Pak TongBAB IV :
FAKTA KEJATUHAN DALAM DOSA

Di dalam proses hukum alam ini, kebudayaan telah berusaha dengan keras, begitu juga dengan agama, namun nyatanya telah terjadi suatu hal yang ironis, yaitu hal yang seharusnya dicapai oleh kebudayaan justru tidak tercapai. Demikian juga hal yang seharusnya dicapai oleh agama tidak tercapai dengan sungguh. Berarti di dalam tugas mengatur alam, manusia menemukan bahwa dirinya tidak berdaya menaklukan alam, juga tidak berdaya menaklukan diri sendiri. Di dalam proses mengelola dan mengatur alam inilah manusia justru menjadi perusak alam yang paling hebat.

Di manakah posisi manusia di tengah-tengah alam ini? Apa yang harus manusia lakukan di bidang kebudayaan? Pada saat orang utan merusak barang kita, atau ketika anjing kita memecahkan barang yang berharga, kita ingin membunuhnya. Tetapi, jika dipikirkan kembali, kita mendapati bahwa mereka tidak mempunyai resiko, tidak mempunyai latar belakang kebudayaan, sehingga meskipun kita marah setengah mati, tetapi tidak dapat berbuah apa-apa. Kuasa merusak alam yang manakah yang lebih hebat: Kuasa manusia atau binatang?

Manusia mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk merusak alam. Alam semesta hari ini bukan dirusak oleh binatang tetapi oleh manusia. Limbah air sungai dari daerah industri yang telah tercemar itu mengalir ke laut dan mengakibatkan semua makhluk di lautan tercemar oleh mercuri. Sebab itu, semua hasil laut di sana menyimpan racun-racun kimia. Bukan saja demikian, hari ini pencemaran udara yang terjadi di kota-kota besar di Asia telah beberapa kali lebih parah daripada Meksiko. Kita tahu soal ozon, juga soal pembabatan hutan-hutan tropis yang semua ini disebabkan oleh ulah manusia. Allah berfirman, Hai manusia, kelolalah alam, aturlah alam.” Tetapi sudahkah manusia mengelola alam dengan sukses? Tidak! Sudahkah manusia sukses dalam hal menaklukan alam? Sudah menaklukan sebagian, tetapi sudah congkak sebelum sungguh-sungguh sukses, dan pada saat mengalami banyak kegagalan, mulai marah terhadap Allah.

Apakah makna kegagalan manusia dalam menaklukkan alam? Dan apakah makna ketidakseimbangan antara menaklukkan dan mengatur alam? Mengapa kuasa perusakan kita terhadap alam demikian besar? Hanya ada satu jawaban: Kejatuhan manusia dalam dosa merupakan sebuah fakta. Jika kejatuhan bukan merupakan fakta, lalu mengapa hari ini terjadi ketidakseimbangan yang begitu parah? Akhirnya tibalah kita pada kesimpulan: Di manakah posisi manusia yang sebenarnya? Jika posisi asal manusia berada di dalam sifat kebinatangan yang mengerikan itu, seharusnya kita merasa sangat bangga terhadap keberhasilan kita merusak alam. Tetapi apakah posisi asal manusia memang demikian? Jika benar, lalu adakah keberadaan yang disebut evolusi di dalam proses sejarah kita yang begitu panjang? Mengapa Perjanjian Lama sama sekali tidak menyinggung akan pandangan ini? Alkitab orang Kristen memberitahukan bahwa leluhur kita lebih tinggi daripada kita. Meskipun hari ini ada keberhasilan yang hebat di bidang kebudayaan, sains ilmiah, dan teknologi, tetapi tetap tidak mampu membawa manusia kembali ke posisi asal pada saat ia diciptakan.

Apakah lawan kata dari kejatuhan? Evolusi. Sebab itu evolusi bukan saja merupakan topik ilmu alam, tetapi juga merupakan masalah theologi. Kita memang tidak boleh sembarangan mengkritik karya ilmiah, karena hal tersebut tidak akan dilakukan oleh orang-orang yang sungguh mencintai kebenaran. Tetapi kita juga tidak boleh menerima hal-hal yang tidak ilmiah sebagai yang ilmiah. Jika evolusi itu benar, maka Kejatuhan tentu salah. Jika evolusi salah, maka Kejatuhan benar. Apakah manusia yang tadinya rendah lalu berevolusi dan mencapai puncaknya pada hari ini? Atau manusia justru dari posisi awal yang tinggi lalu jatuh ke posisi yang demikian rendah?

Ini adalah topik yang sangat penting dan perlu direnungkan. Pertanyaan pertama yang diajukan kepada manusia yang telah berdosa, ” Di manakah engkau?” (Kejadian 3:9), menunjukkan posisi manusia dari tempat yang tinggi merosot ke tempat yang rendah! Apakah timbulnya kebudayaan adalah akibat dari Kejatuhan? Apakah timbulnya kebudayaan juga mengandung benih Kejatuhan? Apakah hasil dari kebudayaan tidak dapat luput dari unsur Kejatuhan?

Harapan saya adalah pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat merangsang kita untuk lebih banyak berfikir; mendorong kita untuk merenungkan bahwa di dalam kebudayaan, tersembunyi fakta Kejatuhan, suatu hal yang tidak terlalu diperhatikan oleh para sarjana kebudayaan. Oleh sebab itu, Alkitab mewahyukan rahasia ini kepada kita., Tatkala kebudayaan dengan pelbagai cara meningkatkan kebijaksanaan manusia untuk dapat memahami lebih mendalam, maka perangsang terhadap kebijaksanaan itu telah membuah-kan keberhasilan yang unik. Namun sejarah memiliki prinsip sirkulasi yang tampak dalam diri penguasa yang menggunakan kesuksesan untuk lebih leluasa menguasai. Kuasa politik memperalat kekuatan kebudayaan. Ini juga merupakan salah satu sebab di mana kebudayaan dapat tetap terpelihara di dalam sejarah.

Apakah kebudayaan yang dipengaruhi oleh kuasa politik dapat sungguh-sungguh mempertahankan motivasi dan prinsip untuk bersaksi bagi kebenaran? Ini merupakan suatu tanda tanya. Kuasa politik yang berkembang sampai puncaknya, sering kali terwujud sebagai kekerasan. Sarjana kebudayaan, filsuf dan sejarawan Barat pernah memperhatikan suatu fenomena unik, kuasa yang paling besar dan sempurna seringkali berakhir dengan kehancuran yang total. Akhirnya, di balik kuasa politik inilah keberhasilan kebudayaan diserahkan kepada barbarianisme. Dan tatkala barbarianisme ini kembali merajalela di dalam masyarakat, maka tidak akan ada satu kebudayaan baru yang timbul (kecuali hati yang mempunyai sifat penciptaan muncul kembali).

Di tempat yang paling barbar sekalipun Anda dapat menemukan bukti arkelogis bahwa di sana pernah ada suatu peradaban tinggi. Hal ini membuktikan bahwa peradaban sendiri bukan merupakan sesuatu yang selama-lamanya tidak akan musnah atau sesuatu yang mantap. Di dalam setiap peradaban itu terdapat kemungkinan dimusnahkan atau meledak dengan sendirinya. Dengan kata lain, bom waktu telah ada di dalam setiap peradaban. Meskipun demikian, tidak satupun kehancuran kebudayaan yang tidak membuat manusia menyusun kembali satu kebudayaan yang baru.

Abad kesembilan belas menaruh pengharapan yang terlalu optimis terhadap abad kedua puluh. Pada awal abad kedua puluh timbul rasa percaya diri yang terlampau ekstrem. Sekarang kita menghadapi tahun-tahun terakhir dari abad kedua puluh, ternyata suatu gerakan yang unik, yaitu gerakan zaman baru (new age movement) melanda di sekitar kita. Terbukti bahwa dunia kita ini bukan dunia yang baru, tetapi satu dunia yang amat tua.

Kita telah menyinggung tentang barbarianisme zaman modern yang dengan istilah demokrasi mengusik keberadaan kita. Di dalam konsep para budayawan yang ternama, ada prinsip bahwa kebudayaan itu berbeda dengan peradaban. Kebudayaan dipersiapkan bagi keberadaban, puncak dari kebudayaan adalah keberadaban, sedangkan akar dari keberadaban adalah kebudayaan. Abad kedua puluh satu akan menjadi abad yang telah banyak diamati, diobservasi, dan dipersiapkan dengan kerja keras oleh orang orang non-Kristen, sedangkan orang Kristen malah tertidur di istana gading dengan tanpa sadar. Hari ini sedikit sekali orang yang menyadari bahwa Kekristenan kita telah bergeser begitu jauh dari tempat asalnya dan tidak sadar akan tanggung jawab yang harus diembannya.

Ketika manusia diciptakan, dia memiliki respon yang bersifat budaya. Maka tatkala Allah memberikan wahyu umum kepada manusia, satu-satunya makhluk yang dapat memberikan respon terhadap wahyu Allah, telah memberikan respon terhadap Allah, baik secara budaya maupun agama. Sistem nilai yang bersifat internal, yang timbul sebagai reaksi terhadap wahyu umum, tercakup dalam wilayah agama; sedangkan reaksi lahiriah/eksternal terhadap wahyu umum tercakup dalam wilayah kebudayaan. Kebudayaan adalah sesuatu yang serius, demikian juga dengan agama. Kebudayaan dan agama tidak dapat dimusnahkan, termasuk tidak ada kuasa perang yang mampu menghancurkannya. Para politikus ingin memperalat agama, juga memperalat kebudayaan, karena mereka tahu benar bahwa kedua macam kekuatan ini akan memberikan manfaat besar dan kemudahan bagi kuasa kepemimpinan mereka. Pada waktu kuasa politik hancur, kebudayaan dan agama masih dapat terus merajalela.

Ketika kebudayaan memberikan respon terhadap wahyu Allah, maka timbulah wilayah kehidupan manusia yang bertalian dengan alam. Cakupan dari wilayah ini begitu luas. Dari hal yang kecil, seperti cara berpakaian, bersepatu, berbicara hingga masalah yang besar yaitu bagaimana mempertahankan pernyataan (statement) Anda yang agung, konsep nilai yang ada dalam pemikiran Anda untuk membedakan pengaruh yang berjangka panjang pada sejarah dan sebagainya, semuanya tercakup di dalam kebudayaan.

Apa yang dicakup oleh kebudayaan? Kebudayaan mencakup bahasa, pemikiran, aktivitas, limitasi tingkah laku, segala adat istiadat, semangat, dan arah masyarakat, semua ekspresi sastra dan seni. Ditinjau dari segi logika, kebudayaan mencakup filsafat, pendidikan, dan pemikiran. Ditinjau dari segi emosi, kebudayaan mencakup musik, sajak, ekspresi manusia secara emosional dalam suka, duka, marah dan sebagainya. Ditinjau dari segi moral, kebudayaan juga mencakup standar apa yang akan kautetapkan sebagai dasar dari kewajiban dan tingkah laku manusia. Ditinjau dari segi kehendak, kebudayaan memberikan pengaruh bagi konsistensi dan semangat juang suatu bangsa, kebudayaan memberi pengaruh bagi perjalanan seluruh bangsa untuk maju terus.

Mengapa filsafat yang paling digemari oleh Hitler adalah filsafat Nietzsche dan musik yang paling digemarinya adalah musik Richard Wagner? Karena dia menganggap kehendak dan kuasa Nietzsche telah melengkapi bangsa Jerman dengan semangat yang luar biasa. Dia juga menemukan bahwa semangat yang terdapat dalam drama musik Richard Wagner telah memberikan pengharapan yang berapi-api bagi bangsa Jerman. Dengan demikian, dia ingin membangun semangat bangsa Jerman di atas kehendak dan perjuangan yang tak terhingga, yang berada jauh di atas bangsa-bangsa lain. Sebab itu, tatkala kita mengamati kebudayaan Jerman, kita temukan bahwa mereka mendapatkan semangat kebudayaan dalam kecermatan dan ketepatan yang serius dari reformasi agama. Dari tradisi inilah Jerman mewarisi semangat juang yang tak kenal kompromi. Maka budaya telah membangun dasar, baik pada segi logika, emosi, kehendak, moral, kehidupan, maupun setiap lapisannya. Bahkan kita dapat menyatakan bahwa semua keberhasilan dalam perjalanan hidup manusia adalah keberhasilan yang diwarnai oleh kebudayaan, sampai-sampai wilayah kebudayaan juga mencakup sistem agama.

Kita telah membahas bahwa respon manusia terhadap wahyu umum terdiri dari yang bersifat kebudayaan dan yang bersifat agama. Kebudayaan termasuk respon yang bersifat eksternal dan agama adalah respon yang lebih bersifat internal. Di antara kedua wilayah ini terdapat satu wilayah yang dapat membuat keduanya menjalin komunikasi, yaitu wilayah etika. Tidak ada satu pun agama yang agung yang tidak membangun esensi sejati, kebaikan dan keindahan di dalam wilayah moral. Demikian juga tidak ada satu pun kebudayaan yang agung yang tidak membangun esensinya di atas etika, di atas kesejatian, kebajikan dan keindahan. Maka, inilah tanggung jawab agama. Dan ketika wilayah ini menuju ke arah yang destruktif maka krisis kebudayaan pun tiba.

Sejak dini Mencius telah memikirkan tentang masalah ini. Menurutnya, bila seluruh negara akan menjadi makmur, maka akan terlihat tanda-tanda yang baik. Bila sebuah negara akan hancur, maka setan-setan pun bermunculan. Bila setan-setan sudah bermunculan, tandanya negara itu sudah akan tamat. Saya telah melihat banyak kesalahan-kesalahan yang terdapat di dalam masyarakat komunis, tetapi dari segi etika masih terdapat sebagian hal yang tetap ingin mereka pertahankan prinsipnya agar mereka dapat bertahan untuk suatu jangka waktu tertentu. Dari segi politik terdapat banyak taktik yang tidak jujur, dari segi keuangan terdapat keegoisan dan ketamakan. Namun dari segi etika, khususnya etika seksual, mereka berharap masih dapat mempertahankan standar pada tahap-tahap tertentu.

Sebab itu, bukannya tidak ada kasus perceraian yang terjadi di dalam negara komunis, namun kasus broken home justru lebih banyak terjadi di dalam masyarakat demokratis yang dipengaruhi oleh kebudayaan yang terlalu bebas. Persentase perceraian di Florida dan California, dua negara bagian paling makmur di Amerika, sudah melampaui 100 persen. Mungkin Anda bertanya, mana mungkin bisa bercerai lebih dari 100 persen? Karena seseorang dapat saja melakukan dua kali perceraian. Bukan saja demikian, penyakit AIDS yang disebabkan oleh homoseksual boleh dikategorikan di dalam fenomena “setan-setan” seperti yang dikatakan oleh Mencius.

Kekaisaran Romawi mempunyai wilayah kekuasaan yang terbesar di dunia dan memiliki kuasa militer yang terkuat dalam fakta sejarah, namun akhirnya digulingkan oleh orang-orang barbar. Filsuf Prancis berkebangsaan Amerika yang bernama Will Durant mengatakan Kekaisaran Romawi tidak dihancurkan dari luar, namun hancur dari dalam. Maka, musuh yang terbesar dari segala kebudayaan terdapat di dalam kebudayaan, bukan di luar kebudayaan. Mengapa suatu kebudayaan mempunyai kemungkinan mengalami kehancuran secara mendadak pada saat mencapai puncaknya? Setelah merenungkan, meneliti, dan memperbandingkan, saya menemukan hanya Alkitab yang dapat memberikan jawaban yang sejati, yaitu bahwa Kejatuhan pernah menjadi fakta di dalam sejarah, pengaruh yang ditinggalkan oleh Kejatuhan merupakan suatu kekuatan dinamis yang tidak pernah berhenti dalam sejarah.

Amin.

SUMBER :
Nama buku : Dosa dan Kebudayaan
Sub Judul : Bab IV : Fakta Kejatuhan Dalam Dosa
Penulis : Pdt. DR. Stephen Tong
Penerbit : Institut Reformed STEMI, 1997
Halaman : 23 – 32

Artikel Terkait :