Dalam setiap pemberian materi PPh Badan yang penulis sampaikan kepada peserta brevet pajak adalah pentingnya Wajib Pajak untuk mengetahui jenis penghasilan yang diterima oleh perusahaan mereka. Apakah penghasilan bukan final (Pasal 4 ayat (1)), penghasilan bersifat final (Pasal 4 ayat (2)), atau penghasilan yang bukan merupakan objek pajak (Pasal 4 ayat (3)). Hal ini penting karena Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Badan yang disampaikan harus benar, lengkap, dan jelas.
Salah satu jenis penghasilan yang bukan final tersebut adalah keuntungan karena pembebasan utang (Pasal 4 ayat (1) huruf k). Dalam penjelasannya dikatakan pembebasan utang oleh pihak yang berpiutang dianggap sebagai penghasilan bagi pihak yang semula berutang, sedangkan bagi pihak yang berpiutang dapat dibebankan sebagai biaya. Tentang bagaimana pengertian ini akan coba penulis uraikan dalam tulisan berikut semoga memberi informasi bermanfaat.
Implikasi Perpajakan
Salah satu cara melakukan restrukturisasi utang adalah dengan melakukan konversi utang menjadi modal (Debt to Equity Swap). Konversi utang menjadi modal pada dasarnya merupakan transaksi pengeluaran saham di mana pembayaran atas saham tersebut dilakukan dengan dikonversikannya piutang kreditur menjadi penyertaan saham atau dengan kata lain merupakan salah satu alternatif penghapusan piutang.
Di awal tulisan telah disebutkan bahwa salah satu objek pajak penghasilan yang bersifat tidak final (Pasal 4 ayat 1 huruf k) adalah keuntungan karena pembebasan utang. Pembebasan utang oleh pihak yang berpiutang dianggap sebagai penghasilan bagi pihak yang semula berutang, sedangkan bagi pihak yang berpiutang dapat dibebankan sebagai biaya.
Dalam kejadian konversi utang menjadi modal terdapat dua macam transaksi yang dilakukan secara bersamaan yaitu transaksi pelunasan utang dan transaksi penyertaan modal (meniadakan transaksi kas), atas hal ini ketentuan yang berlaku adalah berdasarkan kondisi sebagai berikut:
- Kondisi 1. Atas transaksi konversi utang menjadi modal, sepanjang dilakukan dengan nilai yang sama antara pelunasan utang dan penyertaan modal, yakni sebesar nilai buku utang terakhir, maka tidak terdapat konsekuensi perpajakan.
- Kondisi 2. Apabila utang dilunasi dengan jumlah kecil dari nilai buku utang terakhir, maka selisihnya merupakan keuntungan akibat pembebasan utang bagi debitur dan penghapusan piutang bagi kreditur berdasarkan suatu perjanjian;
- Kondisi 3. Apabila jumlah penyertaan modal lebih besar dari nilai buku terakhir utang yang dilunasi, maka selisihnya merupakan penghasilan bunga bagi kreditur dan biaya bunga bagi debitur.
Contoh :
Pada tahun 2008 PT. Nusa SMS melakukan pinjaman dari salah satu pemegang saham yaitu PT. Nusa Tax Consulting sebesar Rp. 10 Miliar. Dan pada akhir tahun 2017 sisa utang yang dimiliki PT. Nusa SMS dari PT. Nusa Tax Consulting adalah sebesar Rp. 2 miliar. Dan PT. SMS berencana melakukan restrukturisasi utang, dimana dari sisa utang tersebut akan dikonversi menjadi modal saham sebesar Rp. 1 miliar. Apa implikasi perpajakan yang timbul dari persitiwa Debt to Equity SWAP ini bagi PT. Nusa SMS dan PT. Nusa Tax Consulting.
Perlakuan perpajakan atas konversi utang menjadi modal (Debt to Equity Swap) di atas adalah sesuai dengan kondisi 2 dimana jumlah utang yang dikonversikan lebih kecil dibandingkan dengan total utang yaitu 1 miliar dari total utang sebesar Rp. 2 miliar.
Bagi PT. Nusa SMS, atas selisih tersebut merupakan keuntungan karena pembebasan utang dan wajib dimasukan sebagai penghasilan (penghasilan lain) dalam laporan laba rugi SPT Tahunan PPh Badan PT. Nusa SMS tahun pajak 2017.
Bagi PT. Nusa Tax Consulting dari total piutang Rp. 2 miliar yang dikonversi menjadi modal dengan nilai Rp. 1 Miliar, maka atas kerugian tersebut dapat dibebankan sebagai biaya dengan syarat bahwa piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah memenuhi syarat kumulatif sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf h UU PPh. Adapun syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut :
- telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
- Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
- telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;
- syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k;
Hal yang penting diketahui apabila terjadi transaksi konversi utang menjadi modal, di mana agio atau disagio saham yang timbul karena transaksi penyertaan modal yang menggunakan harga pasar, bukan merupakan penghasilan ataupun kerugian bagi debitur.
Beberapa pertanyaan Wajib Pajak terkait Debt To Equity SWAP yang dijawab oleh Direktur Jenderal pajak diantaranya adalah :
- Surat Dirjen Pajak Nomor S-289/PJ.42/2003 tanggal 28 Mei 2003 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Konversi Utang menjadi Penyertaan Modal;
- Surat Dirjen Pajak Nomor S-298/PJ.42/2003 tanggal 3 Juni 2003 tentang Perlakukan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perubahan Utang Menjadi Modal (Debt to Equity Swap);
- Surat Dirjen Pajak Nomor S-722.PJ.312/2003 tanggal 3 Oktober 2003 tentang Perlakukan Pajak atas Agio Saham dan Kompensasi Kerugian;
- Surat Dirjen Pajak Nomor S-141/PJ.42/2004 tanggal 14 Mei 2004 tentang Perlakuan Perpajakan atas Konversi Utang Menjadi Modal (Debt to Equity Swap).
…
Shared yang bagus dari Bang Doly
Izin diskusi :
Kondisi 3. Apabila jumlah penyertaan modal lebih besar dari nilai buku terakhir utang yang dilunasi, maka selisihnya merupakan penghasilan bunga bagi kreditur dan biaya bunga bagi debitur.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa atas jumlah penyertaan modal lebih besar dari nilai buku utang yang dilunasi (hapus), maka selisihnya diakui sebagai dividen terselubung, dimana terdapat tambahan modal tanpa adanya setoran kas. Sehingga kalo pendapat ini diterapkan maka aspeknya menjadi :
1. penentuan apakah dividen (selisih besar modal baru terhadap hutang yang dihapus) merupakan objek pajak (mengacu pasal 4 (3)huruf f- UU PPh)
2. pengenaan PPh atas hal nomor 1 diatas, yaitu apabila objek pajak maka dilakukan pemotongan pph atas dividen dan pengeluarannya bukan merupakan beban di Laporan Laba Rugi
tambahan catatan :
1. Surat-surat Dit Pajak selama ini membahas mengena Debt to Equity Swap tidak pernah tegas mengatakan apabila untuk kondisi 2 (modal yang dikonversi lebih kecil dibanding hutang yang dilunasi – hapus) merupakan objek PPh dengan tarif pasal 17 (pph badan) atau pasal 4 (2) PPh final. Banyak pendapat mengatakan ini merupakan objek PPh namun bukan dengan tarif pasal 17 tetapi final 10%
2. ada beberapa kasus dimana kondisi 1 (konversi modal sama dengan jumlah hutang yang dihapus) juga masih merupakan objek pajak yaitu dengan catatan kondisi dimana nilai perlembar saham dari hasil konversi tersebut lebih besar dari harga pasar atau kondisi real saham perusahaan saat terjadinya konversi. Misal dengan kasus hutang 2M dihapus dan diswap ke modal sebesar 2M juga (dengan jumlah 2 juta lembar saham dimana perlembar saham nya adalah Rp1.000). Diketahui dari penelitian pada saat swap terjadi maka nilai kekayaan per lembar saham perusahaan adalah hanya senilai Rp600 perlembar sahamnya), maka sejatinya pemilik saham baru tersebut hanya memiliki kekayaan modal baru sejumlah Rp 1,2M ( 2juta lembar saham @Rp600) sedangkan piutang nya yang dihapuskan adalah sebesar Rp2M. Hal ini menunjukan hutang Rp2M ditukar dengan kekayaan senilai Rp1,2M sehingga bagi perusahaan yang melakukan swap ada keuntungan Rp800juta.
Bagaimana penerawangan Bang Doly