PENDAHULUAN

Sekilas tema “Ujian, Pencobaan, dan Kemenangan” ini sepertinya merupakan tema yang biasa. Tetapi kita segera harus menyadari bahwa ini bukanlah tema yang sederhana, karena ternyata tema ini memiliki relevansi yang sedemikian kompleks dalam kehidupan manusia.

Mengapa manusia, khususnya orang Kristen, harus berada di bawah pencobaan? Mengapa orang Kristen diperbolehkan oleh Allah untuk dicobai Iblis? Dan bagaimana orang Kristen bisa hidup mencapai kemenangan?

Mungkin Saudara menduga bahwa pembahasan dalam buku ini akan dibagi menurut sub-topik yang ada, seperti bab 1 tentang ujian, kemudian bab 2 tentang pencobaan, dan bab 3 tentang kemenangan; namun sebenarnya tidak demikian. Pembahasan dalam setiap bab justru akan mengaitkan semua sub-topik secara keseluruhan.

Pada bab 1 kita akan membicarakan tentang manusia sebagai makhluk yang krusial. Di sini kita akan melihat status manusia yang begitu unik yang mengakibatkan manusia harus menerima ujian dan pencobaan. Di samping itu, kita juga akan melihat asal mula dosa dan kaitan semua itu dengan manusia. Pada bab 2 kita akan membicarakan status manusia dalam suatu paradoks yang bersifat krusial. Kita akan melihat lima “status antara” dari manusia yang bersifat kritis sebagai akibat manusia diciptakan sesudah adanya Iblis. Pada bab 3 kita akan membicarakan keharusan ujian dan pencobaan sebagai proses yang harus dijalani oleh manusia. Dan pada bab 4, kita akan membahas Kristus sebagai teladan segala zaman, yang telah mengalami ujian dan pencobaan dan mencapai kemenangan-Nya.

Dengan metode pembahasan seperti ini, Saudara mungkin akan berpikir bahwa apa yang sedang dibahas sepertinya tidak masuk ke dalam tema atau sub-tema yang ada di atas, padahal justru di dalam semua pembahasan yang akan dilakukan, justru semua sub-tema itu sedang diselesaikan secara integral.

—————————–

BAB 1 :

MANUSIA : MAKHLUK KRUSIAL (1)

“Ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.” (Kejadian 2:7)

“Lalu TUHAN Allah menumbuhkan berbagai-bagai pohon dari bumi, yang menarik dan yang baik untuk dimakan buahnya; dan pohon kehidupan di tengah-tengah taman itu, serta pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat.” (Kejadian 2:9)

“TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu. Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: “Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” (Kejadian 2: 15-17)

Adapun ular ialah yang paling cerdik dari segala binatang di darat yang dijadikan oleh TUHAN Allah. Ular itu berkata kepada perempuan itu: “Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?” Lalu sahut perempuan itu kepada ular itu: “Buah pohon-pohonan dalam taman ini boleh kami makan, tetapi tentang buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman: Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati.” Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu: “Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.” (Kejadian 3:1-5)

Di tengah taman Eden terdapat dua batang pohon, yaitu pohon kehidupan dan pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. Tuhan memperbolehkan Adam dan Hawa memakan buah dari semua pohon yang ada kecuali pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat, karena pada hari mereka memakannya, mereka akan mati. Tetapi ketika ular mendatangi perempuan itu, ia membalik perkataan Tuhan, seolah-olah Tuhan berkata bahwa semua buah dalam taman tidak boleh dimakan. Perempuan itu kemudian menjawab, bahwa kecuali pohon yang di tengah, semua boleh dimakan. Di sini sudah terjadi ketidak-akuratan interpretasi karena di tengah taman ada dua pohon, yaitu pohon kehidupan dan pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat, sedangkan Tuhan hanya melarang menusia makan buah pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat.

MANUSIA CIPTAAN YANG UNIK

Saya percaya Saudara sudah berulang kali membaca ayat-ayat di atas, tetapi mari saat ini kita memikirkan: ”Bilamanakah Adam, dan Hawa diciptakan dan di dalam keadaan seperti apakah mereka diciptakan? Bukan saja demikian, tetapi juga kewajiban apa yang Tuhan berikan kepada mereka? Dan pada akhirnya, apa yang terjadi setelah mereka melanggar perintah Tuhan Allah?”

Kini kita baru mau menyelusuri mengapa manusia harus menderita, mengapa manusia harus mengalami ujian, dan harus dicobai oleh Setan (Iblis). Kita juga mau menelusuri apa maksud Tuhan menciptakan manusia. Maka marilah kita memikirkan satu hal yang sangat penting, yaitu kita tidak boleh hanya memikirkan kondisi sesudah manusia jatuh ke dalam dosa, tetapi kita juga harus memikirkan prinsip yang lebih total lagi, yaitu keadaan sebelum manusia jatuh.

Jika manusia tidak jatuh, manusia diciptakan di dalam suatu status yang khusus, unik, istimewa, dan tidak ada bandingannya. Maka kita perlu terlebih dahulu mengerti keunikan yang terkandung di dalam status tersebut.

Keunikan 1 : Krusial dalam Sifat

Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa Allah menciptakan kita pada waktu yang telah ditetapkan oleh Tuhan sendiri, dengan seindah mungkin di dalam segala aspeknya. Allah menciptakan segala sesuatu dengan keindahan dan kebaikan yang luar biasa. Tetapi setelah itu, Tuhan menciptakan manusia dengan memberikan satu keunikan khusus, yaitu unsur kekekalan. Itu sebabnya manusia melebihi semua makhluk dan melampaui semua ciptaan Tuhan lainnya.

Unsur kekekalan memberikan suatu daya atau kapasitas istimewa kepada manusia, yaitu suatu kemungkinan (potensi) untuk bisa mengukur waktu. Waktu adalah hal yang sedemikian sulit dilihat, sulit dipikirkan, dan sulit sekali dijelaskan, sehingga Augustinus pernah mengatakan, “Jika engkau tidak bertanya, saya rasa saya mengerti apa itu waktu. Tetapi ketika engkau bertanya, saya segera sadar bahwa sebenarnya saya tidak tahu waktu itu apa.”

Manusia dan ciptaan lainnya diciptakan di dalam dua wadah atau kurun, yaitu ruang dan waktu. Maka semua ciptaan ada di dalam wadah ruang dan waktu. Tetapi di antara semua makhluk yang berada di dalam ruang dan waktu, hanya manusia yang memiliki kesadaran akan berlalunya waktu dan kesadaran akan proses yang terjadi di dalam hidupnya. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang sadar bahwa waktu menggerogoti tubuhnya, sadar bahwa ketika muda ia memiliki tubuh yang jauh lebih baik dan lebih sehat daripada ketika ia sudah mulai menjadi tua. Jadi, manusia adalah satu-satunya makhluk yang sadar akan adanya waktu. Manusia bahkan bukan hanya sadar, tetapi juga berkemampuan menelusuri waktu. Ketika manusia melihat ke depan, itu berarti ia sedang berharap dan ketika melihat ke belakang, itu berarti jiwa sedang mengingat. Ingatan dan pengharapan adalah salah satu fungsi dari kekekalan yang berada di tengah-tengah kesementaraan, yang sekarang sedang berusaha untuk memproses waktu.

Kita berada di dalam proses waktu, tetapi kita seringkali memberontak dan tidak mau hidup di dalam waktu. Ketika kita menjadi tua, tidak secantik atau setampan dulu, hati kita tidak rela karena kita enggan berada di dalam penggerogotan waktu yang sedang memproses hidup kita. Itu sebabnya manusia berbeda dari semua binatang. Binatang tidak menghias diri, dan ketika ia bahkan menjadi tua, ia bukan saja harus mengakui tua. Tetapi ketika tua, manusia sering tidak mau mengaku tua, bahkan kalau bisa cari dokter agar kulitnya ditarik ke sana-sini agar tidak kelihatan tua. Mengapa? Karena kita tidak mau digerogoti oleh waktu.

Mengapa kita tidak mau digerogoti oleh waktu? Kita tidak mau digerogoti oleh waktu karena di dalam diri kita terdapat sifat kekekalan, dan sifat kekekalan itu bisa ada di dalam diri kita karena Allah menciptakan kita menurut gambar dan rupa-Nya. Semua ini mengakibatkan kita hidup di dalam situasi paradoks. Di satu pihak ada waktu yang sedang menggerogoti, sedang menggeser dan berproses di dalam eksistensi kita; sedangkan di lain pihak, kekekalan kita berusaha untuk menahan waktu dan hidup melampaui waktu. Hal ini menyebabkan menjadi manusia itu tidaklah mudah.

Keunikan 2 : Krusial dalam urutan

Ketika Tuhan mencipta, Ia menciptakan segala sesuatu dengan teratur menurut kehendak-Nya, dan pada posisi yang terakhir Ia baru menciptakan manusia. Ini yang saya sebut sebagai ordo penciptaan (Latin: ordo creatio). Tuhan menciptakan segala sesuatu berdasarkan satu urutan yang sangat teratur di mana manusia menjadi puncaknya. Manusia menjadi ciptaan yang terakhir dan semua binatang ada lebih dahulu dari manusia.

Teori Evolusi tidak menerima konsep penciptaan tetapi hanya menerima konsep perubahan, sedangkan kita jelas berpegang pada konsep penciptaan sebagai suatu tindakan kreatif Allah. Itulah yang memungkinkan terjadinya semua ciptaan itu.

Ketika manusia diciptakan sebagai yang terakhir, itu bukan berarti manusia tidak penting. Bukan berarti yang pertama diciptakan menjadi yang terpenting. Justru terbalik! Manusia diciptakan terakhir berdasarkan ordo creatio. Ini justru mermbuktikan bahwa manusia lebih penting daripada semua yang diciptakan sebelum manusia. Apa dasar kesimpulan ini? Kita mengetahui bahwa segala sesuatu diciptakan untuk manusia. Manusia diciptakan untuk bisa menikmati semua yang sudah diciptakan sebelumnya, sehingga dengan demikian kedudukan manusia lebih tinggi daripada semua ciptaan sebelumnya.

Di dalam Alkitab ada dua macam urutan: (1) urutan penting di depan, dan (2) urutan penting di belakang. Ordo creatio termasuk yang kedua, sedangkan ordo charisma (urutan karunia Allah) termasuk yang pertama. Karunia-karunia rasul dan nabi adalah yang terpenting, barulah karunia-karunia lainnya, yang terakhir adalah karunia bahasa roh, yang paling tidak penting. Mengapa demikian? Karena Tuhan memberikan rasul dan nabi untuk menjadi fondasi dari seluruh firman, Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru ini merupakan fondasi dari iman Kristen, sehingga dengan demikian karunia rasul dan nabi menjadi yang terpenting dari semua karunia yang Tuhan berikan kepada manusia dan umat-Nya.

Tetapi hal ini berbeda dengan ordo creatio. Manusia justru memerlukan segala sesuatu. Manusia memerlukan udara, cahaya, makanan, dan lain-lain. Maka, semua itu dicipta terlebih dahulu oleh Tuhan, barulah kemudian Tuhan menciptakan manusia. Oleh karena itu, manusia diciptakan untuk menikmati apa yang telah Tuhan ciptakan sebelumnya, sehingga manusia berada di tempat yang paling tinggi.

Adakah seorang ibu yang tidak menyediakan apa-apa untuk bayinya yang mau lahir? Ketika istri saya akan melahirkan anak kami yang pertama, kami harus menyiapkan semua yang diperlukan. Kami membeli tempat tidur, popok, bedak bayi, dan semua perlengkapan bayi yang diperlukan. Kami mempersiapkan semuanya itu sebelum bayi itu lahir. Jika demikian, manakah yang lebih penting? Allah yang juga telah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum Ia menciptakan manusia. Maka jelas bahwa manusia lebih penting daripada semua yang diciptakan sebelumnya.

Keunikan 3 : Krusial dalam Ordo Kejatuhan

Manusia memang diciptakan terakhir, tetapi ini bukan titik akhir. Saya tidak ingin Saudara berhenti di titik ini. Saya ingin agar Saudara menerobos sesuatu yang mungkin kurang Saudara sadari sebelumnya, yaitu manusia diciptakan bukan hanya di dalam ordo creatio natural. Ordo creatio natural adalah hal yang kita lihat dengan membandingkannya dengan ciptaan lainnya. Tetapi yang sekarang ingin kita lihat adalah status di dalam kekekalan secara universal, yang bersifat supernatural.

Ordo creatio supernatural yang sangat bermakna adalah manusia diciptakan setelah kejatuhan Iblis! Pengertian ini merupakan pengertian kunci yang menentukan semua bagian setelahnya. Manusia diciptakan setelah adanya Iblis, dan itu berarti manusia diciptakan di dalam status tengah yang sulit sekali. Di satu pihak ada Allah, dan di pihak yang lain ada Iblis. Manusia berada di tengah-tengah Allah dan Iblis, sehingga manusia mau tidak mau harus bertemu dengan ujian dan pencobaan.

Apa maksudnya “setelah adanya Iblis”? Apakah manusia diciptakan setelah Allah menciptakan Iblis? Apakah Allah menciptakan Iblis? Tidak ada satu ayat pun di dalam Alkitab yang mengatakan bahwa Allah menciptakan Iblis, dan tidak ada satu ayat pun di dalam Alkitab yang mengatakan bahwa Allah merencanakan dosa.

Pada masa Reformasi, orang-orang Roma Katolik mengatakan bahwa ajaran Reformasi memberikan satu kesimpulan bahwa Allah-lah yang menciptakan dan merencanakan dosa, dan kedaulatan Allah tidak terlepas dari kewajiban harus menanggung beban sebagai Pencipta dosa. Akhirnya isu ini di dalam Pengakuan Iman Augsburg (Ausburg Confession) dengan dasar Yohanes 8:44. Pada ayat itu Yesus berkata bahwa Iblis adalah pendusta dan bapa segala dusta. Lalu Tuhan Yesus menambah satu kalimat lagi, yaitu: Iblis berdusta itu adalah karena kehendaknya sendiri. Dengan kalimat ini semua tokoh Reformasi menolak tuduhan pihak Katolik. Kristus mengatakan bahwa Iblis itu sendirilah yang menjadi pemula dosa, bukan Allah. Allah hanya mengizinkan semua yang ada di dalam ciptaan ini bisa berfungsi, baik memihak Allah atau memihak Iblis.

Keunikan 4 : Krusial dalam Kepribadian

Allah adalah satu-satunya Diri yang di dalamnya terkandung segala hikmat, keagungan, kekudusan, cinta kasih, dan kebaikan. Jadi Allah adalah Dirinya kekudusan. Dirinya kebaikan. Dirinya hikmat. Dirinya cinta kasih, dan Dirinya keadilan. Karena itu, ketika Allah menciptakan sesuatu di luar Diri-Nya, ia menciptakan semua itu berdasarkan kuasa-Nya, kebaikan-Nya, dan kekudusan-Nya. Bukti bahwa Allah adalah Allah yang bijaksana (berhikmat) jelas terlihat dari ciptaan-Nya yang sedemikian hebat. Desain yang Allah kerjakan di dalam ciptaan ini sedemikian luar biasa indah, teratur, dan penuh kebijaksanaan.

Kalau kita melihat semua yang Tuhan ciptakan, maka kita akan mengetahui bahwa Ia maha-bijaksana. Bukan saja bijak, tetapi juga bajik; bukan hanya bajik tetapi juga benar, adil, dan suci. Semua ciptaan mengandung sifat ilahi yang terefleksi dalam semua ciptaan ini. Tetapi semua ciptaan itu hanya bisa merefleksikan, dan tidak memiliki semua sifat ini di dalam diri mereka. Mereka mempunyai bayang-bayang Allah untuk merefleksikan untuk merefleksikan Allahnya, tetapi tidak memiliki sifat-sifat seperti yang Allah miliki.

Namun ketika Allah menciptakan ciptaan yang berkepribadian dan mempunyai diri di luar Diri, maka itu adalah satu peningkatan yang luar biasa. Manusia yang diciptakan menurut peta dan teladan Allah, juga memiliki kekudusan, keadilan, kebenaran, dan kebijaksanaan. Kita bukan sekadar bayang-bayang reflkeksi, tetapi memiliki zat tersebut. Bedanya adalah, keadilan Allah adalah keadilan yang ada di dalam Diri itu sendiri, tetapi keadilan kita adalah keadilan ciptaan. Kekekalan Allah adalah kekalan yang ada pada Diri Allah dan kekekalan kita adalah kekekalan yang diciptakan. Kesucian Allah adalah kesucian yang ada pada Diri dan kesucian kita adalah kesucian yang diciptakan dan diletakkan di dalam diri ciptaan. Keadilan, kesucian dan kekekalan Allah bukanlah keadilan, kesucian, dan kekekalan yang diciptakan. Ia menciptakan pribadi yang juga memiliki keadilan, kesucian, dan kekekalan, namun semua unsur peta teladan ini adalah unsur yang diciptakan.

Maka selain kita mengetahui bahwa kita memiliki kesucian dan merasa sama seperti Allah yang juga memiliki kesucian, kita juga harus menyadari bahwa apa yang ada pada kita berbeda dari apa yang ada di dalam Diri Allah. Roh Allah adalah Roh Pencipta, sedangkan roh kita adalah roh yang diciptakan. Jadi, saya mirip Allah karena saya memiliki unsur seperti yang dimiliki Allah, tetapi yang berada di dalam “diri” saya berbeda dengan yang berada di dalam “Diri” Allah. Yang di dalam Diri Allah adalah Diri yang ada di dalam Diri yang kekal dan sempurna. Diri saya adalah diri yang diciptakan dari kuasa Diri Allah, sehingga diri saya adalah diri yang perlu bergantung pada Diri Allah. Itu sebabnya, ketika saya harus memilih antara hidup bagi Diri Allah atau hidup bagi diri saya sendiri, maka jawabnya sangat jelas: saya harus hidup bagi Diri Allah!

Keunikan 5 : Krusial dalam Efek Kebebasan

Ketika Allah menciptakan suatu pribadi yang mempunyai diri di luar Diri Allah, di mana Diri Allah adalah Diri-Nya Pencipta, maka diri yang di luar Diri Allah itu menjadi ciptaan yang berpribadi. Pribadi ini diberi kebebasan, dan kebebasan ini menjadi dasar dari tuntutan moral. Dasar moralitas menjadi keharusan dari kebebasan, dan kebebasan diberikan kepada pribadi yang memiliki kekekalan. Pribadi yang memiliki unsur kekekalan selalu diberi unsur kebebasan, dan kebebasan itu menjadi fondasi moral dan iman yang sejati.

Kebebasan ini berputar pada dua aspek utama, yaitu: (1) hidup berpusat pada Allah; atau (2) hidup berpusat pada diri. Setiap pribadi yang diberi kebebasan selalu diberi kemungkinan untuk memilih di antara kedua aspek ini. Maka kini kita bisa melihat bahwa di dalam gereja hanya tinggal dua macam orang Kristen saja, yaitu: orang Kristen yang hidup untuk Tuhan, atau orang Kristen yang hidup untuk diri sendiri. Perbedaan ini muncul sebagai akibat dari kebebasan yang sedang bereksistensi (meluaskan diri) di dalam pribadi kita masing-masing.

Kebebasan diberikan kepada semua yang berpribadi sehingga kebebasannya merupakan suatu keharusan. Jika tidak ada kebebasan, maka pribadi itu tidak mungkin bermoral, karena kebebasan itu merupakan dasar dari fungsi moralitas. Jadi, jika saya berbuat sesuatu kebaikan berdasarkan kerelaanku, maka barulah itu bisa disebut sebagai kebaikan. Tetapi jika perbuatan kebaikan itu dilakukan berdasarkan paksaan, maka perbuatan itu tidak bisa disebut sebagai kebaikan dan tidak bernilai moral.

Dengan demikian, totalitas penggunaan kebebasan hanya berpusat pada dua pilihan. Pilihan pertama, saya mau hidup berpusat pada Allah sesuai dengan kehendak-Nya, hingga mendatangkan kemuliaan bagi nama-Nya, dengan motivasi ingin meninggikan Allah. Atau pilihan kedua, saya hidup berpusat pada diri sendiri, sehingga semua yang saya lakukan, saya lakukan berdasarkan kemauan saya, harus dihitung berdasarkan keuntungan saya, dan harus mendatangkan kemuliaan bagi diri saya.

Sudahkah kita hidup bagi Diri Allah? Jika pada hari Minggu ada orang yang menawarkan bisnis dengan keuntungan yang sangat besar, maka apakah kita akan pergi berbisnis dengan dia dan tidak pergi ke gereja? Pembahasan ini menuntut penghakiman bagi diri kita masing-masing. Apakah benar kita hidup bagi Diri Allah? Ataukah kita hidup bagi diri sendiri? Jika kita memilih hidup bagi diri sendiri, maka kita akan mengabaikan Tuhan dan tidak memperkenankan Dia duduk di atas takhta kehidupan kita. Tetapi jika kita memilih hidup untuk Tuhan, maka kita akan turun dari takhta hidup kita dan membiarkan Tuhan bertakhta dan berkuasa atas hidup kita. Hanya ada dua pilihan!

Prinsip di atas harus menjadi dasar untuk mengukur kerohanian seseorang. Jikalau seseorang berebut takhta dengan Tuhan, maka terkadang ia membiarkan Tuhan memerintah, tetapi terkadang ia juga mau memerintah, itu adalah hal yang tidak beres. Tuhan menegaskan bahwa Ia adalah Tuhan atas ciptaan, sehingga jika kita hidup bagi Dia, kita harus menyangkal diri kita. Itu sebabnya Tuhan Yesus menekankan keharusan menyangkal diri, memikul salib, dan baru kemudian bisa mengikut Dia (Matius 16:24; Lukas 9:23-24). Kalimat ini bukan kalimat sederhana, tetapi merupakan suatu syarat yang dituntut dari kita supaya kita sungguh-sungguh menjalankannya.

Amin.
(Bersambung)
SUMBER :
Nama buku : Ujian, Pencobaan & Kemenangan
Sub Judul : Pendahuluan – Bab 1 : Manusia : Makhluk Krusial
Penulis : Pdt. DR. Stephen Tong
Penerbit : Momentum, 2014
Halaman : 1 – 13