Seorang pria baru saja ingin pulang dari sebuah pusat perkantoran ketika ia menemukan ada seorang wanita tua yang berdiri di samping mobilnya. Dari penampilannya, pria tersebut mengira, wanita tua itu seorang pengemis. Terlihat, dari penampilannya, wanita tua itu tidak punya pekerjaan, rumah, apalagi mobil. Tak lama, si pria merogoh kantongnya, dan bersiap memberikan wanita tua itu uang.

“Mobil Anda sangat bagus,” namun, alih-alih meminta uang seperti dugaan si pria, wanita tua itu ternyata hanya memuji mobilnya sambil tersenyum.

“Terima kasih. Adakah yang bisa saya bantu,” setelah hening dan kebingungan selama beberapa saat, ragu-ragu, pria itu bertanya dan memastikan kalau-kalau wanita tua itu butuh bantuan.

Wanita tua itu hanya tersenyum. “Bukankah kita semua butuh bantuan? Adakah yang bisa saya bantu untuk Anda?” Bukannya menjawab, wanita tua itu malah balik bertanya.

Pria itu diam sejenak. Tak lama kemudian, ia bercerita. Sambil bersandar lesu di pintu mobil, ia menceritakan tentang kegagalan pekerjaannya serta soal keadaan rumah tangganya yang berada di ambang kehancuran. Wanita tua itu mendengarkan, sesekali ia memberikan saran. Pembicaraan berlangsung lama. Dua orang asing yang baru bertemu beberapa jam lalu, saling bertukar cerita.

Tiga jam berlalu, pembicaraan harus usai. Si pria yang merasa lebih lega menawarkan untuk mengantarkan wanita tua itu pulang. Tetapi wanita tua itu menolak. “Tidak perlu, saya bisa pulang ke mana saja. Saya punya banyak ‘rumah’,” katanya sambil tertawa.

Pria itu tersenyum. Ia mengambil dompet dari saku celananya, mengambil beberapa lembar uang, lalu mencoba menyisipkan uangnya di tangan wanita tua itu. “Kalau begitu, ambillah ini untuk membeli bahan makanan selama beberapa hari ke depan,” pria itu menawarkan.

Namun, wanita itu tetap menolak. Ia mengembalikan lagi uang yang diberikan si pria. “Terima kasih. Saya masih punya uang yang cukup untuk membeli makanan. Saya hanya perlu teman mengobrol. Terima kasih untuk bantuannya,” tutur wanita tua itu ramah, sembari berlalu meninggalkan pria yang justru kebingungan.

Manusia terlahir sebagai makhluk sosial. Sekuat apa pun itu, kita selalu butuh dan tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Tak peduli seberapa banyak uang, ataupun materi yang kita punya, kita selalu membutuhkan orang lain. Di sisi lain, tidak peduli seberapa buruknya kita atau seberapa miskin dan “tidak punya”-nya kita, kita juga selalu bisa menawarkan dan memberikan bantuan bagi orang lain.

Bantuan sendiri, tidak melulu harus dengan uang ataupun materi. Sebuah hal sederhana dan bahkan bisa diberikan cuma-cuma, seperti kata-kata menyejukkan atau telinga yang mau mendengarkan, bisa berarti banyak dan tak ternilai bagi orang lain. Ingat, kita semua selalu butuh bantuan, dan meminta bantuan tak selalu berarti kita lemah. Terkadang, ini menunjukkan sisi kemanusiaan kita-yang tak bisa hidup tanpa orang lain.

Sumber : https://inspiratifwords.blogspot.co.id