Dalam seri perencanaan pajak atas jenis pajak PPN kali ini berbeda dengan yang sebelumnya, jika yang sebelumnya tidak bertentangan dengan ketentuan yang ada, kali ini bisa dikatakan tidak sesuai dengan yang dimaksud/diinginkan oleh aturan perpajakan (bisa dikatakan memanfaatkan kelemahan suatu sistem aplikasi). Adalah penggunaan faktur pajak secara elektronik (e-tax invoice) yang secara mekanisme tampak sistem normal (approval) namun secara fakta tidak normal.
Untuk lebih jelasnya akan kita bahas dalam tulisan kali ini, namun untuk menambah wawasan pembaca setia nusahati terkait perencanaan PPN, ada baiknya membaca tulisan-tulisan sebelumnya yaitu :
- Perencanaan Pajak atas PPN (Part 1), perencanaan pajak atas rekayasa kontrak terkait saat pembuatan faktur pajak;
- Perencanaan Pajak atas PPN (Part 2), perencanaan pajak atas efesiensi perusahaan terkait pemusatan Pajak Pertambahan Nilai.
- Perencanaan Pajak atas PPN (Part 3), perencanaan pajak atas pemanfaatan fasiliatas PPN
Singkat Tentang Faktur Pajak Elektronik
Seperti kita ketahui dan alami bersama bahwa, faktur pajak elektronik sudah diberlakukan dengan bertahap yaitu per tanggal 1 Juli 2014 khusus untuk 45 Wajib Pajak berdasarkan penetapan oleh Direktur Jenderal Pajak, lalu per tanggal 1 Juli 2015 khusus untuk Wajib Pajak yang berada di pulau Jawa dan Bali, lalu terakhir per tanggal 1 Juni 2016 serentak bagi seluruh Wajib Pajak yang sudah menjadi Pengusaha Kena Pajak di wilayah Indonesia.
Setiap Pengusaha Kena Pajak (PKP) melalui pengajuan akan diberikan Sertifikat Elektronik, melalui sertifikat elektronik tersebut PKP dapat melakukan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) karena NSFP ditentukan dan diberikan kepada PKP oleh DJP. Adapun saat pencantuman tanggal dalam Faktur Pajak harus sama dengan tanggal saat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak oleh KPP atau setelahnya.
Terkait jumlah Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan kepada PKP baru atau PKP yang melaporkan SPT secara manual/hardcopy paling banyak sebesar 75 (tujuh puluh lima) nomor seri, dalam hal PKP telah menerbitkan Faktur Pajak dan melaporkan SPT Masa PPN untuk masa pajak sebelumnya secara elektronik (e-SPT), jumlah Nomor Seri Faktur Pajak yang dapat diberikan adalah
- jika jumlah diminta PKP > dari 120 % (seratus dua puluh persen) dari jumlah penerbitan Faktur Pajak selama 3 (tiga) bulan sebelumnya, maka jumlah Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan kepada PKP sebesar 120 % (seratus dua puluh persen) dari jumlah penerbitan Faktur Pajak selama 3 (tiga) bulan.
- Jika jumlah diminta PKP ≤ dari 120 % (seratus dua puluh persen) dari jumlah penerbitan Faktur Pajak selama 3 (tiga) bulan sebelumnya, maka jumlah Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan kepada PKP sebesar jumlah yang diminta PKP.
Pelaporan SPT Masa PPN Normal
Sesuai ketentuan perpajakan Wajib Pajak melaporkan semua total faktur pajak elektronik yang dikeluarkan dalam setiap masa pada SPT Masa PPN. Apabila jumlah pajak keluaran (PK) lebih besar dibandingkan PPN maka Wajib Pajak diharuskan menyetorkan kekurangan PPN tersebut paling lama akhir bulan berikutnya.
Seperti kita ketahui bersama bahwa aplikasi e-faktur sekarang (sejak 1 Oktober 2017) adalah versi v.2.0. di mana Wajib Pajak tidak diperkenankan menggunakan NTPN 0000000000000000.
Contoh :
Faktur pajak yang dikeluarkan pada masa September 2017 adalah sebanyak 80 NSFP dengan total DPP sebesar Rp. 800.000.000,- (PPN PK sebesar Rp. 80.000.000) sementara Faktur Pajak Masukan yang diterima dengan DPP Rp. 600.000.000,- (PPN PM sebesar Rp. 60.000.000) maka SPT Masa PPN Masa September 2017 dengan status kurang bayar sebesar Rp. 20.000.000,- yang paling lama disetorkan dan dilaporkan tanggal 31 Oktober 2017.
Pelaporan SPT Masa PPN Rekayasa
Berdasarkan contoh di atas, pada awal masa September 2017 Wajib Pajak mem-posting SPT Masa PPN Masa September 2017 dengan status nihil (bahkan di internet sudah ada contoh & langkah aplikasi e-fakturnya). Setelah itu seperti biasa Wajib Pajak membuat e-faktur atas penyerahan yang dilakukan sepanjang masa September 2017. Sepanjang masa Oktober 2017 (batas akhir bulan berikutnya) Wajib Pajak melaporkan SPT Masa PPN yang sudah di-posting untuk Masa September 2017 yang berstatus Nihil tadi.
Jika Wajib Pajak bersangkutan ingin melakukan pembayaran maka Wajib Pajak tinggal membuat SPT pembetulan SPT Masa PPN untuk Masa September 2017. Misalkan atas contoh kasus di atas Wajib Pajak melakukan pembetulan tanggal 8 Desember 2017 untuk SPT Masa PPN Masa September 2017 dengan status Kurang bayar sebesar Rp. 20.000.000,-
Keuntungan Wajib Pajak atas SPT Masa PPN Rekayasa
Berdasarkan hasil wawancara dengan Wajib Pajak diketahui beberapa alasan melakukan rekayasa pelaporan SPT Masa PPN tersebut, yang menurut penulis adalah suatu keuntungan bagi Wajib Pajak yaitu :
- Wajib Pajak berkilah bahwa pembeli umumnya terlambat dalam melakukan pembayaran termasuk PPN yang harus dipungut dan disetorkan sementara Wajib Pajak adalah PKP dengan modal kecil.
- Wajib Pajak sering melakukan pembatalan transaksi dikemudian hari sementara Wajib Pajak sudah melaporkan dan menyetorkan PPN, maka timbul niat untuk melakukan rekayasa tersebut.
- Wajib Pajak menunda membayar PPN yang sudah disetor oleh pembeli sebagai suntikan modal berikutnya, dan tanpa harus kena denda pasal 7 UU KUP sebesar Rp. 500.000,- karena tidak/terlambat melaporkan SPT masa PPN.
- dam lain-lain
Konsekuensi atas Pelaporan SPT Masa PPN Rekayasa
Pembuatan pelaporan SPT Masa PPN rekayasa sebagaimana contoh di atas tentu menimbulkan konsekuensi tersendiri, diantaranya :
- Jika pembayaran dilakukan setelah batas waktu yang ditentukan maka, Wajib Pajak akan terkena denda administrasi berupa bunga sebesar 2% dari jumlah kurang bayar setiap bulannya. Misalkan contoh di atas kurang bayar Rp. 20.000.000,- (baru disetorkan tanggal 8 Desembert 2017) maka akan diterbitkan STP Pasal 8 ayat 2a UU KUP dengan perhitungan Rp. 20.000.000,- x 2% x 3 bulan = Rp. 1.200.000,-
- Perlu diperhatikan bahwa lawan transaksi (pembeli) sudah melakukan pengkreditan atas pajak masukan sehingga apabila PKP Pembeli dilakukan pemeriksaan akan menimbulkan pertanyaan terkait transaksi tersebut.
- Apabila Account Representative melakukan pengawasan prima lalu mengambil tindakan dengan meminjam istilah Daftar Pencarian Orang (DPO), dimana Wajib Pajak diminta bertemu dengan Account Representative dan disarankan untuk segera melakukan pembetulan SPT atas Faktur Pajak yang sudah di approve namun belum dilaporkan dalam SPT (karena rekayasa tadi).
Loading…