pernah maju lagi. Theolog terbesar dalam zaman reformasi, John Calvin, tidak pernah masuk sekolah theologi! Mengapa? Ini semua merupakan ironi. Saya bukan mau membela diri, tetapi memang ada pelajaran-pelajaran yang bisa kita dapat jika kita betul-betul rendah hati mau belajar. Setiap hal ada prinsipnya. Arsitektur ada prinsipnya, khotbah ada prinsipnya, theologi ada prinsipnya, menggubah musik ada prinsipnya, bahkan membuat satu mikrofon juga ada prinsipnya. Jika Saudara mendapatkan kunci master untuk mengetahui segala kesulitan sehingga Saudara dapat mernghindarkan diri dari segala kesulitan itu, maka Saudara akan mendapatkan kebijaksanaan.

Manusia seringkali berkata kepada Tuhan, “Tuhan harus begini, harus begitu,” Tuhan akan bertanya, “Engkau dan Saya, maka yang lebih pandai?” Kita seringkali mau menjadi penasihat Tuhan, tetapi hal itu tidak mungkin. Memang sekarang kita tidak mengerti, tetapi nanti kita akan mengerti. Yang penting status kita jangan digeser, karena begitu status yang Tuhan kehendaki digeser, maka semua akan menjadi kacau.

Mengapa hidup manusia begitu sulit? Karena manusia seringkali hidup dengan tidak rela menjadi manusia. Manusia sekarang berada di dalam status sudah jatuh dalam dosa, sehingga manusia merasa kesulitan untuk menjadi manusia. Eksistensialisme muncul dan menawan simpati begitu banyak orang karena ia melukiskan bagaimana manusia yang tidak rela menjadi manusia. Eksistensialisme mendapatkan gema yang begitu besar setelah selesainya Perang Dunia II. Pada saat begitu banyak orang menjadi sedemikian kosong, tawaran eksistensialime mendapat sambutan yang meriah, padahal ia bukan kebenaran. Eksistensialisme hanya berusaha mengisi kekosongan dengan teori kekosongan itu sendiri.

Amin.
SUMBER :
Nama Buku : Ujian, Pencobaan & Kemenangan
Sub Judul : Bab 1 : Manusia : Makhluk Krusial (2)
Penulis : Pdt. DR. Stephen Tong
Penerbit : Momentum, 2014
Halaman : 14 – 24