Kita telah melihat betapa kegagalan kebudayaan-kebudayaan agung mengerti tentang asalnya dunia ini dan bagaimana Pengakuan Iman Rasuli telah memberikan pengertian yang begitu luar biasa. Kebudayaan Yunani yang menjadi dasar budaya Barat telah begitu unggul meneliti fenomena alam, memberikan kekuatan pendidikan, yang membuat kita menyekolahkan anak kita ke Barat, bukan ke India atau Afrika. Tetapi munculnya Perjanjian Baru di mana Yohanes mengatakan, “Pada mulanya adalah Firman, Firman itu bersama-sama dengan Allah, dan Firman itu adalah Allah… segala sesuatu dijadikan oleh Dia,” (Yoh. 1:1, 3) dan sampai Ibrani 11 dikatakan, “bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, hingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat,” maka kebudayaan Yunani tidak bisa dibandingkan dengan Alkitab, karena hanya Alkitab yang membahas asal mula alam semesta ini, sehingga iman Kristen pun dinyatakan.

Butir pertama Pengakuan Iman Rasuli berkata, “Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi.” Ini pertama kali iman melihat dunia di luar dunia ciptaan ini. Ini disebut sistem terbuka, suatu penerobosan keluar batasan lingkup dunia ciptaan. Sistem terbuka ini dimulai oleh kekristenan. Sistem ini tidak dimiliki oleh bangsa Tionghoa, India, Babilonia, Mesir, bahkan Yunani. Theolog Amerika, Paul Tillich mengatakan, “Dunia Gerika adalah dunia plastik,” yaitu suatu dunia yang sudah ditetapkan, statis, tidak berubah, dan menanti kita untuk menelitinya. Pandangan Alkitab sama sekali berbeda. Jika Sang Pencipta mau, maka sesuatu bisa ada atau musnah, maka kita perlu menerobos dunia ciptaan ini dan mau mengerti dunia Allah Pencipta.

Para ilmuwan tidak tahu, bahwa penelitian Yunani itu merupakan sistem tertutup. Sistem tertutup ini berjalan terus hingga era Newton. Barulah di abad ke-20 muncul seorang dari delapan filsuf Kristen yang besar, di antara ratusan filsuf yang ada, yaitu Thomas Kuhn. Ia berkata, “Kemajuan perubahan sejarah terjadi jika ada pergeseran paradigma (paradigm shift).” Jika paradigma berubah, baru ada kemajuan dalam metodologi. Ia berkata bahwa kita harus belajar meneliti sesuatu dengan sistem terbuka.

Butir pertama PIR ini ada jauh sebelum ditetapkannya metodologi bahwa dunia alam ini tidak boleh membelenggu kita, tetapi kita harus menerobos, melampaui, dan melihat dunia di luar dunia ciptaan, yaitu Sang Pencipta, barulah kita mengerti dari mana datangnya dunia ini. Aku di dalam dunia ciptaan, mengenal Allah Pencipta dalam lingkup yang terbelenggu, tetapi imanku mendapat kebebasan sejati melalui wahyu Allah Pencipta dunia ini.

Butir pertama PIR berkata, “Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi.” Inilah berharganya iman kita, yang merupakan pembebasan di dalam hati kita. Karena Allah adalah Pencipta langit dan bumi, kita mendapatkan iman ini. Hanya dalam butir ini saja kita melihat bagaimana iman membangun kerohanian. Dalam tahapan kebudayaan, pengetahuan adalah hal terendah. Meneliti materi itu hal yang rendah. Meneliti manusia lebih tinggi. Orang yang mendapat kesulitan di dalam bidang teknologi merasa bahwa mereka itu yang tertinggi dalam dunia ini, tetapi di gereja kita, banyak pemuda yang menyadari dari tempat yang tadinya mereka pikir itu “yang tertinggi di dunia” kini mereka tinggalkan, lalu sekolah theologi dan menjadi hamba Tuhan. Yang manusia pandang tinggi, dipandang rendah oleh Tuhan; yang manusia pandang rendah, sering kali dipandang tinggi oleh Tuhan. Ilmu itu rendah karena ilmu dan teknologi hanya memperbaiki kehidupan jasmani, tetapi tidak bisa meningkatkan moralitas dan memuaskan kebutuhan rohani kita.

Saya pernah berkhotbah di MIT (Massachusetts Institute of Technology) sekitar dua puluh tahun yang lalu, bahwa ada tiga tahapan kebudayaan, yaitu dari kata Latin: scio, cogito, dan credo. (1) Scio, artinya “aku tahu”, yaitu aku mengamati, meneliti, dan memperhitungkan, sehingga saya tahu. Ini merupakan pengetahuan akan alam ini. Tetapi ketika kita tidak bisa lagi melampaui batasan ini, maka kita harus masuk ke upaya melakukan kebaikan. Ilmuwan tidak mampu menjelaskan tentang dosa dan kebajikan. Maka, ketika seseorang mau mengetahui yang lebih tinggi dari ilmu pengetahuan, dia tidak lagi bisa meneliti dan menghitungnya, tetapi harus mulai membayangkannya. (2) Cogito, artinya “aku berpikir”, di mana sekalipun orang merasa sudah berpikir jelas, ia tetap belum tentu benar. Maka, sering kali timbul berbagai perdebatan, karena apa yang engkau ungkapkan berbeda argumentasinya dengan orang lain. Ada pepatah Tionghoa mengatakan, “Masing-masing orang menganggap diri benar dan menganggap orang lain salah.” Ketika kita tiba pada tahapan “aku berpikir” maka sulit sekali untuk kita masuk ke jawaban yang mutlak. Maka dunia psikologi, etika, dan agama semua bersifat relatif. Yang oleh orang India dianggap baik, oleh orang Tionghoa dianggap tidak baik. Yang orang Kristen anggap baik, oleh orang Muslim dianggap tidak baik, dan seterusnya. Yang tidak bisa diselesaikan dengan ilmu, hanya bisa kita bayangkan. Ketika membayangkan tidak bisa menyelesaikan, kita pun butuh melangkah lebih tinggi lagi. (3) Credo, artinya “aku percaya”. Inilah yang tertinggi. PIR di tempat yang tertinggi karena mulai bukan dengan “aku tahu” atau “aku berpikir”, tetapi dengan “aku percaya”. Inilah yang diumumkan oleh orang Kristen kepada dunia. Kita melampaui ilmu dan filsafat, membangun iman kita di atas kebenaran yang Allah wahyukan. Allah yang sungguh ada, mewahyukan kebenaran yang sejati, aku sungguh menerimanya dengan tulus dan taat kepada apa yang Allah wahyukan, dan itu menjadi keyakinan kepercayaan kita.

Kepercayaan, yaitu sungguh taat dan tunduk pada Allah yang mewahyukan kebenaran yang sejati, dengan hati yang jujur mau takluk pada wahyu Allah sejati dari Allah yang sejati dan sungguh jujur. Wahyu Allah itu sejati, kebenaran yang Allah wahyukan itu, yaitu kebenaran sejati. Aku sungguh percaya pada Allah sejati, yang sungguh mewahyukan kebenaran yang sejati. Inilah namanya kepercayaan keyakinan. Maka, keyakinan tidak bisa dipisahkan dengan kesejatian. Dalam pemahaman orang-orang Yunani, iman dengan firman sejati juga tidak bisa dipisahkan. Di sinilah masalah terbesar dalam agama.

Setiap agama berkata mereka menerima wahyu. Tetapi wahyu yang diyakini diterima oleh satu agama, ternyata berbeda dari wahyu yang diterima oleh agama-agama lain. Maka kita pun menjadi bingung. Apakah Allah bercabang lidah? Tentu tidak mungkin. Kebenaran itu adalah kebenaran, Allah adalah kebenaran. Tuhan Yesus Kristus berkata, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup.” Di dalam 1 Yohanes 5:9 dikatakan, “Roh Kudus adalah Roh kebenaran,” maka Allah Tritunggal adalah Allah yang sejati. Saat kita sungguh mengerti, maka kita akan taat kepada Allah dan wahyu yang sejati. Ketika kita sungguh percaya akan wahyu yang sejati, itulah yang disebut keyakinan. PIR mulai dari hal ini.

Di dalam PIR ada delapan kali dikatakan “Aku percaya”. Dan semua itu dimulai dari, “Aku percaya kepada Allah, Pencipta langit dan bumi,” sampai diakhiri dengan, “Aku percaya pada hidup yang kekal.” Ini berarti bahwa orang Kristen ialah orang-orang yang menerima anugerah keselamatan dan hidup yang kekal dari Allah. Frasa kedua berkata, “Bapa yang Mahakuasa.” Di dalam kemahakuasaan-Nya, bukan berarti Allah mempunyai kekuatan untuk melakukan apa saja. Allah tidak bisa berdosa, maka jika Anda berkata Ia adalah Allah yang Mahakuasa, maka Ia harus bisa berbuat dosa, kemahakuasaan Allah tidak bisa dijelaskan seperti itu. Kemahakuasaan hanya bisa dimengerti bahwa semua kekuatan dalam hal yang bajik berasal dan datang dari-Nya.

Ketika kita berkata, “Bapa yang Mahakuasa,” kita sedang membahas bahwa Ia adalah sumber segalanya. Ia permulaan dari segala kuasa kebajikan. Ia menciptakan langit dan bumi dan segala sesuatu. Setelah menciptakan, Ia menjadi penguasa langit dan bumi. Maka ketika Yesus menyebut Allah, Ia berkata, “Oh, Tuhan langit dan bumi.” Ini merupakan kalimat teladan yang Yesus ucapkan kepada Allah Bapa. Dalam Alkitab ada sebagian sebutan yang kebanyakan orang tidak mengerti. Ketika Paulus menjelaskan tentang ilah dalam dunia ini, ia sedang menunjuk kepada Iblis bukan kepada Allah. Tetapi ketika Yesus berkata, “Raja dunia ini,” itu menunjuk kepada Iblis, bukan kepada Allah. Raja dunia adalah penguasa yang menguasai pendosa di dalam dunia, dan itu menunjuk kepada Iblis. Ilah dunia ialah tuhan palsu yang dianggap sebagai ilah manusia, dan disembah. Ketika Tuhan Yesus membahas tentang Allah, Ia berkata, “Tuhan langit dan bumi, Tuhan pengontrol semua penguasa, penghakim seluruh langit dan bumi.” Dia adalah Allah.

Ada dua macam manusia, 1) yang percaya kepada Allah dan 2) yang tidak percaya kepada Allah. Orang yang tidak percaya kepada Allah ada dua macam, yaitu 1) yang tidak percaya Allah itu ada, dan 2) yang percaya Allah itu tidak ada. Percaya Allah tidak ada, berarti secara konseptual sama sekali tidak ada Allah. Yang kedua adalah orang yang tidak peduli keberadaan Allah, karena ia tahu Allah ada, tetapi tidak mau percaya kepada-Nya. Kemudian, ada satu golongan manusia lain, yaitu kaum agnostik, yang tidak mau tahu baik Allah ada atau tidak ada. Konfusius berkata, “Mungkin ada, mungkin tidak ada, saya percaya mungkin Allah ada, tetapi saya tidak mau mendiskusikannya. Aku tidak mau berbicara tentang yang aneh, yang berkuasa, misterius, kacau, dan ilahi.” Dia berkata bahwa penguasa segala sesuatu mungkin ada, tetapi saya tidak tahu siapa dia, maka saya sebut dia sebagai langit.

Laozhi berkata, “Ada yang namanya firman, ada sebelum dunia dicipta.” Ia tidak menyebutnya sebagai Allah, tetapi sebagai firman yang kekal. Menurut Islam, percaya kepada Allah yang Esa, yang kekal, yang ada dalam dunia roh, yang tidak tampak, yang menciptakan, tetapi tidak dilahirkan, dan juga tidak melahirkan. Menurut kekristenan, “Aku percaya kepada Allah: Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus; Allah Tritunggal. Allah yang saling berhubungan, Bapa mengasihi Anak, Anak mengasihi Roh Kudus, Roh Kudus mengasihi Bapa, sehingga timbul komunikasi, persekutuan, dan saling memerhatikan.” Inilah fondasi dari segala komunitas. Jika engkau mengerti relasi Allah Tritunggal, maka engkau akan belajar saling mengasihi.
Hanya Alkitab yang paling sempurna, tepat, kekal, universal, dan tidak berubah. Kebenaran sejati telah diwahyukan, maka aku percaya kepada Allah, yang merupakan Allah yang Esa, tidak berubah, kekal, bajik, kudus, dan adil. Iman kita pun dibangun di atas kebenaran yang murni ini. Ketika engkau bertanya kepada penganut Hinduisme, tentang kepercayaan mereka kepada Allah, maka akan dijawab, “Lembu, kuda, domba, dan babi ialah Allah, karena mereka ada nyawanya, yang ada nyawa pasti ada sifat ilahi di dalamnya.” Orang Hindu memiliki 360 juta dewa. Di dalam konsep Hindu, semua hewan ialah Allah. Yang paling mereka hormati salah satunya adalah lembu, karena lembu membajak barulah engkau mendapat makanan.

Di dalam sejarah filsafat, ada beberapa keyakinan kepada Tuhan. Salah satunya adalah :

  • (1) Deisme, yaitu natural theism. Kepercayaan bahwa Allah adalah Allah alam. Artinya, Allah mencipta segalanya, lalu Ia membiarkannya. Suatu hari ada akhir zaman di mana kekuatan alam habis, sehingga selesai semuanya. Paham deisme dimulai sekitar abad ke-17 dari kota Cherbury, kota kecil di Inggris. Di situ ada seorang bernama Herbert of Cherbury. Ia menemukan teori yaitu alam ada karena diciptakan Allah, tetapi setelah selesai diciptakan dan menaruh dalil dan kekuatan alam, maka Allah pun beristirahat dan membiarkan alam berputar dengan sendirinya. Teori ini kemudian dikembangkan oleh William Paley. Akhir abad ke-17 hingga abad ke-19, Prancis telah menciptakan arloji dan lonceng yang terbaik di dunia. Di Paris ada orang genius bernama Abraham Brequet yang membuat Tourbillion, yang memengaruhi dunia arloji hingga sekarang ini. Tourbillion ditambah dengan minute repeater, menjadi arloji termahal di dunia. Di Prancis banyak sekali ahli arloji. Paley mengatakan, “Jika arloji berputar, maka ia mulai bergerak, dan pergerakan itu sampai pernya habis energi untuk berputar, berhentilah arloji tersebut. Demikian pula Allah mencipta dunia ini, menaruh kekuatan di dalamnya, maka dunia ini berputar sampai satu hari kekuatan itu habis dan berhentilah semuanya pada hari kiamat.” Teori deisme ini memengaruhi dari Inggris sampai ke seluruh Eropa. Maka, mereka mengajak orang Kristen meninggalkan Tuhan Yesus, tetapi meninggikan ilmu. Kita percaya kepada Allah dan penciptaan, tetapi kita tidak percaya Dia menguasai, karena Allah setelah menciptakan, membiarkan semua berjalan sendiri. Pikiran Herbertof Cherbury dan William Paley memengaruhi generasi muda di Eropa yang membuat gereja kosong. Prancis menjadi kasihan sekali, karena mereka tidak mempunyai Tuhan dan menentang kekristenan. Berbagai akibat deisme menyebabkan Eropa kehilangan pegangan iman. Belanda yang pertama menyetujui LGBT. Kejahatan terjadi di mana-mana. Semua ini terjadi karena mereka meninggalkan PIR dan kepercayaan yang murni. PIR merupakan jaminan terbesar dalam kehidupan manusia, dimulai dari bagaimana manusia percaya kepada Allah, masyarakat saling menghormati, sampai akhirnya masuk ke dalam dunia kekekalan.
  • (2) Pantheisme merupakan filsafat kedua, di mana manusia percaya bahwa alam ini adalah Allah, sehingga sifat ilahi ada di segala makhluk dan benda. Dengan pemahaman ini pasti nuranimu menjadi yang terbaik, karena hewan pun tidak akan engkau celakai, karena Allah itu adalah alam. Hingga abad ke-21, di era postmodern ini, pemahaman yang banyak dianut masyarakat postmodern adalah pantheisme.
  • (3) Politheisme, adalah pemahaman seperti Hindu, yaitu percaya banyak Allah. Orang Kristen harus menghormati kebebasan mereka, tetapi tidak perlu menerima pendirian mereka, karena kita memiliki wahyu Allah sejati yang secara sungguh telah mewahyukan kebenaran sejati. Dengan demikian keyakinan iman kita berbeda. Kita harus kembali kepada Alkitab dengan kalimat pertamanya, “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.” Amin.

Sumber : https://www.buletinpillar.org/transkrip/pengakuan-iman-rasuli-bagian-5-butir-pertama-5?

Artikel Terkait :